Kamis, 20 Februari 2020

(Ngaji of the Day) Cara Berbakti pada Orang Tua yang Sudah Meninggal


Cara Berbakti pada Orang Tua yang Sudah Meninggal

Setiap anak utang budi sangat besar pada orang tuanya. Ibu merupakan makhluk Allah yang diciptakan untuk bisa mengandung, melahirkan, dan menumbuhkembangkan anaknya masing-masing. Cinta ibu melebihi kecintaannya kepada pribadinya sendiri. Bagi ibu, ibarat tidak makan tidak masalah yang penting anaknya bisa makan karena saking cintanya seorang ibu kepada anak. Setelah ibu, ada orang lain yang juga mempunyai kasih sayang besar kepada seorang anak, yaitu sosok ayah walaupun levelnya masih di bawah ibu. 

Rasulullah dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari kakeknya Bahz, ia memerintahkan untuk menghormati ibu sebanyak tiga kali lipat dibanding ayah. Hadits ini tidak berarti ayah tidak terhormat. Hormat kepada ayah tetap wajib, sedangkan kewajiban hormat kepada ibu tiga kali lipat daripada hormat kepada ayah, baru kemudian kerabat paling dekat, dekat, dan mulai yang lebih jauh. 

 حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا بَهْزٌ، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ جَدِّي، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَنْ أَبَرُّ؟ قَالَ: " أُمَّكَ "، قَالَ: قُلْتُ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: " أُمَّكَ "، قَالَ: قُلْتُ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: " أُمَّكَ، ثُمَّ أَبَاكَ، ثُمَّ الْأَقْرَبَ فَالْأَقْرَبَ

Artinya: “Saya tanya kepada Rasulullah , ‘Ya Rasul, siapa yang paling berhak saya sikapi dengan sebaik mungkin?’ Jawab Rasul, ‘Ibumu’, ‘Lalu siapa lagi, Ya Rasul?’ ‘Ibumu’, ‘Siapa lagi, Ya Rasul?’ ‘Ibumu’. 'Lalu siapa lagi?' ‘Baru kemudian bapakmu, keluarga terdekat, dekat, dan seterusnya’.” (Musnad Ahmad: 20048)

Dalam hadits lain, ada seorang sahabat yang sudah bersusah payah sepenuh tenaga mencurahkan keringatnya untuk membahagiakan ibunya. Saat lelaki itu melaporkan kebaikannya kepada Baginda Nabi, Rasulullah menyatakan bahwa hal tersebut tidak bisa membalas secara seimbang dengan jerih payah yang dilakukan ibu walau satu tarikan napas panjangnya. Sebab, lazimnya seorang ibu melayani anak dengan harapan akan panjang umurnya, tapi seorang anak merawat ibu dengan harapan pendek umurnya supaya tidak merepotkan. 

ﺍَﻥَّ ﺭَﺟُﻼً ﺍَﺗَﻰ ﺍِﻟَﻰ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺹ ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﺍِﻥَّ ﻟِﻰْ ﺍُﻣًّﺎ، ﺍَﻧَﺎ ﻣَﻄِﻴَّﺘُﻬَﺎ ﺍُﻗْﻌِﺪُﻫَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﻇَﻬْﺮِﻯ ﻭَ ﻻَ ﺍَﺻْﺮِﻑُ ﻋَﻨْﻬَﺎ ﻭَﺟْﻬِﻰ ﻭَ ﺍَﺭُﺩُّ ﺍِﻟَﻴْﻬَﺎ ﻛَﺴْﺒِﻰ، ﻓَﻬَﻞْ ﺟَﺰَﻳْﺘُﻬَﺎ؟ ﻗَﺎﻝَ : ﻻَ، ﻭَ ﻻَ ﺑِﺰَﻓْﺮَﺓٍ ﻭَﺍﺣِﺪَﺓٍ . ﻗَﺎﻝَ : ﻭَ ﻟِﻢَ؟ ﻗَﺎﻝَ : ِﻻَﻧَّﻬَﺎ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﺗَﺨْﺪُﻣُﻚَ ﻭَ ﻫِﻲَ ﺗُﺤِﺐُّ ﺣَﻴَﺎﺗَﻚَ . ﻭَ ﺍَﻧْﺖَ ﺗَﺨْﺪُﻣُﻬَﺎ ﺗُﺤِﺐُّ ﻣَﻮْﺗَﻬَﺎ .

Artinya: “Sesungguhnya ada seorang laki-laki datang kepada Nabi , lalu bertanya ‘Sesungguhnya saya mempunyai seorang ibu, dia saya gendong di punggung saya. Saya tidak pernah bermuka masam kepadanya. Upah kerja saya kasihkan kepada dia. Apakah yang demikian itu saya telah membalas budinya?’ Rasulullah menjawab ‘Belum, walau satu tarikan napas panjangnya’. 

Orang tersebut kemudian bertanya lagi ‘Mengapa demikian ya Rasulullah?’ Jawab Rasul, ‘Karena ibumu memelihara kamu dengan berharap agar kamu panjang umur, sedangkan kamu memeliharanya itu dengan berharap ia lekas mati’.” (HR Abul Hasan al-Mawardi) 

Abu Umamah pernah bercerita dalam sebuah hadits riwayat Ibnu Majah. Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah:  

يَا رَسُولَ اللهِ، مَا حَقُّ الْوَالِدَيْنِ عَلَى وَلَدِهِمَا؟ قَالَ: هُمَا جَنَّتُكَ وَنَارُكَ

Artinya: “Ya Rasulallah, apa hak yang semestinya diterima oleh kedua orang tua dan harus dipikul oleh anaknya?, jawab Rasul ‘Mereka adalah surga dan nerakamu’.” (HR Ibnu Majah: 3662) 

Dalam hadits ini dijelaskan bahwa kedua orang tua adalah di antara faktor seorang anak bisa masuk surga atau neraka. Apabila anak patuh kepada orang tua, berarti bisa masuk surga. Jika anak tidak patuh, berarti neraka. Maksud kepatuhan di sini selama tidak sampai melanggar norma agama. Jika melanggar norma, tidak boleh diikuti petunjuknya karena aturannya adalah tidak ada ketaatan untuk maksiat kepada Tuhan. 

Masih banyak lagi hadits-hadits yang menjelaskan tentang hubungan orang tua terhadap anak maupun sebaliknya. Namun sehebat apa pun orang yang hidup di alam dunia ini, pastilah akan merasakan kematian. Ibu dan ayah masing-masing merupakan makhluk Allah subhanahu wa ta’ala yang sudah digariskan oleh Allah pasti akan mengalami kematian. Sebagai balas budi anak kepada kedua orang tua, bagaimana sikap anak kepada orang tua ketika mereka sudah meninggal dunia?

Abu Usaid pernah menceritakan sebuah hadits berikut:

بَيْنَمَا أَنَا جَالِسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، هَلْ بَقِيَ عَلَيَّ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ بَعْدَ مَوْتِهِمَا أَبَرُّهُمَا بِهِ؟ قَالَ: " نَعَمْ خِصَالٌ أَرْبَعَةٌ: الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا، وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا، وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا، وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا، وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا رَحِمَ لَكَ إِلَّا مِنْ قِبَلِهِمَا، فَهُوَ الَّذِي بَقِيَ عَلَيْكَ مِنْ بِرِّهِمَا بَعْدَ مَوْتِهِمَا 

Artinya: “Suatu ketika saya sedang duduk-duduk bersama Rasulullah . Tiba-tiba ada seorang laki-laki dari sahabat Anshar sowan. Ia bertanya kepada Rasul, ‘Ya Rasul, apakah saya bisa berbaik budi kepada kedua orang tua saya yang sudah meninggal?’ Rasul lalu menjawab, ‘Iya, ada empat hal, yaitu (1) mendoakan mereka, (2) memohonkan ampunan untuk keduanya, (3) menunaikan janji mereka dan memuliakan teman mereka, dan (4) menjalin silaturahim dengan orang-orang yang tidak akan menjadi saudaramu kecuali melalui perantara ayah-ibumu. Itulah budi baik yang harus kamu lakukan setelah mereka meninggal’.” (Musnad Ahmad: 16059) 

Hadits di atas dapat dipahami bahwa memintakan ampun kepada orang yang sudah meninggal adalah bermanfaat sebab Rasulullah memerintahkan untuk mendoakan kedua orang tua yang meninggal. Rasul tidak pernah menyuruh kepada orang dengan kegiatan yang sia-sia (mulghah). Semua perkataan Nabi Muhammad adalah wahyu. Dia tidak pernah berbicara sesuai keinginan hawa nafsuya. Selain itu, istighfar atau memohonkan ampunan bagi orang tua yang meninggal juga diperintahkan. 
Pelajaran yang bisa dipetik lagi dari hadits di atas dan hal ini banyak dilupakan oleh generasi saat ini adalah memuliakan teman-temannya orang tua dan menyambung persaudaraan baik dari jalur ayah maupun jalur ibu. Keduanya sangat penting supaya orang-orang di sekeliling mereka akan selalu terjaga hubungannya. Istilah lain dalam bahasa Jawa, supaya tidak kepaten obor  (api silaturahim padam begitu saja).

Dengan demikian, berbakti kepada kedua orang tua tidak berhenti saat mereka masih hidup, namun sampai mereka meninggal pun, anak tetap harus berbakti kepada mereka dengan cara-cara yang dituntunkan oleh Rasulullah . Wallahu a’lam. []

Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di Pesantren Raudhatul Quran an-Nasimiyyah, Semarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar