Ziarah Kubur Menjelang
Ramadhan
Diantara tradisi menjelang bulan Ramadhan
(akhir Sya’ban) adalah ziarah kubur. Sebagian mengistilahkan tradisi ini
sebagai arwahan, nyekar (sekitar Jawa Tengah), kosar (sekitar JawaTimur),
munggahan (sekitar tatar Sunda) dan lain sebagainya. Bagi sebagian orang, hal
ini menjadi semacam kewajiban yang bila ditinggalkan serasa ada yang kurang
dalam melangkahkan kaki menyongsong puasa Ramadhan.
Memang, pada masa awal-awal Islam, Rasulullah
saw memang pernah melarang umat Islam berziarah ke kuburan, mengingat kondisi
keimanan mereka pada saat itu yang masih lemah. Serta kondisi sosiologis
masyarakat arab masa itu yang pola pikirnya masih didominasi dengan kemusyrikan
dan kepercayaan kepada para dewa dan sesembahan. Rasulullah saw mengkhawatirkan
terjadinya kesalah pahaman ketika mereka mengunjungi kubur baik dalam
berperilaku maupun dalam berdo’a.
Akan tetapi bersama berjalannya waktu, alasan
ini semakin tidak kontekstual dan Rasulullahpun memperbolehkan berziarah kubur.
Demikian keterangan Rasulullah saw dalam Sunan Turmudzi no 973.
حديث
بريدة قال : قال رسول الله صلى الله علية وسلم :"قد كنت نهيتكم عن زيارة
القبور فقد أذن لمحمد في زيارة قبر أمه فزورها فإنها تذكر الآخرة"رواة
الترمذي (3/370(
Hadits dari Buraidah ia berkata bahwa
Rasulullah saw bersabda “Saya pernah melarang berziarah kubur. Tapi sekarang
Muhammad telah diberi izin untuk berziarah ke makam ibunya. Maka sekarang
berziarahlah..! karena hal itu dapat mengingatkan kamu kepada akhirat.
Demikianlah sebenarnya hukum dasar
dibolehkannya ziarah kubur dengan illat (alasan) ‘tazdkiratul akhirah’ yaitu
mengingatkan kita kepada akhirat. Oleh karena itu dibenarkan berziarah ke makam
orang tua dan juga ke makam orang shalih dan para wali. Selama ziarah itu dapat
mengingatkan kita kepada akhirat. Begitu pula ziarah ke makam para wali dan
orang shaleh merupakan sebuah kebaikan yang dianjurkan, sebagaimana pendapat
Ibnu Hajar al-Haytami dalam kitab ‘al-fatawa al-fiqhiyah al-kubra’. Inilah yang
menjadi dasar para ustadz dan para jama’ah mementingkan diri berziarah ke maqam
para wali ketika usai penutupan ‘tawaqqufan’ kegiatan majlis ta’lim.
Sebagaimana yang ditradisikan masyarakat muslim di Jakarta dan sekitarnya.
وسئل
رضي الله عنه عن زيارة قبور الأولياء فى زمن معين مع الرحلة اليها هل يجوز مع أنه
يجتمع عند تلك القبور مفاسد كاختلاط النساء بالرجال وإسراج السرج الكثيرة وغير ذلك
فأجاب بقوله زيارة قبور الأولياء قربة مستحبة وكذا الرحلة اليها.
Beliau ditanya tentang berziarah ke makam
para wali pada waktu tertentu dengn melakukan perjalanan khusus ke makam
mereka. Beliau menjawab, berziarah ke makam para wali adalah ibadah yang
disunnahkan. Demikian pula perjalanan ke makam mereka.
Adapun mengenai ikmah ziarah kubur Syaikh
Nawawi al-Bantani telah menuliskannya dalam Nihayatuz Zain demikian
keterangannya “disunnahkan untuk berziarah kubur, barang siapa yang menziarahi
makam kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari jum’at, maka Allah mengampuni
dosa-dosanya dan dia dicatat sebagai anak yang taat dan berbakti kepada kedua
orang tuanya”…
Demikianlah hikmah di balik ziarah kubur,
betapa hal itu menjadi kesempatan bagi siapa saja yang merasa kurang dalam
pengabdian kepada orang tua semasa hidupnya. Bahkan dalam keteragan seanjutnya
masih dalam kitab Nihayatuz Zain diterangkan “barang siapa menziarahi kubur
kedua orang tuanya setiap hari jum’at pahalanya seperti ibadah haji”
Apa yang dikatakan Syaikh Nawawi dalam
Nihayuatuz Zain juga terdapat dalam beberapa kitab lain, bahkan lengkap dengan
urutan perawinya. Seperti yang terdapat dalam al-Mu’jam al-Kabir lit Tabhrani
juz 19.
حدثنا
محمد بن أحمد أبو النعمان بن شبل البصري, حدثنا أبى, حدثنا عم أبى محمد بن النعمان
عن يحي بن العلاء البجلي عن عبد الكريم أبى أمية عن مجاهد عن أبى هريرة قال: قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم "من زار قبر أبويه أو احدهما فى كل جمعة غفر له
وكتب برا
Rasulullah saw bersabda “barang siapa
berziarah ke makam kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari jum’at
maka Allah mengampuni dosa-dosanya dan dia dicatat sebagai anak yang ta’at dan
berbakti kepada kedua orang tuanya.
Adapun mengenai pahala haji yang disediakan
oleh Allah swt kepada mereka yang menziarahi kubur orang tuanya terdapat dalam
kitab Al-maudhu’at berdasar pada hadits Ibn Umar ra.
أنبأنا
إسماعيل بن أحمد أنبأنا حمزة أنبأنا أبو أحمد بن عدى حدثنا أحمد بن حفص السعدى
حدثنا إبراهيم بن موسى حدثنا خاقان السعدى حدثنا أبو مقاتل السمرقندى عن عبيد الله
عن نافع عن ابن عمر قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم " من زار قبر أبيه
أو أمه أو عمته أو خالته أو أحد من قراباته كانت له حجة مبرورة, ومن كان زائرا لهم
حتى يموت زارت الملائكة قبره
Rasulullah saw bersabda “Barang siapa
berziarah ke makam bapak atau ibunya, paman atau bibinya, atau berziarah ke
salah satu makam keluarganya, maka pahalanya adalah sebesar haji mabrur. Dan
barang siapa yang istiqamah berziarah kubur sampai datang ajalnya maka para malaikat
akan selalu menziarahi kuburannya”
Akan tetapi tidak demikian hukum ziarah kubur
bagi seorang muslimah. Mengingat lemahnya perasaan kaum hawa, maka menziarahi
kubur keluarga hukumnya adalah makruh. Karena kelemahan itu akan mempermudah
perempuan resah, gelisah, susah hingga menangis di kuburan. Itulah yang
dikhawatirkan dan dilarang dalam Islam. Seperti yang termaktub dalam kitab
I’anatut Thalibin. Sedangkan ziarah seorang muslimah ke makam Rasulullah, para
wali dan orang-orang shaleh adalah sunnah.
(قوله
فتكره) أي الزيارة لأنها مظنة لطلب بكائهن ورفع أصواتهن لما فيهن من رقة القلب
وكثرة الجزع
Dimakruhkan bagi wanita berziarah kubur
karena hal tersebut cenderung membantu pada kondisi yang melemahkan hati dan
jiwa.
Dari keterangan panjang ini, maka tradisi
berziarah kubur tetaplah perlu dilestarikan karena tidak bertentangan dengan
syari’ah Islam. Bahkan malah dapat mengingatkan akan kehidupan di akhirat
nanti. Apalagi jika dilakukan di akhir bulan Sya’ban. Hal ini merupakan modal
yang sangat bagus untuk mempersiapkan diri menyongsong bulan Ramadhan. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar