Hukum Membunuh dan
Mengonsumsi Daging Kelelawar
Kelelawar adalah satu-satunya mamalia yang
dapat terbang. Dia berasal dari ordo chiroptera dengan kedua kaki depan yang
berkembang menjadi sayap. Setidaknya ada delapan jenis famili kelelawar.
Dalam bahasa Arab, sebagaimana disampaikan
dalam kitab Hâsyiyatâ Qalyûbî wa Umairah juz 4, halaman 261, kelelawar
mempunyai beragam istilah yakni khuffâsy, wathwâth, dan khuththâf. Sebagian
ulama mengatakan berbagai istilah nama tersebut mempunyai maksud bahwa
kelelawar mempunyai perbedaan spesies/jenis, tapi sebagian ulama lain memandang
antara khuffâsy dan wathwâth merupakan sinonim yang mengacu pada hewan yang
sama.
Pada hadits shahih yang diriwayatkan Ibnu
Umar, diceritakan bahwa Rasulullah ﷺ melarang membunuh
kelelawar. Apa pasal? Karena saat Baitul Maqdis dibakar, menurut sebuah
riwayat, kelelawar merupakan hewan yang berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala
agar diberi kekuatan bisa menenggelamkan sehingga Masjidil Aqsha tidak jadi
terbakar.
لَا
تَقْتُلُوا الضَّفَادِعَ فَإِنَّ نَقِيقَهَا تَسْبِيحٌ , وَلَا تَقْتُلُوا
الْخُفَّاشَ فَإِنَّهُ لَمَّا خَرِبَ بَيْتُ الْمَقْدِسِ قَالَ: يَا رَبِّ
سَلِّطْنِي عَلَى الْبَحْرِ حَتَّى أُغْرِقَهُمْ
Artinya: “Janganlah kalian membunuh katak.
Sesungguhnya kicauannya adalah tasbih. Dan jangan lah kalian membunuh
kelelawar. Sebab, ketika Baitul Maqdis dibakar, kelelawar itu berdoa kepada
Allah ‘Ya Tuhan kami, kuasakan kami atas lautan sehingga aku bisa
menenggelamkan mereka’.” (As-Sunan Ash-Shaghir, juz 4, halaman 59)
Masih dalam kitab yang sama, dalam hadits
lain riwayat Aisyah disebutkan bahwa kelelawar melalui sayapnya ikut berusaha
memadamkan api saat Baitul Maqdis dibakar.
وَرُوِيَ
عَنْ عَائِشَةَ فِي الْوَطْوَاطِ وَهُوَ الْخُفَّاشُ أَنَّهَا كَانَتْ تُطْفِئُ
النَّارَ يَوْمَ أُحْرِقَ بَيْتُ الْمَقْدِسِ بِأَجْنِحَتِهَا
Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah tentang
kelelawar. Dia adalah hewan yang memadamkan api dengan sayap-sayapnya pada saat
Baitul Maqdis dibakar.”
Para ulama Syafi’iyyah berpandangan, larangan
membunuh suatu hewan, baik di dalam ataupun di luar tanah haram
(Makkah-Madinah), menunjukkan pula keharaman mengonsumsinya. Logikanya, hewan
tersebut tidak mungkin dimakan sebelum terlebih dahulu membunuhnya. Bila
membunuh saja diharamkan, tentu memakannya pun haram. Rasululullah melarang
membunuh kelelawar, sehingga hukum yang dihasilkan adalah kelelawar haram
dibunuh dan juga haram dimakan.
Secara tegas, Imam Nawawi dalam kitabnya
Al-Majmu’ menyatakan:
وَالْخُفَّاشُ
حَرَامٌ قطعا
Artinya: “Kelelawar hukumnya haram secara
meyakinkan,” (An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab, (Dârul Fikr), juz 9,
halaman 22).
Hal senada diungkap dalam kitab Hâsyiyatâ
Qalyûbî wa Umairah sebagai berikut:
وَيُطْلَقُ
الْخُطَّافُ عَلَى الْخُفَّاشِ وَهُوَ الْوَطْوَاطُ وَهُوَ حَرَامٌ أَيْضًا
Artinya: “Dikatakan Al-Akhuthâf untuk jenis
binatang kelelawar, yaitu Al-Wathwhat hukumnya juga haram,” (Syekh Qalyubi dan
Umairah, Hâsyiyatâ Qalyûbî wa Umairah, juz 4, halaman 261).
Demikian juga As-Syarbini menyatakan, Imam
Nawawi dan Rafi’i sepakat atas keharaman kelelawar. Baik di tanah haram atau di
tanah halal, kelelawar haram dimakan. Begitu pula bagi orang yang sedang ihram
juga dilarang membunuh hewan satu ini. Kaidah kedua imam tersebut, apabila
hewan yang haram dimakan dibunuh orang yang berihram atau di tanah haram tidak
akan terkena denda, maka hal tersebut tidak berlaku bagi kelelawar. Kelelawar
walaupun haram, bagi yang membunuhnya saat ihram, terkena denda.
وَأَمَّا
الْخُفَّاشُ وَيُقَالُ لَهُ الْوَطْوَاطُ فَقَطَعَ الشَّيْخَانِ بِتَحْرِيمِهِ
مَعَ جَزْمِهِمَا فِي مُحَرَّمَاتِ الْإِحْرَامِ بِوُجُوبِ قِيمَتِهِ إذَا
قَتَلَهُ الْمُحْرِمُ أَوْ فِي الْحَرَمِ مَعَ تَصْرِيحِهِمَا بِأَنَّ مَا لَا
يُؤْكَلُ لَا يَجِبُ ضَمَانُهُ، وَالْمُعْتَمَدُ مَا هُنَا.
Artinya: “Kelelawar, juga disebut wathwath,
Syekhain yakin hukumnya haram beserta keyakinan mereka pada hal-hal yang
diharamkan pada saat ihram dengan membayar dendanya apabila dibunuh oleh orang
yang berihram atau di tanah haram walaupun secara mendasar menurut keduanya
bahwa hewan yang tidak halal dimakan, tidak terkena denda apabila dibunuh.
Pendapat yang dibuat pegangan sebagaimana dalam keterangan ini. (Muhammad
As-Syarbini, Mughnil Muhtaj, [Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 1994], juz 6, halaman
153].
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum
membunuh dan memakan kelelawar adalah haram. Hal ini juga berlaku baik bagi
orang yang sedang ihram ataupun sedang tidak berihram. Wallahu a’lam. []
Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di Pesantren
Raudhatul Quran an-Nasimiyyah, Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar