Bentuk-bentuk Syirik dalam
Al-Qur’an
Menurut Ibn Mandzûr, syirik adalah
menyekutukan Allah dalam hal ketuhanan, yakni menuhankan zat lain selain Allah,
padahal tidak ada yang mampu menyamai Allah subhanahu wata’ala. (Lihat: Jamâl
al-Dîn Ibn Manzûr, Lisân al-ʽArab, [Beirut: Dâr al-Ṣadr, 1414 H], j. 10, h.
448)
Sedangkan menurut Ibn ʽAsyur (w. 1393 H),
syirik adalah menyekutukan Allah dengan hal lain dalam perkara ketuhanan dan
ibadah. (Lihat: Ṭâhir Ibn Asyûr, al-Taḥrîr wa al-Tanwîr, [Tunis: al-Dâr
al-Tûnîsiya li al-Nasyr, 1984 M], j. 7, h. 333.)
Ibn Mandzur menambahkan dengan mengutip kaul
Abu al-ʽAbbas, bahwa syirik bukan berarti hanya menyembah selain Allah dan
meninggalkan Allah. Yang dimaksud syirik adalah menyembah Allah dan sesembahan
lain selain Allah. Atau dalam bahasa lain, menduakan Allah.
Hal ini bisa dilihat dari firman Allah
subhanahu wata’ala dalam QS Al-Anʽam ayat 82:
الذين
ءامنوا ولم يلبسوا إيمانهم بظلم
“Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman.”
Ketika ayat ini disampaikan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabat, mereka heran. Mereka merasa
bahwa mereka tidak bisa terlepas dari perilaku zalim. Mendengar hal itu,
kemudian Rasul mengatakan, “tidak itu, yang dimaksud zalim dalam ayat ini
adalah sebagaimana pesan Luqman kepada putranya, Innasy syirka la dzulmun
ʽadzîm (QS Luqman: 13), yaitu syirik.” (Lihat: Ṭâhir Ibn Asyûr, al-Taḥrîr wa
al-Tanwîr, [Tunis: al-Dâr al-Tûnîsiya li al-Nasyr, 1984 M], j. 7, h. 155.)
Dari hubungan kedua ayat tersebut menunjukkan
bahwa syirik bukanlah berpaling dari Allah menuju tuhan lain selain Allah,
melainkan menduakan Allah atau menganggap zat lain sama dan memiliki persamaan
dengan Allah.
Dalam Al-Qur’an, kata syirik dan derivasinya
ditemukan sebanyak 168 kata dengan 63 kata yang berbeda. (Lihat: Muḥammad Zaki
Muhammad Khadr, Muʽjam Kalimât al-Qur’ân al-Karîm, [t.k: t.p, 2012], j. 15, h.
3.)
Namun tidak semua derivasi kata syirik
tersebut menjelaskan syirik sebagaimana yang dimaksud dalam definisi di atas.
Al-Raghib al-Asfahânî hanya menyebutkan 11 ayat yang berkaitan dengan syirik
kepada Allah dan membaginya menjadi dua bagian:
Pertama, ayat-ayat yang menjelaskan syirik
besar (al-syirk al-adhim), seperti QS Al-Nisâ’: 48 dan 116, QS Al-Maidah: 72,
QS Al-Mumtahanah: 12, dan QS Al-Anʽam: 148.
Kedua, ayat-ayat yang menjelaskan syirik
kecil: QS Al-A’raf: 190, QS Yûsuf: 106, QS Al-Kahf: 110, QS Al-Taubah: 5 dan
30, dan QS Al-Ḥâj: 17. (Lihat: Al-Râghîb al-Asfahânî, Mufradât Alfâdz
al-Qurʽân, [Beirut: al-Dâr al-Syamiyyah, 2009 M], h. 452-453.)
Dari 10 ayat tentang syirik di atas,
menunjukkan bahwa syirik dalam Al-Qur’an selalu berkaitan dengan tiga
hal.
Pertama, kafir. Yakni tidak menyembah Allah
subhanahu wata’ala dan berislam, melainkan beragama Yahudi, Nasrani dan
agama-agama lain di luar Islam, sebagaimana tercantum dalam QS Al-Hajj: 17,
al-Taubah: 5, al-Anʽam: 148, dan al-Maidah: 172. Walaupun demikian kategori
pertama ini tidak bisa serta merta diperangi, kecuali kafir yang memerangi
muslim terlebih dahulu.
Kedua, menyekutukan Allah subhanahu wata’ala.
atau menyembah, meminta dan menghamba kepada hal lain selain Allah. Sebagaimana
disebutkan dalam QS Al-Nisa’: 48 dan 116, dan QS Al-Mumtahanah: 12.
Ketiga, riya’ dalam beribadah. Yakni
beribadah tidak semata-mata diniatkan karena Allah subhanahu wata’ala.
melainkan karena orang lain. Syirik ini disebut oleh Rasul sebagai syirik
kecil, yakni syirik yang bisa terjadi ke semua muslim. Sebagaimana disebutkan
dalam QS Al-Kahf: 110.
Keempat, terlena dengan nikmat yang diberikan
oleh Allah subhanahu wata’ala dan lupa bersyukur kepada Allah subhanahu
wata’ala. Sebagaimana kisah Nabi Adam dan Hawa yang memiliki putra namun lupa
bersyukur, sebagaimana dijelaskan dalam QS Al-A’raf: 190. Juga lupa kepada
Allah saat bahagia, dan baru ingat kepada Allah saat sengsara, sebagaimana
disebutkan dalam QS Yûsuf: 106. []
Ustadz Muhammad Alvin Nur Choironi, pegiat
kajian tafsir dan hadits, alumnus Pesantren Luhur Darus Sunnah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar