Inilah Beberapa Hukum
Berpuasa
Menurut ulama ahli fikih, hukumnya puasa
sebagai sebuah ibadah yang dilakukan oleh umat Islam berusia dewasa yang
berakal sehat dan mampu mengerjakannya adalah salah satu dari empat hukum,
yakni adakalanya wajib, sunnah, makruh, atau haram.
A. Puasa yang dihukumi wajib.
Puasa wajib ini, sebagaimana dijelaskan dalam
beberapa referensi fikih Madzhab al-Imam al-Syafi'i, ada enam:
1. Puasa Ramadlan
2. Puasa Qadla'
3. Puasa Kaffarat, seperti kaffarat dzihar,
kaffarat pembunuhan, atau kaffarat jimak (persetubuhan) siang hari pada bulan
Ramadlan.
4. Puasa pada haji dan umrah sebagai ganti
dari penyembelihan dalam fidyah.
5. Puasa dalam kaitannya dengan shalat minta
hujan (al-istisqa') apabila ada perintah dari pemerintah (al-hakim).
6. Puasa nadzar.
B. Puasa yang hukumnya sunnah.
Puasa yang hukumnya sunnah ini terbagi tiga,
sebagai berikut:
1. Puasa yang datangnya berulang sebab
berulangnya tahun, antara lain:
- Puasa hari Arafah, yaitu puasa bagi selain
orang yang berhaji,
- Puasa tanggal 9 (tasua') dan tanggal 10
('asyura') , dan tanggal 11 dari Bulan Muharram, yaitu puasa sunnah untuk
mengingat peristiwa bersejarah saat Allah SWT menyelamatkan nabi-Nya, Musa AS,
dari kejaran Fir' aun dan bala tentaranya,
-Puasa enam hari dari bulan Syawwal, yang
utamanya dikerjakan beriringan setelah usainya puasa Ramadlan, yakni secara
langsung setelah hari raya Idul Fitri (tanggal 1 Syawwal) yang diharamkan untuk
berpuasa.
2. Puasa yang berulang karena berulangnya
bulan, seperti:
- Puasa ayyaam al-bidl (أيام البيض), yaitu
puasa setiap tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan dalam kalender Hijriah.
Disebut "ayyaam al-biidl" karena malam hari yang terang benderang
pada beberapa tanggal tersebut yang disebabkan oleh adanya kesempurnaan bulan
purnama.
- Puasa ayyaam al-suud (أيام السود), yaitu
puasa pada tanggal 28, 29, dan 30 setiap bulan dalam kalender Hijriah. Puasa
ini dinamai "ayyam al-suud" karena kegelapan malam-malam pada
tanggal-tanggal tersebut.
Al-Imam al-Nawawi dalam karyanya, al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab, jilid VI, halaman 385, menulis sebagai berikut:
سبب تسمية هذه الليالي بيضا فقال ابن قتيبة والجمهور لأنها تبيض بطلوع القمر من أولها إلى آخرها وقيل غير ذلك
"Sebab penamaan malam-malam ini dengan nama "biidl (putih)", menurut Ibnu Qutaibah dan jumhur ulama karena malam-malam itu menjadi putih (terang benderang) disebabkan munculnya bulan purnama sejak awalnya hingga akhirnya. Konon ada pendapat lain yang berbeda dari pendapat tersebut. "
3. Puasa yang berulang karena berulangnya
setiap tujuh hari, yaitu puasa sunnah pada hari Senin dan hari Kamis. Puasa
sunnah yang paling utama adalah puasa sehari dan tidak puasa sehari. Ini adalah
puasa yang biasa dilakukan oleh Nabi Daud AS.
C. Puasa yang hukumnya Makruh.
Puasa yang hukumnya makruh ini seperti
mengkhususkan hari Jumat, Sabtu, atau Ahad (Minggu) untuk berpuasa. Hari Jumat
adalah hari raya umat muslim, hari Sabtu adalah hari raya umat Yahudi,
sedangkan hari Minggu adalah hari raya bagi umat Nashrani.
D. Puasa yang hukumnya Haram.
Puasa yang hukumnya haram ini dibagi menjadi
dua bagian, sebagai berikut:
1. Puasa yang haram namun sah puasanya , yaitu puasanya isteri tanpa izin suami dan puasanya budak tanpa izin tuannya.
2. Puasa yang haram yang sekaligus tidak sah
puasanya, yang terdiri dari lima bentuk, yaitu:
(a) puasa pada hari raya Idul fitri, yaitu
berpuasa pada tanggal 1 Syawwal.
(b) puasa pada hari raya Idul Adha, yaitu
berpuasa pada tanggal 10 Dzulhijjah.
(c) puasa pada hari Tasyriq, yaitu berpuasa
pada tanggal 11, 12, dan 13 dari bulan Dzulhijjah.
(d) puasa separuh yang akhir dari bulan
Sya'ban, yaitu berpuasa pada tanggal 16, 17, 18, dan seterusnya hingga akhir
bulan Sya'ban.
(e) puasa pada hari yang meragukan, yaitu
berpuasa pada tanggal 30 Sya'ban bilamana orang-orang telah membicarakan
tentang ru'yatul hilal (melihat bulan sabit di ufuk), atau ketika ada orang
yang kesaksiannya melihat hilal tidak bisa diterima, seperti kesaksian seorang
anak kecil. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar