Jumat, 14 Februari 2020

(Ngaji of the Day) Bentuk-bentuk Syirik dalam Al-Qur’an


Bentuk-bentuk Syirik dalam Al-Qur’an

Menurut Ibn Mandzûr, syirik adalah menyekutukan Allah dalam hal ketuhanan, yakni menuhankan zat lain selain Allah, padahal tidak ada yang mampu menyamai Allah subhanahu wata’ala. (Lihat: Jamâl al-Dîn Ibn Manzûr, Lisân al-ʽArab, [Beirut: Dâr al-Ṣadr, 1414 H], j. 10, h. 448) 

Sedangkan menurut Ibn ʽAsyur (w. 1393 H), syirik adalah menyekutukan Allah dengan hal lain dalam perkara ketuhanan dan ibadah. (Lihat: Ṭâhir Ibn Asyûr, al-Taḥrîr wa al-Tanwîr, [Tunis: al-Dâr al-Tûnîsiya li al-Nasyr, 1984 M], j. 7, h. 333.)

Ibn Mandzur menambahkan dengan mengutip kaul Abu al-ʽAbbas, bahwa syirik bukan berarti hanya menyembah selain Allah dan meninggalkan Allah. Yang dimaksud syirik adalah menyembah Allah dan sesembahan lain selain Allah. Atau dalam bahasa lain, menduakan Allah.

Hal ini bisa dilihat dari firman Allah subhanahu wata’ala dalam QS Al-Anʽam ayat 82:

الذين ءامنوا ولم يلبسوا إيمانهم بظلم

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman.”

Ketika ayat ini disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabat, mereka heran. Mereka merasa bahwa mereka tidak bisa terlepas dari perilaku zalim. Mendengar hal itu, kemudian Rasul mengatakan, “tidak itu, yang dimaksud zalim dalam ayat ini adalah sebagaimana pesan Luqman kepada putranya, Innasy syirka la dzulmun ʽadzîm (QS Luqman: 13), yaitu syirik.” (Lihat: Ṭâhir Ibn Asyûr, al-Taḥrîr wa al-Tanwîr, [Tunis: al-Dâr al-Tûnîsiya li al-Nasyr, 1984 M], j. 7, h. 155.)

Dari hubungan kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa syirik bukanlah berpaling dari Allah menuju tuhan lain selain Allah, melainkan menduakan Allah atau menganggap zat lain sama dan memiliki persamaan dengan Allah.

Dalam Al-Qur’an, kata syirik dan derivasinya ditemukan sebanyak 168 kata dengan 63 kata yang berbeda. (Lihat: Muḥammad Zaki Muhammad Khadr, Muʽjam Kalimât al-Qur’ân al-Karîm, [t.k: t.p, 2012], j. 15, h. 3.)

Namun tidak semua derivasi kata syirik tersebut menjelaskan syirik sebagaimana yang dimaksud dalam definisi di atas. Al-Raghib al-Asfahânî hanya menyebutkan 11 ayat yang berkaitan dengan syirik kepada Allah dan membaginya menjadi dua bagian: 

Pertama, ayat-ayat yang menjelaskan syirik besar (al-syirk al-adhim), seperti QS Al-Nisâ’: 48 dan 116, QS Al-Maidah: 72, QS Al-Mumtahanah: 12, dan QS Al-Anʽam: 148.

Kedua, ayat-ayat yang menjelaskan syirik kecil: QS Al-A’raf: 190, QS Yûsuf: 106, QS Al-Kahf: 110, QS Al-Taubah: 5 dan 30, dan QS Al-Ḥâj: 17. (Lihat: Al-Râghîb al-Asfahânî, Mufradât Alfâdz al-Qurʽân, [Beirut: al-Dâr al-Syamiyyah, 2009 M], h. 452-453.)

Dari 10 ayat tentang syirik di atas, menunjukkan bahwa syirik dalam Al-Qur’an selalu berkaitan dengan tiga hal. 

Pertama, kafir. Yakni tidak menyembah Allah subhanahu wata’ala dan berislam, melainkan beragama Yahudi, Nasrani dan agama-agama lain di luar Islam, sebagaimana tercantum dalam QS Al-Hajj: 17, al-Taubah: 5, al-Anʽam: 148, dan al-Maidah: 172. Walaupun demikian kategori pertama ini tidak bisa serta merta diperangi, kecuali kafir yang memerangi muslim terlebih dahulu. 

Kedua, menyekutukan Allah subhanahu wata’ala. atau menyembah, meminta dan menghamba kepada hal lain selain Allah. Sebagaimana disebutkan dalam QS Al-Nisa’: 48 dan 116, dan QS Al-Mumtahanah: 12. 

Ketiga, riya’ dalam beribadah. Yakni beribadah tidak semata-mata diniatkan karena Allah subhanahu wata’ala. melainkan karena orang lain. Syirik ini disebut oleh Rasul sebagai syirik kecil, yakni syirik yang bisa terjadi ke semua muslim. Sebagaimana disebutkan dalam QS Al-Kahf: 110.

Keempat, terlena dengan nikmat yang diberikan oleh Allah subhanahu wata’ala dan lupa bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana kisah Nabi Adam dan Hawa yang memiliki putra namun lupa bersyukur, sebagaimana dijelaskan dalam QS Al-A’raf: 190. Juga lupa kepada Allah saat bahagia, dan baru ingat kepada Allah saat sengsara, sebagaimana disebutkan dalam QS Yûsuf: 106. []

Ustadz Muhammad Alvin Nur Choironi, pegiat kajian tafsir dan hadits, alumnus Pesantren Luhur Darus Sunnah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar