Hukum Bermain Catur dalam
Islam
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb. Redaksi NU Online, belakangan persoalan main catur mengemuka karena seorang dai menyatakan keharamannya di publik. Pernyataan ini membuat masyarakat ramai karena main catur merupakan permainan pengisi waktu senggang bahkan telah ditetapkan sebagai bentuk cabang olahraga tersendiri. Bagaimana permainan catur dalam hukum Islam? Mohon keterangannya. terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Abdul Ghani – Depok
Jawaban Assalamu ‘alaikum wr. wb. Penanya dan
pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua.
Permainan catur dibahas dari segi hukum Islam oleh para ulama terdahulu.
Permainan catur bagi mereka memiliki pandangan hukum yang beragam.
Perihal permainan catur, ulama berbeda
pendapat. Sebagian ulama mengharamkannya. Sebagian lagi memakruhkannya. Ada
juga ulama yang membolehkannya.
قوله
(وهو) أي لعب الشطرنج (وقوله حرام) عند الأئمة الثلاثة وهم أبو حنيفة ومالك وأحمد
بن حنبل رضي الله عنهم وإنما قالوا بالحرمة للأحاديث الكثيرة التي جاءت في ذمه قال
في التحفة لكن قال الحافظ لم يثبت منها حديث من طريق صحيح ولا حسن وقد لعبه جماعة
من أكابر الصحابة ومن لا يحصى من التابعين ومن بعدهم وممن كان يلعبه غبا سعيد بن
جبير رضي الله عنه
Artinya, “(Permainan itu) main catur (haram)
menurut tiga imam, yaitu Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hanbal.
Mereka menyatakan haram atas dasar sejumlah hadits yang mencela permainan
catur. Tetapi penulis At-Tuhfah (Ibnu Hajar) dari Mazhab Syafi’I mengutip Imam
Al-Hafiz Al-Asqalani mengatakan bahwa kualitas hadits yang mengecam permainan
catur tidak diriwayatkan berdasarkan jalan yang sahih dan hasan. Bahkan
sejumlah sahabat terkemuka Rasulullah dan banyak tabi’in sepeninggal mereka
juga bermain catur. Salah seorang yang bermain catur adalah Sa’id bin Jubair,”
(Sayid Bakri Syatha Ad-Dimyathi, I'anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: tanpa
tahun], juz IV, halaman 286).
Adapun ulama yang membolehkannya mendasarkan
pandangannya pada kaidah hukum Islam, yaitu segala sesuatu pada prinsipnya
adalah mubah sebagaimana dikemukakan oleh Syekh Abu Zakaria Al-Anshari berikut
ini:
وَاحْتُجَّ
لِإِبَاحَةِ اللَّعِبِ بِهِ بِأَنَّ الْأَصْلَ الْإِبَاحَةُ وَبِأَنَّ فِيهِ
تَدْبِيرُ الْحُرُوبِ وَلِلْكَرَاهَةِ بِأَنَّ صَرْفَ الْعُمْرِ إلَى مَا لَا
يُجْدِي وَبِأَنَّ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مَرَّ بِقَوْمٍ يَلْعَبُونَ
بِهِ فَقَالَ مَا هَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ
Artinya, “Hujjah atas kebolehan permainan
catur ini didasarkan pada kaidah hukum Islam bahwa segala sesuatu pada dasarnya
adalah mubah; dan pada unsur maslahat permainan catur yang mengasah otak dalam
bersiasat perang. Sedangkan hujjah atas kemakruhan permainan ini didasarkan
pada unsur penyia-nyiaan umur pada hal yang tidak bermanfaat; dan pada ucapan
sayyidina Ali saat melewati mereka yang sedang bermain catur, ‘Apakah ini
patung-patung yang kalian sembah?’” (Syekh Abu Zakaria Al-Anshari, Asnal
Mathalib, [Beirut, Darul Fikr: tanpa tahun]).
Mazhab Syafi’i menyatakan bahwa permainan
catur pada prinsipnya mubah dalam Islam. Tetapi permainan ini dapat menjadi
haram karena unsur lain atau dengan catatan, yaitu bila melalaikan para
pemainnya dari kewajiban atau menyertainya dengan hal yang diharamkan (taruhan,
judi, sambil minum khamr, dan lain sebagainya). Sedangkan main catur sesekali
tidak masalah (Ibnu Hajar Al-Haitami: Tuhfatul Muhtaj).
Pada zamannya, permainan catur merupakan aib
seperti permainan kartu, menurut Ibnu Hajar Al-Haitami, sehingga kita dapat
memainkannya di tempat sepi atau tertutup, bukan di tepi jalan (publik) yang
dapat menjatuhkan muruah. Sementara Al-Bujairimi (Al-Bujairimi, At-Tajrid li
Naf’il Abid) mengutip fatwa ulama yang membolehkan permainan catur yang
mengandung unsur hiburan bagi saudara kita lainnya dengan catatan tidak membuat
harta berkurang (kurang penghasilan) dan tidak melalaikan sembahyang lima waktu
seperti pendapat Syekh Sahal bin Sulaiman.
Syekh Ahmad Khatib As-Syarbini dalam Mughnil
Muhtaj sebagaimana ulama Mazhab Syafi’I pada umumnya memandang permainan catur
mengandung kemaslahatan. Permainan catur mengasah pikiran dan logika yang
membantu dalam mengatur strategi perang dan perhitungan.
Dari sini, dapat disimpulkan bahwa ulama
berbeda pendapat perihal permainan catur. Jika mengacu pada pandangan mazhab
Syafi’i yang juga tidak tunggal (karena sebagian menyatakan makruh dan yang
lainnya menyatakan mubah), permainan catur pada dasarnya mubah. Kalau pun haram
atau makruh, mesti ada faktor lain yang menyertainya, yaitu pelalaian atas
kewajiban sembahyang lima waktu, pelalaian atas aktivitas ekonomi dan faktor
lainnya.
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa
dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari
para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar