Selasa, 11 Februari 2020

(Ngaji of the Day) Ketentuan Memuji Orang Lain dalam Islam


Ketentuan Memuji Orang Lain dalam Islam

Dalam kehidupan sehari-hari, kita pernah memuji orang lain. Tujuan memuji itu tentu banyak: ada memang karena tulus memuji atau karena tujuan tertentu lainnya.

Dalam Islam, tidak selamanya memuji orang itu boleh. Bahkan dalam hadits Nabi, kalau kamu melihat orang yang suka memuji orang lain, tumpahkanlah debu ke mukanya. Rasulullah SAW berkata:

إِذَا رَأَيْتُمْ المَدَّاحِيْنَ فَاحْثَوْا فِيْ وُجُوْهِهِمُ التُّرَابَ

Artinya, “Jika kalian melihat orang-orang yang suka memuji, maka tumpahkanlah debu ke mukanya,” (HR Muslim).

Mayoritas ulama menyepakati bahwa boleh memuji orang lain kalau orang yang dipuji tidak ada di depan kita. Tapi kalau orang tersebut ada di depan kita dan kita ingin memujinya, maka perlu diperhatikan beberapa saran dari Imam An-Nawawi dalam Al-Adzkar.

Menurut Imam An-Nawawi:

وأما المدح في وجه الممدوح فقد جائت فيه أحاديث تقتضي إباحته أو استحبابه، وأحاديث تقتضي المنع منه. قال العلماء: وطريق الجمع بين الأحاديث أن يقال: إن كان الممدوح عنده كمال إيمان وحسن يقين ورياضة نفس ومعرفة تامة بحيث لايفتنن ولا يغتر بذلك ولا تلعب به نفسه فليس بحرام ولا مكروه، وإن خيف عليه شيء من هذه الأمور كره مدحه كراهة شديدة

Artinya, “Adapun  memuji orang yang berada di hadapan kita, ada beberapa hadits yang membolehkan dan ada pula hadits yang melarang. Para ulama berkata, cara mengakomodasi beberapa hadis tersebut dalam praktiknya adalah bila orang yang dipuji sempurna keimanannya, keyakinannya bagus, dan pengetahuannya sempurna, sekira-kira tidak ada fitnah dan lalai bila dipuji dan hatinya juga tidak goyah, maka memuji tidak haram dan tidak pula makruh. Kalau dikhawatirkan hal seperti itu akan terjadi, sangat dimakruhkan memujinya.”

Memang ada beberapa hadits yang terlihat kontradiksi terkait hukum memuji orang lain. Ada hadits yang melarang, seperti dikutip di atas, dan tidak sedikit pula hadits yang menunjukkan bahwa Nabi sering memuji sahabatnya.

Menurut Imam An-Nawawi, cara memahami hadis tersebut adalah dilihat dari konteksnya. Kalau memang orang yang dipuji keimanannya kuat dan tidak akan lalai dan sombong bila dipuji orang lain, maka pujian untuk orang tersebut dibolehkan.

Sebaliknya, bila orang yang dipuji itu imannya tidak kuat atau gampang tergoda dan sombong bila dipuji orang, maka pujian untuknya tidak boleh. Memujinya dibolehkan, kalau orang yang dipuji tidak ada di hadapan kita. Wallahu a'lam. []

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar