Jumat, 29 Desember 2017

(Do'a of the Day) 11 Rabiul Akhir 1439H



Bismillah irRahman irRaheem

In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind

Allaahumma innii as'aluka min khairi maa sa'alaka minhu nabiyyuka muhammadun shalallaahu alaihi wa sallama.

Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikan yang dimohonkan oleh Nabi-Mu, Muhammad SAW.

Dari Kitab Al-Adzkar - Imam An-Nawawi, Bagian 18.

Nadirsyah Hosen: As-Saffah (Sang Penumpah Darah): Khalifah Pertama Abbasiyah



As-Saffah (Sang Penumpah Darah): Khalifah Pertama Abbasiyah
Oleh: Nadirsyah Hosen

Transisi kekuasaan dari Dinasti Umayyah ke Dinasti Abbasiyah terjadi lewat pertumpahan darah. Gonjang-ganjing kekuasaan mencapai puncaknya sehingga rezim lama digantikan oleh rezim yang baru. Apakah rezim baru akan membawa perubahan terhadap relasi rakyat dan penguasa? Mari kita Ikuti kisah Khalifah Abbasiyah pertama di bawah ini, dengan berdasarkan sejumlah kitab tarikh yang dijadikan rujukan utama dalam literatur Islam.

Imam Thabari mengisahkan Abul Abbas (721-754), yang dibai’at sebagai Khalifah pertama Dinasti Abbasiyah, naik mimbar Jum’at dan berpidato di depan penduduk Kufah. Berikut ini petikan pentingnya:

يا أهل الكوفة، أنتم محل محبتنا ومنزل مودتنا
أنتم الذين لم تتغيروا عن ذلك، ولم يثنكم عن ذلك تحامل أهل الجور عليكم، حتى أدركتم زماننا، وأتاكم الله بدولتنا، فأنتم أسعد الناس بنا، وأكرمهم علينا، وقد زدتكم في أعطياتكم مائة درهم، فاستعدوا، فأنا السفاح المبيح، والثائر المبير.

“Wahai penduduk Kufah, kalian adalah tempat berlabuh kecintaan kami, dan rumah idaman kasih sayang kami. Dan tidaklah kalian melakukan hal-hal yang bertentangan dengan itu, dan kalian tidak tergoda oleh tindakan para pembangkang sampai Allah mendatangkan kekuasaan kami. Kalian adalah orang yang paling berbahagia dengan adanya kekuasaan kami di tengah kalian. Kalian adalah orang yang paling mulia di mata kami. Dan kami telah menambah gaji kalian seratus dirham. Bersiaplah kalian, karena saya adalah penumpah darah yang halal (al-saffah al-mubih) dan pembalas dendam yang siap membinasakan siapa pun juga (al-tsa’ir al-mubir).”

Sejak itu, Abul Abbas dikenal dengan julukan al-Saffah. Padanya berkumpul dua hal: kedermawanan dan sang penjagal. Kepada penduduk Kufah, tak segan-segan dia meningkatkan pendapatan mereka untuk membeli loyalitas penduduk Kufah yang lebih dari 80 tahun di bawah kekuasaan Dinasti Umayyah. Pada saat yang sama, siapa saja yang berani melawan kekuasaan Abbasiyah, penguasa rezim baru, akan dibunuh dengan kejam.

Dalam awal pidatonya, Abul Abbas As-Saffah menyitir berbagai kezaliman dan kesewenang-wenangan Dinasti Umayyah, dan mengutip berbagai ayat Qur’an mengenai keluarga Nabi (QS 33:33 dan QS 42:23). Ini menggambarkan pijakan teologis yang jelas: pengambil-alihan kekuasaan terjadi untuk menegakkan keadilan dan sekaligus mengembalikan hak keluarga Nabi Muhammad SAW. Dengan kata lain, Abul Abbas berusaha memberi landasan teologis terhadap pengambil-alihan kekuasaan ini.

Abul Abbas memang memiliki nasab yang berasal dari Abbas, paman Nabi Muhammad. Ini berbeda dengan Syi’ah yang menjadikan keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah sebagai jalur nasab keluarga Nabi. Boleh saja secara umum dianggap kekuasaan Abbasiyah ini merupakan Ahlul Bait yang Sunni. Tapi problem teologis yang dialami Syi’ah mengenai legitimasi keimamahan mereka juga dihadapi oleh Abbasiyah: “Apa dasarnya keluarga Nabi mewarisi kekuasaan atas umat?”

Berbeda dengan Syi’ah yang mengambil argumen yang ketat soal imamah, Abbasiyah tetap menggunakan jalur khilafah melanjutkan tradisi Sunni, tapi dengan tambahan justifikasi bahwa kekuasaan khilafah berada di tangan keluarga Nabi dari jalur Abbas. Maka, beredarlah sejumlah riwayat yang meneguhkan posisi teologis Abbaisyah ini. Dengan kata lain, sekali lagi, agama telah dijadikan sebagai alat politisasi kekuasaan. 

Imam Thabari memulai pembahasan tentang kekhalifahan Abbasiyah dengan mengutip riwayat ini:

وكان بدء ذلك- فيما ذكر عن رسول الله ص- انه اعلم العباس ابن عبد المطلب انه تؤول الخلافة إلى ولده، فلم يزل ولده يتوقعون ذلك، ويتحدثون به بينهم

“Awal mula kekhilafahan Bani Abbas adalah bahwa Rasulullah memberitahukan kepada Abbas, pamannya, bahwa khilafah akan ada di tangan anak cucunya. Sejak itulah Bani Abbas membayangkan datangnya khilafah tersebut, dan mereka menyampaikan riwayat ini di kalangan mereka.”

Tapi Imam Thabari, yang dikenal sebagai ahli sejarah, ahli tafsir dan ahli fiqh, tidak menyebutkan sanad dan matan Hadits yang dimaksud. Imam Suyuthi menyebutkan sejumlah riwayat yang berkenaan dengan ini tapi, seperti bisa kita duga, menurut Imam Suyuthi sendiri riwayat-riwayat tersebut cukup lemah.

Misalnya, riwayat dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda kepada pamannya, Abbas: “Dari kalangan kamu ada kenabian dan kerajaan.” Namun dalam perawinya ada nama al-Amiri yang dianggap lemah oleh Imam Suyuthi.

Atau beredar riwayat lain, Nabi bersabda kepada Abbas: “Sesungguhnya Allah membuka agama ini denganku dan menutupnya dengan keturunanmu.” Lagi-lagi Imam Suyuthi memandang riwayat ini lemah.

Serangan juga ditujukan terhadap legitimasi keluarga Nabi dari jalur Abbas. Ini dikarenakan jalur ini bukan keturunan Nabi Muhammad, tapi lebih pada keturunan paman Nabi. Maka, kita dapati berbagai riwayat di Sunan al-Tirmidzi, misalnya, “Abbas adalah bagian dariku dan aku (Nabi Muhmamad) adalah bagian darinya”; “Siapa pun yang menyakiti pamanku (Abbas) berarti dia telah menyakitiku”; dan “Paman seseorang adalah saudara kandung ayahnya atau termasuk dari bagian ayahnya”.

Imam Tirmidzi meriwayatkan berbagai keutamaan Abbas, dan dalam satu riwayat Nabi mendoakan agar Allah mengampuni keturunan Abbas. Riwayat ini seolah hendak melegitimasi bahwa apa pun kekejaman dan pertumpahan darah yang dilakukan Dinasti Abbasiyah akan diampuni Allah.

Hadits hasan gharib ini hanya satu-satunya yang diriwayatkan oleh Sunan al-Tirmidzi dan tidak dijumpai riwayat senada dalam kitab hadits utama lainnya. Toh, meski begitu, ada ulama yang menambahi riwayat doa Nabi di atas dengan kalimat tendensius: “… dan jadikanlah kekhilafahan tetap di pundak keturunan Abbas.” Luar biasa, bukan?

Imam Ahmad dalam kitab Musnad-nya (Hadits Nomor 11333) juga meriwayatkan seolah kehadiran kekuasaan as-Saffah sudah dinubuwatkan oleh Nabi: “Di penghujung zaman dan tersebarnya fitnah akan keluar seorang lelaki yang disebut dengan as-Saffah. Dia akan memberikan harta dengan dermawannya.” Riwayat yang tercantum dalam Musnad Ahmad ini tidak terdapat dalam kitab hadits utama lainnya (kutubut tis’ah).

Ibn Katsir dalam al-Bidayah juga mencantumkan sejumlah riwayat lemah mengenai kekuasaan Dinasti Abbasiyah ini, utamanya berdasarkan riwayat dari Baihaqi. Sekali lagi kita melihat upaya luar biasa untuk melegitimasi kekuasan politik lewat penampakan berbagai riwayat hadits. Dan luar biasanya riwayat-riwayat berbau politik ini terus beredar dan ada saja, bahkan banyak, yang mudah percaya dengan hal-hal semacam ini.

Di atas telah saya kisahkan bagaimana Abul Abbas mendapatkan legitimasi sebagai keluarga Nabi. Lalu, bagaimana dengan kelompok Syi’ah? Semula Syi’ah mendukung Abbasiyah menyingkirkan Dinasti Umayyah. Tragedi kekalahan politik Syi’ah di masa Umayyah seolah menemukan harapan untuk kembali bangkit dengan datangnya pemerintahan Abbasiyah, sebagai sesama keluarga Nabi. Namun, ternyata Abul Abbas berpaling dari mereka. Nasib Syi’ah tidak berubah. Tetap marjinal.

Salah satu bentuk kekejaman Abul Abbas adalah dengan mengundang jamuan makan kepada keluarga Bani Umayyah yang tersisa. Abul Abbas membunuh Sulaiman bin Hisyam bin Abdul Malik dengan tangannya sendiri, dengan cara menariknya keluar dari meja makan. Ini juga dilakukan terhadap 90 orang Bani Umayyah lainnya: dijamu makan, lantas dibantai habis. Bahkan tubuh mereka yang masih menggelepar ditutup dengan permadani, dan as-Saffah dan keluarganya melanjutkan makan malam di atas permadani. Begitu Ibn al-Atsir dalam al-Kamil fit Tarikh menceritakan kekejian ini.

Gubernur Madinah yang diangkat Khalifah Abul Abbas, yaitu Dawud bin Ali, juga membantai semua keluarga Umayyah yang masih tersisa di Mekkah dan Madinah. Politik balas dendam dan pertumpahan darah menjadi ciri dari pemerintahan Abul Abbas.

Abul Abbas as-Saffah hanya berkuasa 4 tahun. Pada 10 Juni tahun 954 Masehi, dia wafat saat masih berusia cukup muda, yaitu 33 tahun. Sebelum wafat, Abul Abbas telah menunjuk saudaranya, Abu Ja’far, dan keponakannya, Isa bin Musa, sebagai satu paket penerus kekhilafahan Abbasiyah.

Ini artinya kekuasaan boleh berganti rezim, namun metode pemilihan khalifah tetap tidak berubah: suara umat tetap tidak berarti. Kekhilafahan hanya berputar di keluarga elite tertentu saja, lewat wasiat penunjukan khalifah sebelumnya.

Insya Allah, kita akan lanjutkan mengaji sejarah politik Islam pada Jum’at berikutnya dengan membahas kisah Khalifah kedua Abbasiyah: Abu Ja’far al-Manshur. []

GEOTIMES, 6 Oktober 2017
Nadirsyah Hosen | Rais Syuriah NU Australia – Selandia Baru dan dosen senior di Faculty of Law, Monash University

Ucapan Selamat Lebaran Gaya Tahun 40-an



Ucapan Selamat Lebaran Gaya Tahun 40-an

Redaksi majalah Berita Nahdlatoel Oelama (selanjutnya BNO) memfasilitasi pembaca untuk mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri tahun 1359 Hijriyah atau Oktober 1940. Redaksi memfasilitasi ucapan tersebut sebanyak empat halaman ekstra 16 A, B, C, D.  

Ucapan selamat disampaikan pengurus NU baik secara organisasi maupun pribadi, Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO) sekarang Gerakan Pemuda Ansor sampai lembaga pendidikan NU. Juga warga umum dari beragam latar belakang profesi semisal guru, agen kapur, meubel, agen BNO, pemilik toko, dan lain-lain. 

Asal daerah warga yang mengucapkan selamat itu tercatat dari Bengkulu, Palembang, Indragiri, Bangka. Rata-rata mereka berasal dari Jawa Timur dan Jawa Tengah seperti Surabaya, Pasuruan, Sidoharjo. Ada juga dari Banyuwangi, Lumajang, Purworejo, Ponorogo, Gresik, Mojokerto dan lain-lain.   

Sementara aksara yang digunakan ucapan selamat itu ada yang berbahasa Arab, Arab Pegon, dan Latin. Penggunaan bahasa ada yang dengan Arab, Indonesia ejaan waktu itu, dan Jawa. 

Rangkaian ucapan selamat dimulai dengan pernyataan dari Hoofdbestuur Nahdlatoel ‘Oelama’ (HBNO) sekarang Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Berikut ucapan HBNO: 

Tersampaikan kepada saudara-saudara kaoem Moeslimin dan Moeslimat, terutama kawan-kawan seagama sefaham, sepergerakan dan sehaloean, dengan ini kami mohon maaf dan ampoen atas kekeliroean, kechilafan, kelantjangan, dosa ketjil dan besar, lahir-batin, dan halalkanlah segala sesoeatoe jang seharoesnja di mohon halalnja: Selamat hari Raja. Selamat berdjoeang dalam djalan Allah!!!

Wassalam dari Hoofdbestuur Nahdlatoel ‘Oelama’ dengan segala bagian-bagiannja.

Berikut ucapan dari pengurus NU tingkat kecamatan Madjlis Wakil Tjabang (MWT) sekarang Majelis Wakil Cabang (MWC):

Kita atas nama “Nahdlatoel Oelama” Madjlis Wakil Tjabang Singosari, berikoet bagian-bagiannja, poen djoega dengan kring-kring wilajah kita (12 resort) lebih koerang dari 800 leden laki-laki dan perempoean, djoega ta’ ketinggalan ANO sji’ib Singosari berikoet poela dari Atvalnja sekali. Atoer periksa ke hadapan para pembatja ‘oemoemnja, teroetama para Nahdlijjin choesoesnja berhoeboeng di dalam hari raja ini (1 Sjawal 1359 ) hari kerachmatan dan kesjoekoeran kita kepada Toehan Allah s.w.a. Dan djoega minta kema’afannja sekalian para pembatja atas kesalahan-kesalahan segala-galanja. Ta’ keloepaan djoega kita memberi kemaafan kepada segenap para sidang pembatja. Moedah-moedahan kesemoeanja tahadi bersama-sama pandjang oemoer, dengan selamat dan to’at kepada Rabboel ‘alamin.

Wassalam

a/n pengoeroes N.O. M.W.T. Singosari 

Ucapan selamat dari salah seorang warga: 

Lepaslah soedah kita berbakti 
Berpoeasa berbilang hari
Bertarawich, berdaroes Qoer’an soetji
Moga-moga dterimalah oleh Robbal ‘Izzati
Kini Idilfitri lah nampak kembali 
Hari bersjoekoer ke chadirattirabbi 
Dan… wahai teman serta sanak famili 
Maafkanlah kesalahan kami dan isteri 

M. Noersjamsi Kebagoesan Grisee
1 Sjawal ‘59

Dari  pedagang:

Terimalah silaturachmi kita 
H. Djafar “Agent Kapoer”
Pasoeroean 

(Abdullah Alawi)

(Khotbah of the Day) Kelahiran Rasulullah, Anugerah Terbesar Allah



KHOTBAH JUM'AT
Kelahiran Rasulullah, Anugerah Terbesar Allah

 اَلْحَمْدُ للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِىْ جَعَلَ الْاِسْلَامَ طَرِيْقًا سَوِيًّا، وَوَعَدَ لِلْمُتَمَسِّكِيْنَ بِهِ وَيَنْهَوْنَ الْفَسَادَ مَكَانًا عَلِيًّا. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا حَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Pada kesempatan ini, khotib berwasiat khususnya kepada diri khotib sendiri dan umumnya kepada para jamaah sekalian untuk kita tingkatkan iman dan takwa kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala 

Iman dalam pengertian

التَّصْدِيْقُ الجَازِمُ بِمَا جَاءَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Yaitu pembenaran hati kita secara mantap terhadap seluruh ajaran yang dibawa oleh Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. 

Dan takwa dalam pengertian 

امْتِثَالُ أَوَامِرِ اللهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ سِرًّا وَعَلَانِيَّةً ظَاهِرًا وَبَاطِنًا

Kita melaksanakan segala perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan kita menjauhi segala larangan-Nya. Sirran wa alâniyatan. Baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Dhâhiran wa bâtinan. Lahir maupun batin. Dilihat maupun tidak dilihat orang. Dipuji maupun tidak dipuji orang. Kita tetap melaksanakan apa yang diwajibkan Allah subhanahu wa ta’ala kepada kita. Wasiat ini bukanlah sekadar wasiat rutin yang disampaikan para khotib di mimbar Jumat, namun menurut Imam al Haddad, dalam kitab an-Nashaih ad-Diniyyah, wasiat takwa adalah:

وَصِيَّةُ اللهُ رَبُّ الْعَالمَين لِلأَوَّلِيْنَ وَالأخِرِيْن وَالسَّابِقِيْنَ وَاللَّاحِقِيْنَ

Wasiat Allah subhanahu wa ta’ala Tuhan semesta alam bagi orang-orang dahulu, sekarang maupun yang akan datang. Semoga Allah Ta’al a menerima ketakwaan kita baik yang wajib maupun yng sunnah. Amin ya Robbal Alamin.

Jamaah Shalat Jumat yang dimuliakan Allah subhanahu wa ta’ala

Dalam buku berjudul Cahaya karya al Imam al Habib Abu Bakar bin Hasan Al Athas Azzabidi, disebutkan pernah terjadi dialog antara Allah ta’ala dengan Nabiyullah Dawud Alaihissalam. Yaitu Nabiyulloh Dawud Alaihissalam bertanya kepada Allah ta’ala: “Ya Allah, nikmat apakah yang kecil di sisi-Mu?”. Allah ta’ala menjawab, “Napas yang kamu hirup sehari-hari adalah nikmat yang kecil di sisi-Ku”. Bayangkan, napas yang kita hirup sehari-hari, yang menjadi oksigen bagi kita, bagi Allah ta’ala adalah nikmat terkecil. “Lalu nikmat apakah yang paling terbesar di sisi-Mu?” Tanya Nabi Daud lagi. “Diciptakannya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam” jawab Allah ta’ala.

Tak heran, jika dalam hadist Qudsi dikatakan:

لَوْلَاكَ لَوْلَاكَ يَا مُحَمّد لما خَلَقْتَ الأَفْلَاك 

Artinya: Jika bukan karena engkau wahai Muhammad, tidak akan aku ciptakan alam semesta ini. 

Kelahiran Nabi Muhammad shalllallahu alaihi wasallam, memang anugerah dan kado terindah bagi umat manusia dari Allah yang wajib kita syukuri. 

Allah ta’ala berfirman:

قَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا

Artinya: “Sungguh-sungguh Allah ta’ala telah memberikan karunia bagi orang-orang beriman tatkala Dia mengutus bagi mereka seorang Rasul”. (QS Ali Imran: 164)

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti kita tahun, tak terasa kita sudah memasuki bulan Rabi’ul Awwal, bulan kelahiran Baginda Rasulullah Sallallahu alaihi wasallam. Seorang Rasul yang diutus untuk membawa rahmat dan kasih sayang bagi manusia dan semesta alam. Rahmatan lil ‘alamîn. 

Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam menyeru kepada seluruh umat manusia ke jalan Allah subhanahu wa ta’ala. Jalan kebenaran. Jalan tauhid. Jalan yang lurus. (as-Sirotul mustaqim). Yaitu jalan orang-orang yang telah diberikan nikmat oleh Allah ta’ala, dari para Nabi dan Rasul, dan orang-orang terdahulu yang solih. Yaitu, jalan Islam. 

Semua Nabi dan Rasul terdahulu, aqidahnya sama tidak boleh kita beda-bedakan.

لَا نُفَرِّقُ بَيْنَهُمْ أَيْ فِي اْلعَقِيْدَة

Sejak Nabiyullah Adam ‘alaihissalam, hingga Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, mereka menyerukan kalimat Tauhid untuk mengesakan Allah subhanahu wa ta’ala. La Ilaha Illallah. Meski syari’atnya berbeda-beda, pada akhirnya, semua syari’at para Nabi dan Rasul terdahulu disempurnakan oleh syariat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam. Yang berat diringankan. Yang susah menjadi mudah. Itulah ciri khas syariat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam.  

Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam membawa agama Islam. Yaitu agama yang diridhai oleh Allah subhanahu wa ta’ala

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

Artinya: “Sesungguhnya agama yang diterima di sisi Allah subhanahu wa ta’ala adalah al Islam.” (QS Ali Imran: 19)

Syekh Nawawi Banten, dalam Tafsirnya, Marah Labid fi Tafsiril Qur’anil Majid (Juz 1 halaman 91) mengatakan bahwa pengertian ayat tersebut adalah bahwa tidak ada agama yang diridhai oleh Allah subhanahu wa ta’ala kecuali Islam, yaitu agama tauhid dan syari’at yang mulia yang pernah ditempuh oleh para Rasul terdahulu. Turunnya ayat ini karena ada klaim agama-agama lain, yaitu Yahudi dan Nasrani, yang merasa lebih baik, lebih benar, dan lebih utama dibandingkan Islam.  

Semoga kita diberikan Allah subhanahu wa ta’ala  kekuatan dan istiqomah dalam mengikuti ajaran Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Meneladani jejak kehidupannya yang penuh cahaya ilmu dan hikmah. Banyak bershalawat kepadanya. Dalam diri Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sungguh terdapat suri teladan yang baik dan patut dicontoh. Kecuali kekhususan-kekhususan yang melekat pada dirinya, semua ucapan dan tindakan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam adalah untuk diikuti. Sebagaimana dikatakan Syekh Abdul Hamid Hakim dalam kitab ushul fiqih Mabadi Awwaliyah:

الأَصْلُ فِي أَفْعَالِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الاِقْتِدَاءُ إِلَّا مَا دَلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى اخْتِصَاصِهِ

“Hukum asal segala perbuatan Nabi adalah untuk diikuti kecuali ada dalil yang mengkhususkannya.”

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم


Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ


Sumber: NU Online