Manuver
AS Menjajah Palestina Secara Permanen
Oleh:
Zuhairi Misrawi
Langkah
Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk melemahkan posisi Palestina, dan
sebaliknya memperkuat posisi Israel terus berlanjut setapak demi setapak.
Setelah berhasil menjadikan Jerusalem sebagai ibu kota Israel dengan
memindahkan kantor Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Jerusalem, Trump terus
bergerak lebih jauh: mengusir Palestina dari Jerusalem.
Berdalih
proposal "kesepakatan abad ini" (shafaqat
al-qarn), Trump ingin mengesankan seolah-olah AS hendak
mengetengahkan solusi terbaik dalam konflik menua antara Israel-Palestina.
Trump menyebut solusi yang sedang ditawarkan sebagai solusi adil bagi kedua
belah pihak. Namun faktanya tidak demikian. Ada udang di balik batu. Trump
justru sedang bermanuver menggiring Palestina ke kubang kehancuran. Penjajahan
yang sangat menyakitkan Palestina.
Pasalnya,
manuver AS sebagaimana dibocorkan oleh Harian Yedioth Ahronoth, akan menjadikan Israel
berkuasa penuh atas Jerusalem, termasuk menguasai kawasan suci Masjid al-Aqsha
dan Gereja Makam Kristus. Israel akan mendapatkan 30 persen wilayah Tepi Barat
yang selama ini diduduki secara ilegal. Palestina akan mendapatkan 70 persen
dari wilayahnya di Tepi Barat. Sedangkan pengungsi yang saat ini tersebar di
berbagai kawasan, seperti Jordania, Libanon, Mesir, Suriah, Qatar, dan Irak,
mereka tidak mempunyai hak untuk kembali ke Palestina. Mereka diminta agar
menetap di pengungsian.
Adapun
kompensasi yang akan diberikan AS kepada Palestina, yaitu berdirinya negara
Palestina dengan catatan Palestina tidak akan diperkenankan mempunyai militer
dan persenjataannya, serta seluruh teritorialnya berada di bawah pengawasan
Israel, termasuk wilayah udara Palestina berada di bawah kendali Israel.
Palestina dijanjikan akan mendapatkan kompensasi sebesar 50 miliar dolar AS
yang akan dikelola oleh negara-negara Arab untuk pembangunan ibu kota
Palestina, yang direncanakan akan dibangun di Abi Dis, sebuah desa di Jerusalem
Timur.
Semua
janji manis yang ditawarkan Israel tersebut akan terwujud dengan satu syarat
yang tidak bisa ditawar, yaitu pengakuan Palestina terhadap Israel, termasuk
pengakuan dari faksi-faksi Palestina yang selama ini menolak eksistensi Israel,
seperti Hamas, al-Jihad al-Islami, dan beberapa faksi lainnya. AS menargetkan
masa transisi selama 4 tahun untuk melakukan perbincangan dengan pihak
Palestina. Selama masa itu, AS akan melakukan lobi dengan Otoritas Palestina
dan faksi-faksi di dalam Palestina.
Sontak,
manuver AS tersebut sudah ditolak mentah-mentah oleh pihak Palestina sedari
awal. Presiden Palestina Mahmoud Abbas dengan tegas menolak proposal Trump
sembari menegaskan bahwa Jerusalem tidak untuk dijual dan ditukar guling dengan
iming-iming uang sebesar apapun. Palestina akan berpegang teguh pada
kesepakatan Oslo dan hukum internasional yang telah digariskan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Selain
itu, faksi-faksi Palestina untuk pertama kalinya berada dalam satu barisan:
menolak tawaran Trump. Mereka akan melakukan aksi besar-besaran menolak
proposal AS, karena sama sekali tidak memenuhi keadilan dan hak-hak kedaulatan
Palestina. Langkah Trump ditengarai akan mengubur seluruh mimpi Palestina dalam
mendirikan negara yang merdeka dan berdaulat tanpa determinasi AS dan Israel.
Sebab itu, Tepi Barat dan Gaza langsung bergejolak menentang rencana busuk
Trump.
Proposal
"kesepakatan abad ini" tersebut hakikatnya hanya implementasi dari
"penjajahan" AS dan Israel yang sudah berlangsung beberapa dekade
belakangan ini. Bahkan proposal tersebut sebenarnya bukan sebuah kemajuan,
melainkan sebuah kemunduran bagi perbincangan yang sudah berlangsung lama, khususnya
solusi perdamaian dua negara yang lebih mencerminkan keadilan bagi Israel dan
Palestina. Hakikatnya, AS sedang mengukuhkan "penjajahan abad ini" di
bumi Palestina.
Narasi AS
terhadap Palestina tak ubahnya narasi AS terhadap Yaman, Iran, dan Irak. AS
selalu mengambil sikap unilateral dalam memecahkan masalah super-rumit di
kawasan Timur-Tengah. AS di bawah kepemimpinan Trump telah mengambil langkah
fatal, ceroboh, dan tidak masuk akal. Trump ingin mengubur mimpi seluruh warga
Palestina, bahkan dunia Arab dan dunia Islam.
Ironisnya,
manuver akal-akalan bin ugal-ugalan Trump tersebut diamini oleh sekutunya di
kawasan Timur-Tengah, khususnya Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan
Mesir. Mereka memuji setinggi langit apa yang sedang dilakukan Trump dalam
mencampakkan Palestina. Mereka memuji langkah Trump yang secara nyata-nyata
ingin mengendalikan penuh Jerusalem, yang selama ini menjadi lokus perjuangan
Palestina untuk berkuasa penuh atas kawasan suci Masjid al-Aqsha.
Sementara
Iran, Turki, Jordania, dan Libanon berada di barisan menentang manuver AS.
Mereka menyebut langkah Trump sebagai langkah yang sangat memalukan dan
membuktikan karakter AS yang ingin mempermanenkan penjajahan di kawasan
Timur-Tengah, khusunya Palestina. Apa yang dilakukan Trump hakikatnya telah
membuyarkan upaya perdamaian yang telah berlangsung lama diupayakan para
Presiden AS di masa lalu. AS telah menjerumuskan Palestina ke titik terendah,
dan karenanya akan berdampak buruk bagi perdamaian di Timur-Tengah secara umum.
Di dalam
AS sendiri, kubu Demokrat menentang langkah Trump tersebut. Kubu Demokrat
memandang langkah Trump bukan sebuah rencana perdamaian, melainkan justru
perampokan dan kejahatan. Sebagaimana pada kebijakan luar negeri lainnya, Trump
terlihat sangat tidak memahami realitas politik dan cenderung melanggar
kesepakatan-kesepakatan yang sudah digariskan AS di masa lalu dan resolusi PBB
yang telah meletakkan garis-garis besar penyelesaian masalah di Palestina. Di
antaranya, Jerusalem yang menjadi kota bersama di bawah otoritas internasional,
pemukiman di Tepi Barat sebagai tindakan ilegal, hak-hak pengungsi, dan
teritori Palestina mengacu pada kesepakatan 1967.
Maka dari
itu, Trump sebenarnya sedang membawa AS pada jurang yang dalam dan sangat
berbahaya. Manuver Trump akan memantik kemarahan dan instabilitas yang lebih
besar. Meskipun elite politik di Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Mesir
berpihak kepada AS dan Israel, tetapi warga di akar rumput hampir bisa
dipastikan menentang sikap AS tersebut. Bagi warga Arab dan dunia Islam,
Jerusalem merupakan kota suci yang tak bisa disepelekan oleh AS dan Israel.
Palestina adalah tanah terjajah yang hingga saat ini belum mendapatkan
keadilan.
Manuver
Trump yang bernuansa penjajahan itu muncul di tengah proses pemakzulan yang
sedang berlangsung di AS dan masa menjelang Pemilu Presiden AS. Trump sedang
melakukan manuver untuk mendapatkan dukungan dari pendukung dan lobi Israel.
Isu Israel merupakan salah satu isu yang selama ini kerap menjadi instrumen
untuk mendapatkan keuntungan elektoral dan finansial.
Namun
yang harus diperhatikan Trump dan AS bahwa upaya melemahkan Palestina akan
memperburuk citra AS di kawasan Timur-Tengah dan dunia Islam. Kebijakan sepihak
AS menjadikan Jerusalem sebagai ibu kota Israel terbukti ditentang oleh
mayoritas anggota PBB. Dan sekarang, Trump akan mempertontonkan kembali langkah
amoral dan inkonstitusionalnya dengan dalih "kesepakatan abad ini".
AS terus terpuruk dan citranya makin buruk. []
DETIK, 30
Januari 2020
Zuhairi Misrawi | Cendekiawan
Nahdlatul Ulama, analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East
Institute, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar