Na'udzubillah, Ini
Sebab-sebab Su’ul Khatimah
Dalam Al-Qur’an, pesan kepada tiap orang
mukmin agar teguh berislam hingga akhir hayat sangatlah tegas. Seruan tersebut
dimulai dengan perintah agar mereka bertakwa semaksimal mungkin. Allah
berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ
إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam” (QS. Ali Imran
[3]: 102).
Pada penggalan akhir ayat tersebut (wa lâ tamûtunna illâ wa antum muslimûn)
Allah memerintahkan kepada kita agar mati dalam keadaan beragama Islam. Manusia
sendiri tidak akan mampu menjadikan dirinya tetap dalam agama Islam karena pada
hakikatnya husnul khatimah ataupun su’ul khatimah (baik atau buruknya akhir
hidup manusia) adalah kuasa Allah subhanahu wata’ala. Oleh karenanya Allah
memberikan jalan kepada manusia sebagai ikhtiar memperoleh predikat mati husnul khatimah/membawa
agama Islam.
Disebutkan dalam kitab karya
Syekh Abdullah bin Alawi al-Haddad dalam
karyanya, Nashaihu
Ad-Diniyah, menjelaskan beberapa hal yang sering menjadi sebab
seseorang memungkasi kehidupan di dunia dengan keburukan (su’ul khatimah). Beliau
berkata:
(واعلم) اَنَّه
ُكَثِيْرًا مَا يُخْتَمُ بِالسُّوْءِ لِلَّذِيْنَ يَتَهَاوَنُوْنَ بِالصَّلَاةِ
الْمَفْرُوْضَةِ وَالزَّكَاةِ الْوَاجِبَةِ وَالَّذِيْنَ يَتَتَبَّعُوْنَ
عَوْرَاتِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالَّذِيْنَ يَنْقُصُوْنَ الْمِكْيَالَ وَالْمِيْزَانَ
وَالَّذِيْنَ يَخْدَعُوْنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَيَغْشَوْنَهُمْ وَيَلْبَسُوْنَ
عَلَيْهِمْ فِيْ اُمُوْرِ الدِّيْنِ وَالدُنْيَا وَالَّذِيْنَ يُكَذِّبُوْنَ
اَوْلِيَاءَ اللهِ وَيَنْكِرُوْنَ عَلَيْهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ وَالَّذِيْنَ
يَدْعُوْنَ اَحْوَالَ الْاَوْلِيَاءِ وَمَقَامَاتِهِمْ مِنْ غَيْرِ صِدْقٍ
وَاَشْبَهَ ذَلِكَ مِنَ الْاُمُوْرِ الشَّنِيْعَةِ
“Ketahuilah bahwa kebanyakan su’ul khatimah
adalah bagi orang-orang yang meremehkan shalat fardhu dan kewajiban zakat,
mencari-cari aib Muslimin yang lain, mengurangi takaran dan timbangan,
orang-orang yang menipu Muslim dan menutupi atas mereka dalam masalah agama dan
dunia, menganggap bohong pada kekasih-kekasih Allah dan mengingkarinya, mengaku
dirinya berada pada derajat kewalian (kekasih Allah) tanpa adanya pembenaran,
dan sebagainya,” (Syekh Abdullah bin Alawi al-Haddad, Nashaihu Ad-Diniyah, Haramain,
hal. 7).
Pertama, meremehkan
kewajiban shalat
dan zakat.
Shalat lima waktu merupakan kewajiban bagi
setiap Muslim yang baligh dan berakal. Perintah shalat menjadi kewajiban
pertama yang harus dijalankan sekaligus amal manusia pertama yang akan dihisab.
Jika meremehkannya saja adalah sebuah dosa apalagi dengan sengaja meninggalkan.
Sebagaimana firman Allah:
فَوَيْلٌ
لِلْمُصَلِّينَ (٤) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ (٥)
“Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat,
(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,” (QS. Al-Ma’un[107]: 4-5).
قُلْ
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ
وَاحِدٌ فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ وَوَيْلٌ لِلْمُشْرِكِينَ
(٦)الَّذِينَ لا يُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ بِالآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ
(٧)
“Katakanlah bahwa ‘Aku (Nabi Muhammad)
hanyalah seorang manusia seperti kalian, diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kalian
adalah Tuhan yang Maha-Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju
kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan celaka besarlah bagi orang-orang
yang mempersekutukan-Nya, (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan
mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat,” (QS Fushilat[41]: 6-7).
Pada ayat tersebut di atas terdapat kata “wail” yang artinya
celakalah. Ini menunjukkan bahwa siapa saja yang dengan sadar meremehkan atau
bahkan meninggalkan shalat dan zakat baginya adalah kerugian. Dan kerugian bagi
seorang muslim adalah ketika mendapatkan siksaan dari Allah subhanahu wata’ala.
Sebagaimana tertuang dalam artikel sebelumnya, ada 15 siksaan bagi orang-orang
yang meninggalkan shalat. Tiga di antaranya adalah siksaan ketika meninggal
dunia. Hal ini menguatkan pendapat Syekh Abdullah bin ‘Alawi al-Haddad bahwa
meremehkan kewajiban shalat dan zakat adalah salah satu sebab akhir kehidupan
yang tidak baik (su’ul
khatimah).
Kedua, suka mencari-cari
aib muslimin.
Biasanya orang-orang yang sibuk dengan urusan
orang lain akan lupa dengan urusannya sendiri. Begitu juga ketika sibuk mencari
keburukan orang lain maka keburukannya sendiri pun terlupakan. Ia tidak
menyadari bahwa dirinya berada dalam maksiat dan dosa, hingga akhirnya
meninggal dunia dalam keadaan tidak bertobat. Naudzu billah min dzâlik. Larangan ini
terdapat dalam firman Allah subhanahu
wata’la.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ
الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ
أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا
اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ (١٢)
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu
dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha-Penerima tobat lagi Maha-Penyayang,” (QS.
Al-Hujarat[49]: 12).
Ketiga, mengurangi
takaran dan timbangan.
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak
mungkin bisa hidup sendiri. Semua saling membutuhkan dalam segala hal.
Perdagangan merupakan salah satu bentuk kerja sama agar manusia bisa bertahan
hidup. Dalam transaksi tersebut ada kondisi saling memberi keuntungan. Oleh
karenanya Islam melarang adanya kecurangan dan penipuan dalam berdagang.
وَيْلٌ
لِلْمُطَفِّفِينَ (١) الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ
(٢) وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ (٣)
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang
curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain
mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang
lain, mereka mengurangi,” (QS. Al-Muthaffifin [83]: 1-3).
Jika kecurangan terus-menerus dilakukan maka
selama hidupnya pula ia makan dari hasil yang tidak halal. Dengan demikian ia
akan mati dalam keadaan membawa harta benda yang haram dan beban dosa terhadap
saudaranya.
Keempat, menipu Muslim dan
menutupi atas mereka dalam masalah agama dan dunia.
Seringkali kepentingan duniawi melenakan
banyak orang di mana saja. Hanya karena dunia, kadang seseorang rela menempuh
segala cara, termasuk melalui jalur yang batil. Kecurangan dan penipuan
merupakan hal yang biasa terjadi dengan latar yang sama, yakni kepentingan
duniawi. Bahkan, bagi mereka yang sudah dibutakan, agama pun bisa berubah sekadar
alat untuk memperoleh keuntungan, baik berupa harta, pujian, ketenaran, maupun
pangkat.
Sebagaimana disebutkan dalam kitab Ta’lim
al-Muta’allim pada bab niat, “Banyak
amal akhirat menjadi amal dunia dikarenakan niat yang jelek.” Jika
hal ini terus-menerus dikerjakan hingga ajal menjemput maka ia tidak hanya dosa
atas kezaliman terhadap orang lain, lebih jauh ia berdosa atas nama agama.
مَنْ
كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ
ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا (١٨)
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang
(duniawi) maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi
orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan
memasukinya dalam Keadaan tercela dan terusir,” (QS. Al-Isra[17]: 18).
Kelima, menganggap bohong
pada kekasih-kekasih Allah dan mengingkarinya.
Jika melihat sejarah Islam, perjuangan para
utusan selalu dihadapkan dengan para penolak ajarannya, baik perseorangan
maupun golongan. Hal ini tidak berhenti di zaman Rasul, sahabat, tabi’in,
hingga para ulama kekasih Allah yang datang belakangan. Hingga saat ini
tantangan demi tantangan silih berganti terjadi pada pejuang di jalan Allah
mulai dari tingkat kepercayaan, fitnah, iri, dengki, sampai pada penolakan dan
perlawanan.
Orang yang mengingkari utusan Allah berarti
ia menyakitinya. Siapa yang menyakiti utusan Allah sama juga ia menyakiti Allah
subhanahu wata’ala.
Maka lakanat Allah-lah yang lebih pantas untuk mereka.
إِنَّ
الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا
وَالآخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُهِينًا (٥٧) وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ
الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا
بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا (٥٨)
“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti
Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatinya di dunia dan akhirat, dan
menyediakan baginya siksa yang menghinakan dan orang-orang yang menyakiti
orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat. Maka
sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata,” (QS.
Al-Isra[17]: 18).
Jika mereka mati sebelum bertobat, maka
mereka mati dalam keadaan terlaknat. Semoga kita semua menjadi bagian dari
orang-orang yang dijaga dari mati su’ul
khatimah. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar