Cara Berbakti pada Orang
Tua yang Sudah Meninggal
Setiap anak utang budi sangat besar pada
orang tuanya. Ibu merupakan makhluk Allah yang diciptakan untuk bisa
mengandung, melahirkan, dan menumbuhkembangkan anaknya masing-masing. Cinta ibu
melebihi kecintaannya kepada pribadinya sendiri. Bagi ibu, ibarat tidak makan tidak
masalah yang penting anaknya bisa makan karena saking cintanya seorang ibu
kepada anak. Setelah ibu, ada orang lain yang juga mempunyai kasih sayang besar
kepada seorang anak, yaitu sosok ayah walaupun levelnya masih di bawah
ibu.
Rasulullah ﷺ dalam sebuah hadits
yang diriwayatkan dari kakeknya Bahz, ia memerintahkan untuk menghormati ibu
sebanyak tiga kali lipat dibanding ayah. Hadits ini tidak berarti ayah tidak
terhormat. Hormat kepada ayah tetap wajib, sedangkan kewajiban hormat kepada
ibu tiga kali lipat daripada hormat kepada ayah, baru kemudian kerabat paling
dekat, dekat, dan mulai yang lebih jauh.
حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا بَهْزٌ، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ جَدِّي، قَالَ:
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَنْ أَبَرُّ؟ قَالَ: " أُمَّكَ "،
قَالَ: قُلْتُ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: " أُمَّكَ "، قَالَ: قُلْتُ: ثُمَّ
مَنْ؟ قَالَ: " أُمَّكَ، ثُمَّ أَبَاكَ، ثُمَّ الْأَقْرَبَ فَالْأَقْرَبَ "
Artinya: “Saya tanya kepada Rasulullah ﷺ, ‘Ya Rasul, siapa yang paling berhak saya sikapi dengan sebaik
mungkin?’ Jawab Rasul, ‘Ibumu’, ‘Lalu siapa lagi, Ya Rasul?’ ‘Ibumu’, ‘Siapa
lagi, Ya Rasul?’ ‘Ibumu’. 'Lalu siapa lagi?' ‘Baru kemudian bapakmu, keluarga
terdekat, dekat, dan seterusnya’.” (Musnad Ahmad: 20048)
Dalam hadits lain, ada seorang sahabat yang
sudah bersusah payah sepenuh tenaga mencurahkan keringatnya untuk membahagiakan
ibunya. Saat lelaki itu melaporkan kebaikannya kepada Baginda Nabi, Rasulullah
menyatakan bahwa hal tersebut tidak bisa membalas secara seimbang dengan jerih
payah yang dilakukan ibu walau satu tarikan napas panjangnya. Sebab, lazimnya
seorang ibu melayani anak dengan harapan akan panjang umurnya, tapi seorang
anak merawat ibu dengan harapan pendek umurnya supaya tidak merepotkan.
ﺍَﻥَّ
ﺭَﺟُﻼً ﺍَﺗَﻰ ﺍِﻟَﻰ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺹ ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﺍِﻥَّ ﻟِﻰْ ﺍُﻣًّﺎ، ﺍَﻧَﺎ ﻣَﻄِﻴَّﺘُﻬَﺎ
ﺍُﻗْﻌِﺪُﻫَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﻇَﻬْﺮِﻯ ﻭَ ﻻَ ﺍَﺻْﺮِﻑُ ﻋَﻨْﻬَﺎ ﻭَﺟْﻬِﻰ ﻭَ ﺍَﺭُﺩُّ ﺍِﻟَﻴْﻬَﺎ
ﻛَﺴْﺒِﻰ، ﻓَﻬَﻞْ ﺟَﺰَﻳْﺘُﻬَﺎ؟ ﻗَﺎﻝَ : ﻻَ، ﻭَ ﻻَ ﺑِﺰَﻓْﺮَﺓٍ ﻭَﺍﺣِﺪَﺓٍ . ﻗَﺎﻝَ :
ﻭَ ﻟِﻢَ؟ ﻗَﺎﻝَ : ِﻻَﻧَّﻬَﺎ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﺗَﺨْﺪُﻣُﻚَ ﻭَ ﻫِﻲَ ﺗُﺤِﺐُّ ﺣَﻴَﺎﺗَﻚَ . ﻭَ
ﺍَﻧْﺖَ ﺗَﺨْﺪُﻣُﻬَﺎ ﺗُﺤِﺐُّ ﻣَﻮْﺗَﻬَﺎ
.
Artinya: “Sesungguhnya ada seorang laki-laki
datang kepada Nabi ﷺ,
lalu bertanya ‘Sesungguhnya saya mempunyai seorang ibu, dia saya gendong di
punggung saya. Saya tidak pernah bermuka masam kepadanya. Upah kerja saya
kasihkan kepada dia. Apakah yang demikian itu saya telah membalas budinya?’
Rasulullah ﷺ menjawab ‘Belum,
walau satu tarikan napas panjangnya’.
Orang tersebut kemudian bertanya lagi
‘Mengapa demikian ya Rasulullah?’ Jawab Rasul, ‘Karena ibumu memelihara kamu
dengan berharap agar kamu panjang umur, sedangkan kamu memeliharanya itu dengan
berharap ia lekas mati’.” (HR Abul Hasan al-Mawardi)
Abu Umamah pernah bercerita dalam sebuah
hadits riwayat Ibnu Majah. Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada
Rasulullah:
يَا
رَسُولَ اللهِ، مَا حَقُّ الْوَالِدَيْنِ عَلَى وَلَدِهِمَا؟ قَالَ: هُمَا
جَنَّتُكَ وَنَارُكَ
Artinya: “Ya Rasulallah, apa hak yang
semestinya diterima oleh kedua orang tua dan harus dipikul oleh anaknya?, jawab
Rasul ‘Mereka adalah surga dan nerakamu’.” (HR Ibnu Majah: 3662)
Dalam hadits ini dijelaskan bahwa kedua orang
tua adalah di antara faktor seorang anak bisa masuk surga atau neraka. Apabila
anak patuh kepada orang tua, berarti bisa masuk surga. Jika anak tidak patuh,
berarti neraka. Maksud kepatuhan di sini selama tidak sampai melanggar norma
agama. Jika melanggar norma, tidak boleh diikuti petunjuknya karena aturannya adalah
tidak ada ketaatan untuk maksiat kepada Tuhan.
Masih banyak lagi hadits-hadits yang
menjelaskan tentang hubungan orang tua terhadap anak maupun sebaliknya. Namun
sehebat apa pun orang yang hidup di alam dunia ini, pastilah akan merasakan
kematian. Ibu dan ayah masing-masing merupakan makhluk Allah subhanahu wa
ta’ala yang sudah digariskan oleh Allah pasti akan mengalami kematian. Sebagai
balas budi anak kepada kedua orang tua, bagaimana sikap anak kepada orang tua
ketika mereka sudah meninggal dunia?
Abu Usaid pernah menceritakan sebuah hadits
berikut:
بَيْنَمَا
أَنَا جَالِسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ
رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، هَلْ بَقِيَ عَلَيَّ مِنْ
بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ بَعْدَ مَوْتِهِمَا أَبَرُّهُمَا بِهِ؟ قَالَ: "
نَعَمْ خِصَالٌ أَرْبَعَةٌ: الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا، وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا،
وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا، وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا، وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي
لَا رَحِمَ لَكَ إِلَّا مِنْ قِبَلِهِمَا، فَهُوَ الَّذِي بَقِيَ عَلَيْكَ مِنْ
بِرِّهِمَا بَعْدَ مَوْتِهِمَا
Artinya: “Suatu ketika saya sedang
duduk-duduk bersama Rasulullah ﷺ. Tiba-tiba ada seorang laki-laki dari sahabat Anshar sowan. Ia
bertanya kepada Rasul, ‘Ya Rasul, apakah saya bisa berbaik budi kepada kedua orang
tua saya yang sudah meninggal?’ Rasul lalu menjawab, ‘Iya, ada empat hal, yaitu
(1) mendoakan mereka, (2) memohonkan ampunan untuk keduanya, (3) menunaikan
janji mereka dan memuliakan teman mereka, dan (4) menjalin silaturahim dengan
orang-orang yang tidak akan menjadi saudaramu kecuali melalui perantara
ayah-ibumu. Itulah budi baik yang harus kamu lakukan setelah mereka
meninggal’.” (Musnad Ahmad: 16059)
Hadits di atas dapat dipahami bahwa
memintakan ampun kepada orang yang sudah meninggal adalah bermanfaat sebab
Rasulullah memerintahkan untuk mendoakan kedua orang tua yang meninggal. Rasul
tidak pernah menyuruh kepada orang dengan kegiatan yang sia-sia (mulghah).
Semua perkataan Nabi Muhammad adalah wahyu. Dia tidak pernah berbicara sesuai
keinginan hawa nafsuya. Selain itu, istighfar atau memohonkan ampunan bagi
orang tua yang meninggal juga diperintahkan.
Pelajaran yang bisa dipetik lagi dari hadits
di atas dan hal ini banyak dilupakan oleh generasi saat ini adalah memuliakan
teman-temannya orang tua dan menyambung persaudaraan baik dari jalur ayah
maupun jalur ibu. Keduanya sangat penting supaya orang-orang di sekeliling
mereka akan selalu terjaga hubungannya. Istilah lain dalam bahasa Jawa, supaya
tidak kepaten obor (api silaturahim padam begitu saja).
Dengan demikian, berbakti kepada kedua orang
tua tidak berhenti saat mereka masih hidup, namun sampai mereka meninggal pun,
anak tetap harus berbakti kepada mereka dengan cara-cara yang dituntunkan oleh
Rasulullah ﷺ.
Wallahu a’lam. []
Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di Pesantren
Raudhatul Quran an-Nasimiyyah, Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar