Senin, 17 Februari 2020

Zuhairi: Manuver AS Menjajah Palestina Secara Permanen


Manuver AS Menjajah Palestina Secara Permanen
Oleh: Zuhairi Misrawi

Langkah Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk melemahkan posisi Palestina, dan sebaliknya memperkuat posisi Israel terus berlanjut setapak demi setapak. Setelah berhasil menjadikan Jerusalem sebagai ibu kota Israel dengan memindahkan kantor Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Jerusalem, Trump terus bergerak lebih jauh: mengusir Palestina dari Jerusalem.

Berdalih proposal "kesepakatan abad ini" (shafaqat al-qarn), Trump ingin mengesankan seolah-olah AS hendak mengetengahkan solusi terbaik dalam konflik menua antara Israel-Palestina. Trump menyebut solusi yang sedang ditawarkan sebagai solusi adil bagi kedua belah pihak. Namun faktanya tidak demikian. Ada udang di balik batu. Trump justru sedang bermanuver menggiring Palestina ke kubang kehancuran. Penjajahan yang sangat menyakitkan Palestina.

Pasalnya, manuver AS sebagaimana dibocorkan oleh Harian Yedioth Ahronoth, akan menjadikan Israel berkuasa penuh atas Jerusalem, termasuk menguasai kawasan suci Masjid al-Aqsha dan Gereja Makam Kristus. Israel akan mendapatkan 30 persen wilayah Tepi Barat yang selama ini diduduki secara ilegal. Palestina akan mendapatkan 70 persen dari wilayahnya di Tepi Barat. Sedangkan pengungsi yang saat ini tersebar di berbagai kawasan, seperti Jordania, Libanon, Mesir, Suriah, Qatar, dan Irak, mereka tidak mempunyai hak untuk kembali ke Palestina. Mereka diminta agar menetap di pengungsian.

Adapun kompensasi yang akan diberikan AS kepada Palestina, yaitu berdirinya negara Palestina dengan catatan Palestina tidak akan diperkenankan mempunyai militer dan persenjataannya, serta seluruh teritorialnya berada di bawah pengawasan Israel, termasuk wilayah udara Palestina berada di bawah kendali Israel. Palestina dijanjikan akan mendapatkan kompensasi sebesar 50 miliar dolar AS yang akan dikelola oleh negara-negara Arab untuk pembangunan ibu kota Palestina, yang direncanakan akan dibangun di Abi Dis, sebuah desa di Jerusalem Timur.

Semua janji manis yang ditawarkan Israel tersebut akan terwujud dengan satu syarat yang tidak bisa ditawar, yaitu pengakuan Palestina terhadap Israel, termasuk pengakuan dari faksi-faksi Palestina yang selama ini menolak eksistensi Israel, seperti Hamas, al-Jihad al-Islami, dan beberapa faksi lainnya. AS menargetkan masa transisi selama 4 tahun untuk melakukan perbincangan dengan pihak Palestina. Selama masa itu, AS akan melakukan lobi dengan Otoritas Palestina dan faksi-faksi di dalam Palestina.

Sontak, manuver AS tersebut sudah ditolak mentah-mentah oleh pihak Palestina sedari awal. Presiden Palestina Mahmoud Abbas dengan tegas menolak proposal Trump sembari menegaskan bahwa Jerusalem tidak untuk dijual dan ditukar guling dengan iming-iming uang sebesar apapun. Palestina akan berpegang teguh pada kesepakatan Oslo dan hukum internasional yang telah digariskan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Selain itu, faksi-faksi Palestina untuk pertama kalinya berada dalam satu barisan: menolak tawaran Trump. Mereka akan melakukan aksi besar-besaran menolak proposal AS, karena sama sekali tidak memenuhi keadilan dan hak-hak kedaulatan Palestina. Langkah Trump ditengarai akan mengubur seluruh mimpi Palestina dalam mendirikan negara yang merdeka dan berdaulat tanpa determinasi AS dan Israel. Sebab itu, Tepi Barat dan Gaza langsung bergejolak menentang rencana busuk Trump.

Proposal "kesepakatan abad ini" tersebut hakikatnya hanya implementasi dari "penjajahan" AS dan Israel yang sudah berlangsung beberapa dekade belakangan ini. Bahkan proposal tersebut sebenarnya bukan sebuah kemajuan, melainkan sebuah kemunduran bagi perbincangan yang sudah berlangsung lama, khususnya solusi perdamaian dua negara yang lebih mencerminkan keadilan bagi Israel dan Palestina. Hakikatnya, AS sedang mengukuhkan "penjajahan abad ini" di bumi Palestina.

Narasi AS terhadap Palestina tak ubahnya narasi AS terhadap Yaman, Iran, dan Irak. AS selalu mengambil sikap unilateral dalam memecahkan masalah super-rumit di kawasan Timur-Tengah. AS di bawah kepemimpinan Trump telah mengambil langkah fatal, ceroboh, dan tidak masuk akal. Trump ingin mengubur mimpi seluruh warga Palestina, bahkan dunia Arab dan dunia Islam.

Ironisnya, manuver akal-akalan bin ugal-ugalan Trump tersebut diamini oleh sekutunya di kawasan Timur-Tengah, khususnya Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Mesir. Mereka memuji setinggi langit apa yang sedang dilakukan Trump dalam mencampakkan Palestina. Mereka memuji langkah Trump yang secara nyata-nyata ingin mengendalikan penuh Jerusalem, yang selama ini menjadi lokus perjuangan Palestina untuk berkuasa penuh atas kawasan suci Masjid al-Aqsha.

Sementara Iran, Turki, Jordania, dan Libanon berada di barisan menentang manuver AS. Mereka menyebut langkah Trump sebagai langkah yang sangat memalukan dan membuktikan karakter AS yang ingin mempermanenkan penjajahan di kawasan Timur-Tengah, khusunya Palestina. Apa yang dilakukan Trump hakikatnya telah membuyarkan upaya perdamaian yang telah berlangsung lama diupayakan para Presiden AS di masa lalu. AS telah menjerumuskan Palestina ke titik terendah, dan karenanya akan berdampak buruk bagi perdamaian di Timur-Tengah secara umum.

Di dalam AS sendiri, kubu Demokrat menentang langkah Trump tersebut. Kubu Demokrat memandang langkah Trump bukan sebuah rencana perdamaian, melainkan justru perampokan dan kejahatan. Sebagaimana pada kebijakan luar negeri lainnya, Trump terlihat sangat tidak memahami realitas politik dan cenderung melanggar kesepakatan-kesepakatan yang sudah digariskan AS di masa lalu dan resolusi PBB yang telah meletakkan garis-garis besar penyelesaian masalah di Palestina. Di antaranya, Jerusalem yang menjadi kota bersama di bawah otoritas internasional, pemukiman di Tepi Barat sebagai tindakan ilegal, hak-hak pengungsi, dan teritori Palestina mengacu pada kesepakatan 1967.

Maka dari itu, Trump sebenarnya sedang membawa AS pada jurang yang dalam dan sangat berbahaya. Manuver Trump akan memantik kemarahan dan instabilitas yang lebih besar. Meskipun elite politik di Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Mesir berpihak kepada AS dan Israel, tetapi warga di akar rumput hampir bisa dipastikan menentang sikap AS tersebut. Bagi warga Arab dan dunia Islam, Jerusalem merupakan kota suci yang tak bisa disepelekan oleh AS dan Israel. Palestina adalah tanah terjajah yang hingga saat ini belum mendapatkan keadilan.

Manuver Trump yang bernuansa penjajahan itu muncul di tengah proses pemakzulan yang sedang berlangsung di AS dan masa menjelang Pemilu Presiden AS. Trump sedang melakukan manuver untuk mendapatkan dukungan dari pendukung dan lobi Israel. Isu Israel merupakan salah satu isu yang selama ini kerap menjadi instrumen untuk mendapatkan keuntungan elektoral dan finansial.

Namun yang harus diperhatikan Trump dan AS bahwa upaya melemahkan Palestina akan memperburuk citra AS di kawasan Timur-Tengah dan dunia Islam. Kebijakan sepihak AS menjadikan Jerusalem sebagai ibu kota Israel terbukti ditentang oleh mayoritas anggota PBB. Dan sekarang, Trump akan mempertontonkan kembali langkah amoral dan inkonstitusionalnya dengan dalih "kesepakatan abad ini". AS terus terpuruk dan citranya makin buruk. []

DETIK, 30 Januari 2020
Zuhairi Misrawi | Cendekiawan Nahdlatul Ulama, analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East Institute, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar