Jumat, 14 Februari 2020

(Ngaji of the Day) Hukum Mengonsumsi Makanan yang Kehalalannya Diragukan


Hukum Mengonsumsi Makanan yang Kehalalannya Diragukan

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr. wb. Redaksi NU Online, kami sering kali mendapatkan hidangan daging hewan yang halal. Tetapi kami ragu apakah daging hewan ini diolah sesuai ketentuan agama. Apakah kami tetap dapat memakan hidangan yang meragukan? Demikian kami sampaikan, atas jawabannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Subhan – Serang

Jawaban:

Assalamu ‘alaikum wr. wb. Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Kita sering kali mengonsumsi daging hewan yang halal baik ayam, sapi, kambing, maupun daging halal lainnya dengan aneka cara penghidangan. Pengalaman ini sering kita lewati. Namun semua itu sampai di atas meja makan kita atau di dapur kita tanpa kita ketahui bagaimana cara penyembelihannya.

Perihal mengonsumsi makanan yang kehalalannya diragukan karena cara penyembelihannya, ulama berbeda pendapat. Bagi ulama Syafi’i, seorang penyembelih dianjurkan untuk membaca “bismillah” berdasarkan Surat Al-An’am ayat 118. Menurut mereka, baca “bismillah” tidak wajib ketika menyembelih hewan. Jika tidak membaca bismillah secara sengaja atau lupa, daging hewan sembelihannya tetap halal. Sedangkan Imam Abu Hanifah menyatakan bahwa daging hewan itu tidak halal jika penyembelih sengaja tidak membaca “bismillah.”

Adapun Surat Al-An’am ayat 118 berbunyi sebagai berikut:

فَكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ بِآيَاتِهِ مُؤْمِنِينَ

Artinya, “Makanlah hewan-hewan (halal) yang disebut nama Allah (saat menyembelihnya), jika kamu mengimani ayat-ayat-Nya.”

Para ulama mazhab Syafi’i mencoba menjawab pandangan Imam Abu Hanifah dengan Surat Al-Maidah ayat 3, ayat 5, dan sejumlah hadits riwayat Imam Bukhari. Argumentasi mazhab Syafi’i ini disebutkan oleh Al-Khatib As-Syarbini dalam karyanya, Mughnil Muhtaj, berikut ini:

وأجاب أئمتنا بقوله تعالى { حرمت عليكم الميتة والدم } إلى قوله : { إلا ما ذكيتم } فأباح المذكى ولم يذكر التسمية، وبأن الله تعالى أباح ذبائح أهل الكتاب بقوله تعالى : { وطعام الذين أوتوا الكتاب حل لكم } وهم لا يسمون غالبا ، فدل على أنها غير واجبة ، وبقول عائشة رضي الله تعالى عنها { إن قوما قالوا يا رسول الله إن قومنا حديثو عهد بالجاهلية يأتونا بلحام لا ندري أذكروا اسم الله عليها أم لم يذكروا أنأكل منها ؟ فقال : اذكروا اسم الله وكلوا } رواه البخاري ولو كان واجبا لما أجاز الأكل مع الشك

Artinya, “Ulama kami menjawab (pandangan Hanafi) dengan firman Allah, ‘Bangkai, darah, dan …kecuali apa yang kalian sembelih,’ (Surat Al-Maidah ayat 3).

Allah membolehkan (kita untuk mengonsumsi) hewan sembelihan dan tidak menyebut pembacaan bismillah; Allah juga menghalalkan hewan sembelihan ahli kitab melalui firman-Nya, ‘Makanan ahli kitab halal buat kalian,’ (Surat Al-Maidah ayat 5). Mereka umumnya tidak baca bismillah. Semua ini menunjukkan bahwa baca bismillah pada saat penyembelihan tidak wajib dan berdasarkan riwayat Sayidatina Aisyah, sekelompok orang pernah bertanya, ‘Wahai Rasulullah, masyarakat kami masih dekat dengan jahiliyah. Mereka membawakan kami daging yang kami tidak tahu apakah mereka menyebut nama Allah atau tidak menyebut-Nya. Apakah kami boleh memakannya?’ ‘Sebutlah nama Allah, lalu makanlah,’ HR Bukhari. Seandainya baca bismillah saat penyembelihan itu wajib, niscaya Rasulullah tidak mengizinkan makan yang disertai keraguan,” (Khatib As-Syarbini, Mughnil Muhtaj, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz IV, halaman 272).

Mazhab Syafi’i juga mengutip hadits berikut dalam menguatkan argumentasinya, yaitu sabda Rasulullah, “Seorang Muslim menyembelih atas nama Allah, baik membaca ‘bismillah’ maupun tanpa ‘bismillah;’” dan riwayat “Seorang sahabat datang bertanya, ‘Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang menyembelih dan lupa menyebut nama Allah?’ ‘Nama Allah sudah ada pada hati setiap Muslim’”.

Menurut Mazhab Syafi’i, kesunnahan membaca bismillah tidak hanya berlaku pada saat penyembelihan hewan. Kesunnahan membaca bismillah juga berlaku pada saat melepas hewan buruan, melesatkan anak panah saat berburu, dan menjaring ikan. Kesunnahan membaca bismillah ini jika ditinggalkan menjadi makruh.

Per Oktober 2019, UU Jaminan Produk Halal yang disahkan pada 2014 telah berlaku. Meski pelaksanaannya belum maksimal, pandangan mazhab Syafi’i cukup membantu masyarakat dalam menghadapi hidangan makanan yang kehalalannya belum jelas. Masyarakat cukup membaca bismillah sebelum mengonsumsi makanan berbahan halal yang diragukan cara pengolahannya.

Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar