Selasa, 30 April 2013

(Do'a of the Day) 20 Jumadil Akhir 1434H


Bismillah irRahman irRaheem

 

In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind


Rabbi innahunna adllalna katsiiran minannaasi; faman tabi’anii fainnahuu minnii; waman ‘ashaanii fainnaka ghafuurun rahiimun.

 

Ya Tuhan-ku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barang siapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barang siapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

 

Dari Al Qur’an, Juz 13, Surat Ibrahim (14), ayat (36).

(Kuliner of the Day) Sensasi Hitam Pekatnya Arabica Gayo Highlands

Ngopi hitam? Wuih... Walaupun bukan perokok, namun merasakan sensasi kopi yang hitam dan pekat merupakan kesukaan tersendiri buat saya. Kopi hitam jenis apa saja saya suka, terutama jenis kopi arabika. Pernah dulu merasakan ulee kareng, sempat juga menjajal yang espresso. Bahkan, kopi yang gilingan sendiri di pasar tradisional juga tidak kalah nikmatnya.

 

Nah, terbaru, saya berkesempatan menjajal sensasinya Arabica Gayo Highlands.

 
Dia adalah kopi hitam mantab asli Gayo, yang khusus ditanam di kawasan Bukit Sama, Aceh Tengah, di ketinggian 1300 dpl.
 
Lantas bagaimanakah aroma wangi dan sedapnya? Uuughhhh... Luar Biasa.
 

Mahfud MD: Mengadili Pemilu yang Amburadul


Mengadili Pemilu yang Amburadul

 

"KRIIING! Halo Bapak, kami mahasiswa-maahasiswa Papua di Jogja mau mengadu kepada Mahkamah Konstitusi (MK) karena hak konstitusional kami untuk memilih dirampas. Kami tak boleh ikut mencontreng, Bapak."Itulah suara penelepon yang masuk ke HP saya Jumat 10 April 2009 pukul 14.00.

 

"Kriiing! Halo Mas Mahfud, ada parpol meminta Saya mengajukan gugatan pemilu ke MK karena daftar pemilih tetap (DPT) kacau balau. Banyak warga partai tersebut yang tak masuk DPT sehingga partai kehilangan banyak suara," itu suara penelepon lain, seorang pengacara, yang menghubungi saya pada pukul 16.30 di hari yang sama.

 

Kepada kedua penelepon itu saya menjawab bahwa masalah tersebut tidak bisa diperkarakan ke MK karepa berada diluar wewenang MK.

 

"Mengapa tak bisa, Bapak? Bukankah MK harus melindungi hak konstitusional warga negara?" tanya mahasiswa dari Papua itu. "Lho kok aneh. Bukankah MK itu harus mengadili pelanggaran pemilu?" sergah pengacara yang mewakili keinginan sebuah parpol itu.

 

Kepada mahasiswa asal Papua itu saya menjelaskan bahwa benar Setiap pelanggaran atas hak konstitusional warga negara dapat diperkarakan ke pengadilan. Tetapi, tidak semua pelanggaran atas hak konstitusional bisa diperkarakan ke MK. Pelanggaran hak konstitusional dalam suatu perkawinan bagi keluarga muslim, misalnya, tempat memerkarakannya di pengadilan agama.

 

Penghinaan yang juga merupakan pelanggaran atas hak konstitusional di bidang pidana hanya bisa diadili oleh pengadilan umum. Pembuatan keputusan pejabat yang melanggar hak konstitusional pegawai negeri bisa diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

 

Jadi, meski sama-sama mengandung kata "konstitusi', tidak semua pelanggaran hak konstitusional itu bisa dibawa ke MK. Ada jalur peradilanya sendiri -sendiri.

 

Akan halnya wewenang MK untuk mengadili kasus pemilu haruslah diingat bahwa menurut pasal 24C UUD 1945, MK hanya mengadili perselisihan hasil pemilu, bukan mengadili proses dan pelanggaran pidana dan administrasi pemilu. Untuk itu MK tidak bisa membatalkan pelaksanaan pemilu, tetapi bisa membatalkan dan mengubah perolehan suara masing-maSing parpol yang ditetapkan oleh KPU: Itu intinya.

 

Jika dalam praktik MK menjadikan berbagai pelanggaran atau karut-marut pemilu itu sebagai bahan pertimbanga di dalam membuat putusan, hal itu bisa saja sejauh kasus-kasus tersebut diyakini telah memengaruhi perhitungan suara hasil pemilu.

 

Dalam soal karut-marut dan amburadulnya DPT, MK tak bisa mengadili karena dua hal. Pertama, masalah itu ada di luar kewenangan MK karena bukan perselisihan hasil pemilu, tapi amburadulnya proses pemilu.

 

Kedua, secara materiil karut-marut atau amburadul DPT itu bersifat random (acak),tidak hanya menimpa pemilih parpol tertentu tetapi menimmpa hampir semua parpol.

 

Misalkan Partai Demokrat, Partai Gerindra dan Partai Amanat Nasional mengklaim ribuan anggotanya tidak dapat memilih karena tidak terdaftar di DPT, maka hal yang sama menimpa Partai Golkar, PDIP dan parpol-parpol lain.

 

Oleh sebab itu, tak mungkinlah dapat dihitung oleh siapa pun berapa besar suara untuk masing-masing parpol yang seharusnya diperoleh seandainya tidak ada kekacauan DPT.

 

Ingatlah, orang-orang yang memiliki kartu anggota atau me-ngaku mendukung suatu parpol belum tentu akan benar-benar memilih parpol yang bersangkutan. Di bilik suara, setiap orang bisa memilih parpol apa pun yang tak boleh diintip olehsiapa pun. Inilah yang tak memungkinkan MK mengadili soal DPT itu dalam kaitanya dengan hasil pemilu.

 

Soalnya apakah perampasan Hak konstitusional seperti amburadulnya DPT itu tak bisa diadili? Jawabnya tentu saja bisa, tapi bukat di MK. Pelanggaran itu bisa saja di ajukan ke pengadilan umum sebaga tindak pidana karena, misalnya menghalangi orang untuk menggunakan hak pilih dalam pemilu Siapa pun yang menghalangi hak orang untuk memilih, apakah itu pimpinan KPU, pejabat pemerintah, atau orang biasa bisa diajukan ke peradilan pidana. Ancaman hukumannya bisa dua tahun pidana penjara.Tinggallah pembuktian di pengadilan, apakah kekacauan DPT itu karena kesengajaan atau kealpaan.

 

Jadi, janganlah setiap ada apa-apa yang berkaitan dengan hak konstitusional mau diperkarakan ke MK. Jalur hukum pasti ada, tetapi tak harus ke MK. []

 

Moh. Mahfud MD, Akademisi

 

Sumber:

(Ensiklopedi of the Day) Tragedi Losarang


Tragedi Losarang

 

Tragedi politik menjelang Pemilu 1971. Losarang adalah sebuah daerah basis Partai NU di wilayah Kabupaten Indramayu, yang mengalami kekerasan sadis, diteror dan diintimidasi.


Penduduknya mengungsi untuk menyelamatkan diri, sebagian mereka tinggal di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama,Jalan Kramat Raya 164, Jakarta.


Peristiwa ini terungkap dan diangkat di harian Sinar Harapan. Koran ini mengirim seorang wartawannya, Panda Nababan, untuk meliput Losarang. Nababan datang ke Losarang ditemani KH Yusuf Hasyim dan Zamroni.


Mereka menyaksikan masjid dibakar atau rumah-rumah dihancurkan. Nababan mengatakan warga NU Losarang meninggalkan tiba-tiba rumahnya, karena dirinya menyaksikan di atas meja makan masih ada piring-piring dan cangkir beserta makanan yang membusuk.


Setelah tiba di Jakarta, Nababan melaporkan liputannya dengan judul “Empatpuluh Lima Djam Bersama Orang Kuat NU”. Tulisan tersebut dimuat di halaman pertama lengkap dengan foto yang menunjukkan kondisi Losarang, dan berencana dimuat berseri.


Tapi tulisan kedua tidak sempat muncul, karena dihentikan tentara. Nababan sendiri dibawa ke Markas Intelijen Pertahanan dan Keamanan. Interogasi ini merupakan yang kedua setelah diciduk oleh Kodim Indramayu dan disuruh pergi dari Indramayu. []

 

(Hamzah Sahal)

(Ngaji of the Day) Hadis Qudsi: Buah Kolaborasi Firman Allah dan Hadis Nabi


Hadis Qudsi: Buah Kolaborasi Firman Allah dan Hadis Nabi

Oleh: Muhairil Yusuf

 

Dari Abu Hurairah beliau berkata: “Rasulullah bersabda:

Sesungguhnya Allah berfirman pada hari kiamat: Di manakah orang-orang yang saling mencintai demi keagungan-Ku? Hari ini kunaungi mereka di bawah naungan-Ku di mana hari tiada naungan kecuali naungan-Ku”

 

Esensi Hadis Qudsi

 

Secara terminologi pengertian Hadis Qudsi adalah: ragam khusus dari Hadis-Hadis yang diriwayatkan dari Nabi saw, yang beliau sandarkan kepada Allah. Dengan sebab penyandaran tersebut, Hadis-Hadis ragam ini memperoleh kekudusan (kesucian), dan karena itu pulalah terkadang Hadis Qudsi ini di disebut al Hadis al-Ilahiyah dan al-Hadis al-Rabbaniyah.

 

Penjelasan tentang Hadis Qudsi ini, banyak ditemukan diberbagai definisi dan pendapat para ulama terdahulu dan masa kini yang pantas untuk dikemukakan. Adapun salah satu dari definisi tertua mengenai Hadis Qudsi adalah apa yang dikemukakan oleh As-Syarif al-Jurjani (w.816 H) dalam bukunya at-ta'rifat, yaitu:

 

Hadis Qudsi, dari segi makna bersumber dari Allah, dan dari segi redaksi bersumber dari Rasulullah.

 

Hadis Qudsi merupakan sesuatu yang diberitakan Allah kepada Rasul-Nya melalui ilham, atau mimpi, kemudian Rasulullah menyampaikannya kepada umat manusia dengan memakai redaksi yang beliau susun sendiri (seiring qudrah dan iradah-Nya). Karena itu al-Qur'an lebih mulia dari pada Hadis Qudsi, sebab lafaz al-Qur'an termasuk yang diturunkan-Nya.

 

Sejalan dengan definisi di atas juga dipaparkan oleh al-Mulla bin Muhammad al-Qari, pakar hukum Islam bermadzhab Hanafi (w. 1016 H), dalam mukaddimah karyanya al-Hadis al-Qudsiyyah al-Arba'iniyyah.

 

Bersamaan dengan definisi di atas, masih ada pendapat-pendapat lain yang hampir tidak keluar dari kandungan apa yang telah disebut di atas. Misalnya definisi Muhammad bin Yusuf al-Kirmani yang mengomentari kandungan kitab as-Shahih al-Bukhari (w. 743 H), Ibnu Hajar al-Atsqalani, yang mengomentari kitab al-Arba'in an-Nawawiyyah (w. 974 H), Muhammad bin 'Allan ash-Shiddiqi asy-Syafi'i, yang mengomentari kitab ar-Riyadh as-Shalihin ( w. 1057 H).

 

Adapun keinginan para ulama terkait dengan Hadis Qudsi adalah berupaya untuk menjelaskan esensi Hadis Qudsi menyangkut beberapa hal:

 

1. Perbedaan Antara Hadis Qudsi Dengan Hadis Nabi

 

Secara kesimpulan, Hadis Nabi, sanadnya berakhir pada Rasulullah. Sedang Hadis Qudsi sanadnya berlanjut hingga kepada Allah. Dengan demikian ia adalah firman Allah, seperti pada Hadis yang mengharamkan penganiayaan, yakni: ''wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan penganiayaan atas diri-Ku, dan Aku menjadikannya di antara kamu pun haram, karena itu, janganlah saling menganiaya,

 

Namun penting untuk diketahui bahwa hal ini tidak menafikan bahwa Hadis Nabi secara umum adalah wahyu dari Allah, berdasarkan firman-Nya: ''Sesungguhnya dia ( Muhammad ) tidak berucap dari hawa nafsu,'' (QS. An-Najm : 53).

 

2. Cara Kehadiran Hadis Qudsi Dari Segi Redaksi Dan Esensinya

 

Dalam pembahasan ini, ada dua pendapat ulama. 1) Sebagian berpendapat bahwa lafaz dan maknanya sama-sama dari Allah dengan alasan bahwa Hadis Qudsi secara tegas dinisbatkan kepada Allah, dan penamaannya sebagai Qudsi, Ilahi, dan Rabbany, demikian juga dengan redaksinya yang menggunakan kata pada persona pertama (Allah).

 

2) sebagian ulama yang lain menyatakan bahwa yang dari Allah hanya maknanya saja, dengan alasan-alasan yang sama dengan apa yang di kemukakan tadi, adapun redaksinya merupakan susunan dari Rasulullah atas izin dan iradah Allah, dengan sebab itu Hadis Qudsi tidak dapat menjadi mukjizat, dan boleh jadi berbeda-beda dalam periwayatannya,

 

Perbedaan pendapat ini tidak terlalu signifikan, selama terdapat kesepakatan tentang sumber maknanya yaitu dari Allah, dan bahwa Hadis Qudsi tersebut tidak merupakan mukjizat dan tidak juga tercakup dalam janji pemeliharaan Allah sebagaimana al Qur'an. Dari asumsi ini dapat disimpulkan bahwa redaksi tersebut diucapkan Nabi melalui ilham atau taufik Allah.

 

3. Bentuk-Bentuk Redaksi Periwayatan Hadis Qudsi

 

Mengenai hal ini ada dua bentuk redaksi periwayatan Hadis Qudsi yang di perkenalkan para ulama.

 

Pertama, -dan ini yang dianggap afdhal oleh ulama salaf- yaitu memulai Hadis Qudsi itu dengan berkata:

''Nabi Bersabda, dari apa yang beliau riwayatkan dari Allah Azza Wa Jalla (yang Maha Mulia lagi Maha Agung )''.

 

Kedua, menggunakan redaksi ''Allah berfirman, sebagaimana diriwayatkan dari-Nya oleh Rasulullah,''

 

Sebenarnya dari dua periwayatan ini hampir sama hanya saja redaksinya yang sedikit terdapat perbedaan tapi tetap se arti. Kalau lebih diteliti lagi secara cermat kita akan menemukan berbagai riwayat Hadis Qudsi yang berbeda dengan apa yang telah dipaparkan di atas, seperti berikut ini:

 

Hadis Qudsi tersebut dimulai dengan redaksi: ''Rasulullah Bersabda, Allah Azza Wa Jalla berfirman'', kemudian sang perawi menyebut teks Hadis.

 

Firman Allah dalam Hadis Qudsi tersebut disampaikan bukan dalam bentuk ''Dia berfirman'', seperti Hadis Qudsi yang diriwayatkan imam Muslim: ''Setelah Allah telah menyelesaikan ciptaan, Dia memutuskan dalam ketetapan-Nya atas diri-Nya, maka keputusan itu ada di sisi-Nya, 'sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan amarah-Ku'. Teks terakhir ini diriwayatkan secara sangat pasti dengan bentuk persona pertama kepada Allah.

 

Dalam suatu redaksi Hadis hampir tidak ditemukan Hadis yang dari awal hingga akhir berupa Hadis Qudsi semua, tetapi bagian Qudsinya hanya yang dinisbatkan secara jelas kepada Allah, setelah dimulai dengan Sabda Nabi yang menjelaskan konteks pembicaraan. Seperti Hadis yang diriwayatkan oleh Imam an-Nasa'i, Rasulullah bersabda: ''Tuhanmu kagum terhadap seorang pengembala kambing, di belahan puncak suatu Gunung, dia mengumandangkan azan untuk salat, lalu ia melaksanakan salat, Allah Azza Wa Jalla (Yang Maha Mulia lagi Maha Agung ) befirman: ''lihatlah kepada hamba-Ku ini…''

 

Bagian Hadis yang Qudsi, termasuk ke dalam Hadis sebagaimana yang terdapat di atas, tetapi kenisbatannya kepada Allah dipahami dari konteksnya, tidak dengan redaksi yang tegas menisbatkan kepadanya. Seperti dalam Hadis riwayat Imam Muslim: ''Rasulullah bersabda: ''dibuka pintu-pintu surga (setiap) hari Senin dan Kamis, ketika itu setiap hamba yang tidak diampuni adalah seorang yang terdapat antara dia dan saudaranya (seagama) permusuhan. Menyangkut mereka akan dikatakana (oleh allah): ‘tangguhkan kedua orang itu sampai mereka berdamai''.

 

Epilog

 

Semua bentuk redaksi tersebut memiliki sifat ke-qudsian (kesucian), karena semua mengandung redaksi yang dinisbatkan kepada Allah. Dan dari penjabaran di atas kita bisa membedakan dengan sendirinya antara Hadis-Hadis, apakah ini berupa Hadis Qudsi atau Hadis yang murni dari Rasulullah. Wallahu ‘a’lam. []

 

Sumber: Buletin Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan – Jawa Timur

Senin, 29 April 2013

(Do'a of the Day) 19 Jumadil Akhir 1434H


Bismillah irRahman irRaheem

 

In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind


Rabbij ‘alhaadzal balada aamanawwaj nubniyya anna’budal ashnaama.

 

Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.

 

Dari Al Qur’an, Juz 13, Surat Ibrahim (14), ayat (35).

(Buku of the Day) Kisah-kisa​h Dari Buntet Pesantren


Pahlawan-Pahlawan Dari Pesantren

 



 

Judul                : Kisah-kisah Dari Buntet Pesantren

Penulis             : Munib Rowandi Amsal Hadi

Penerbit            : KALAM (Komunikatif dan Islami)

Tahun               : II, 2012

Tebal                : x + 94 Halaman

Harga               : Rp. 25.000,-

 

Kiprah dan peran pesantren dalam sejarah perjuangan kemerdekaan tidak dapat disangsikan lagi, pun dalam mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Beberapa catatan sejarah pesantren dapat dijadikan kunci kuat keabsahan perlawanan mereka terhadap kaum penjajah, atau terhadap siapapun yang juga dapat mengancam keberadaan bangsa dan negara.


Lebih dari itu, dalam sejarahnya, beberapa pesantren justru dibangun berdasarkan respon dan reaksi perlawanan terhadap segala bentuk penindasan, oleh karena itu tak jarang jika keberadaan pesantren dinilai sebagai simbol perlawanan paling diperhitungkan oleh bangsa penjajah, termasuk Pesantren Buntet, Cirebon, Jawa Barat. Semenjak berdirinya, pesantren ini diwarnai dengan pelbagai peristiwa yang bersinggungan dengan perjuangan kaum sarungan untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia.


“Kisah-kisah dari Buntet Pesantren” adalah pilihan tepat untuk menelusuri peta perjuangan para kiai dan santri. Dalam buku ini, dimuat banyak catatan menarik mengenai tokoh-tokoh kunci dalam beberapa peristiwa penting sepanjang sejarah kemerdekaan Indonesia, selain itu, buku ini juga menceritakan tentang simpul-simpul jaringan pesantren, serta mengupas segenap ciri khas dunia pesantren seperti istilah karomah, berkah, laduni, dan sisi-sisi lain dunia pesantren yang wajib diketahui oleh para pembaca secara umum, bisa dikatakan, selain berupa catatan sejarah pesantren, buku ini juga dapat dijadikan semacam kamus untuk mengetahui lebih banyak tentang dunia pesantren dan segala identitas lainnya.


pesantren Buntet Cirebon didirikan oleh seorang ulama bernama Kiai Muqayyim, sosok yang arif ini secara ikhlas melepas status sosialnya yang dinilai bergengsi pada saat itu, demi melakukan perlawanan keras terhadap segala bentuk ketidak-adilan yang dilakukan oleh penjajah Belanda.


“Maka dengan kebencian dan kekesalan yang mendalam terhadap penjajah Belanda, pada tahun 1770 Kiai Muqayyim meninggalkan Keraton Kanoman dan pergi ke bagian Cirebon Timur Selatan untuk mencari perkampungan yang cocok dengan hati nuraninya”. (Hal. 5).


Selain kisah perlawanan dan perjuangan Kiai Muqayyim, dalam buku ini juga dimunculkan tentang sosok kunci terjadinya peristiwa “10 November 1945” di Surabaya. Dalam peristiwa tersebut dikisahkan “Menurut Hadaratussyekh KH Hasyim Asy’ari, perlawanan akan dimulai nanti kalau sudah datang ulama dari Cirebon”. Dan ulama yang dimaksud adalah KH. Abbas Abdul Jamil, penerus Kiai Muqayyim dalam mengasuh dan mengembangkan Pondok Pesantren Buntet, Cirebon, saat itu. (Hal.49).


Dalam jati diri pesantren, perjuangan tidak hanya berupa melancarkan perlawanan terhadap bangsa penjajah, namun juga kepada gerakan apapun yang dinilai dapat mengancam persatuan dan kesatuan negara. Oleh karena itu, “Ketika DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) mengadakan pemberontakan dan hendak mendirikan negara di wilayah Negara Republik Indonesia, Buntet Pesantren termasuk pesantren yang menentang DI/TII dan harus diperangi karena dihukumi bughat (makar). (Hal. 58).


Kisah-kisah kepahlawanan kiai sepuh pesantren Buntet terus berlangsung, kepahlawanan dimaknai secara tak terbatas, dalam arti, perjuangan untuk kepentingan umat dan bangsa menjadi muatan penuh dalam sejarah panjang pesantren ini. Buku ini juga mengenalkan tentang bentuk perjuangan dan kepahlawanan yang dilakukan oleh para kiai meski dalam keadaan negara yang sudah merdeka.


Buku setebal 94 halaman ini akan mengenalkan pembaca kepada tokoh-tokoh penting lain seperti Kiai Kriyan, Kiai Mujahid, Kiai Imam, Kiai Akyas, hingga Kiai Fuad Hasyim dengan segala keistimewaan dan bentuk-bentuk perjuangannya.


Sayangnya, dalam membaca buku ini akan dijumpai beberapa kekurangan, diantaranya adalah pendeskripsian peristiwa yang dapat dinilai kurang begitu menggoda dan tanpa menggunakan pendekatan sastra sama sekali, karena penarasian buku ini cenderung menggunakan tradisi penulisan berita juga pemaparan hasil wawancara dengan pelbagai sumber. Namun hal tersebut dirasa tidak mengurangi pentingnya keberadaan buku ini; sebagai salah satu dari sejuta cara untuk mencintai pesantren, para kiai, dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Selamat membaca. []


Peresensi: Sobih Adnan, Santri Pondok Pesantren Buntet dan Kempek, Cirebon.

BamSoet: APBN dan Kehendak Pemimpin

APBN dan Kehendak Pemimpin

Bambang Soesatyo
Anggota DPR RI/
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tak mampu memperbaiki kesejahteraan rakyat karena terus dirundung masalah. Kalau pemimpin visioner dan benar-benar hendak membangun, APBN mestinya mampu memperbaiki kesejahteraan rakyat  dan berkekuatan melengkapi infrastruktur.

Forum Alumni Kelompok Cipayung mengajak masyarakat untuk mengalihkan perhatian pada persoalan lain yang tak kalah urgensinya. Mereka mempertanyakan arah dan pemanfaatan kekuatan APBN. Karena berpendapat bahwa APBN tahun-tahun terakhir tidak lagi pro rakyat, Forum Alumni Kelompok Cipayung pun berniat  menggugat APBN ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Apakah gugatan akan diterima atau ditolak MK, itu persoalan lain. Terpenting, semua komponen bangsa, termasuk pemerintah dan DPR, sudah diingatkan tentang rendahnya efektivitas pengelolaan APBN untuk melayani kepentingan rakyat dan membangun negara.

Sejatinya, visi atau kehendak pemimpin dalam membangun bangsa akan tercermin pada arah dan tujuan APBN. Sebab, melalui APBN-lah pemimpin bisa merealisasikan konsep-konsep pembangunan yang dicanangkannya, merealisasikan janji-janjinya, serta menunjukan kepedulian kepada kelompok-kelompok warga yang berkekurangan atau miskin. Singkat kata, APBN adalah mesin ekonomi yang mestinya dikendalikan seorang pemimpin untuk mencapai kemajuan bangsa, setahap demi setahap.

Oleh Karena itu, pemimpin harus terlibat dan mencermati betul proses perencanaan dan perumusan APBN.  Dia harus yakin betul bahwa visinya membangun negara dan rakyat dipahami dan dipatuhi secara konsisten oleh para pembantunya, baik di tingkat maupun di tingkat daerah. Pemahaman dan Kepatuhan yang konsisten itu harus tercermin dari program dan rencana proyek setiap kementerian dan daerah yang tertuang dalam APBN.

Artinya, jika pemimpin berkehendak kuat mengurangi jumlah warga miskin, kehendak itu harus tercermin dalam APBN. Lewat APBN pula rakyat bisa membaca ambisi pemimpin membangun dan melengkapi infrastruktur di berbagai daerah; membangun pelabuhan, Bandar udara, rel kereta api (KA) hingga jalan dan irigasi. Apakah pemimpin bersungguh-sungguh memenuhi dan melindungi kebutuhan pokok rakyat pun bisa dibaca dari format APBN.

Akan sangat merepotkan jika pemimpin pasif dan nrimo dalam perencanaan dan perumusan APBN. Kalau pasif. Berarti dia dalam posisi tidak mengendalikan arah dan tujuan APBN. Visinya membangun negara dan rakyat belum tentu terakomodasi dalam APBN. Padahal, prioritas peruntukan atau pemanfaatan kekuatan APBN butuh arahan dan keputusan seorang pemimpin. Kalau arah dan tujuan APBN di luar kendali pemimpin, para pembantunya akan merencanakan dan merumuskan APBN sesuka hati. Risikonya, pemimpin akan kecolongan.

Itulah yang terjadi pada APBN 2013. Presiden jelas-jelas kecolongan. Februari lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakui APBN 2013 bermasalah, karena sebagian besar dialokasikan untuk subsidi dan belanja pegawai. Akibatnya, alokasi anggaran untuk belanja modal dan pembangunan infrastruktur sangat minim.

Dalam APBN tahun berjalan, alokasi anggaran untuk belanja pegawai mencapai Rp 241 triliun. Dari jumlah ini, sebesar Rp 212 triliun untuk gaji dan tunjangan pegawai. Berapa volume anggaran untuk pembangunan infrastruktur? Hanya dialokasikan Rp 216 triliun.

Rendahnya pengelolaan anggaran di sejumlah daerah terbilang sangat memprihatinkan. Sebuah kajian menyebutkan bahwa tidak kurang dari 302 daerah berani mengalokasikan 50 persen APBD-nya untuk belanja pegawai. Bahkan, terdapat 11 daerah yang sangat berani, karena mengalokasikan belanja pegawai hingga 70 persen.

Postur anggaran seperti itu bukan hanya tidak efisien, melainkan sangat tidak sehat. Bahkan tidak berkeadilan. Pihak yang patut dipersalahkan tidak hanya penerima atau pelaksana anggaran, melainkan juga mereka yang menyetujui dan meloloskan postur anggaran seperti itu. Pada akhirnya, yang patut juga untuk dipersoalkan adalah politik anggaran pemerintah. Sebab, yang terlihat adalah APBN yang lebih memrioritaskan pelayanan kepada birokrasi. Sementara perhatian terhadap kepentingan rakyat sangat minim.

Makin Lemah

Postur APBN harus ideal dan realistis, sesuai kemampuan keuangan negara. Pola APBN 2013 tidak boleh berulang, dan karenanya harus dikoreksi. Bagaimana pun, gelembung anggaran belanja pegawai mencerminkan perilaku tidak realistis. Kalau postur 2013 dipertahankan, kemampuan APBN untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat dan membangun infrastruktur akan terus melemah.

Sebab, tanpa penggelembungan belanja pegawai pun, daya atau kemampuan APBN sudah tergerogoti. Utamanya karena beban kewajiban mencicil pokok dan bunga utang luar negeri plus utang dalam negeri. Beban yang satu ini masih terbilang besar, karena alokasinya mencapai 25 persen dari total APBN.

Konstitusi juga mewajibkan APBN menyisihkan 20 persen untuk sektor pendidikan. Setelah sektor pendidikan, pemerintah pusat pun masih diwajibkan untuk mentransfer 30 persen dari total APBN ke daerah. Artinya, volume anggaran, baik yang dikelola pusat maupun daerah, masih terbilang cukup besar. Namun, kekuatan volume anggaran itu tidak efektif karena lemahnya koordinasi pusat dan daerah, serta faktor ketidaksiapan manajemen pemerintah daerah.

Melemahnya APBN bisa dirasakan masyarakat kebanyakan dari keluhan pemerintah akan gelembung subsidi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, ditambah ketidakmampuan pemerintah pusat-daerah mengoreksi gejolak harga kebutuhan pokok rakyat. Dengan terjadinya pembengkakan anggaran belanja pegawai dalam APBN 2013, fungsi APBN dalam mewujudkan kenyamanan hidup rakyat akan jauh berkurang. Maka, menaikkan harga BBM bersubsidi menjadi pilihan yang sulit dihindari pusat. Dan, APBN pun sudah tak mampu melakukan intervensi pasar untuk mengoreksi harga kebutuhan pokok  rakyat.

Berkait dengan gelembung belanja pegawai dalam APBN, sudah muncul kesan bahwa telah terjadi  disorientasi dalam proses dan realisasi  pembangunan nasional. Disorientasi arah pembangunan itu ditandai dengan rendahnya efektivitas pengelolaan anggaran pembangunan.

Selain tekanan membayar utang, APBN  sekarang ini terjangkiti dua penyakit akut, yakni  penyerapan yang sangat lamban dan masalah ketidakjelasan prioritas peruntukan.

Penyerapan  anggaran yang lamban sudah berlangsung bertahun-tahun. Sudah berulangkali pula pemerintah didesak untuk meningkatkan efektivitas penyerapan anggaran. Namun, hingga tahun anggaran 2012 lalu, tidak ada perbaikan yang signifikan.

Belum lagi persoalan itu dituntaskan, perumusan dan pengelolaan  APBN memunculkan masalah baru, yakni ketidakjelasan prioritas peruntukan. APBN tahun-tahun terakhir sangat boros untuk belanja rutin pemerintah pusat, termasuk gaji PNS pusat dan daerah.

Dengan posturnya yang demikian, APBN jelas-jelas tidak pro rakyat. Muncul kesan, Prioritas peruntukan APBN lebih untuk melayani dan meningkatkan kesejahteraan pejabat negara serta PNS, ketimbang upaya memperbaiki kesejahteraan rakyat. Contoh kasusnya adalah BBM bersubsidi.

BBM bersubsidi sudah berkembang menjadi kebutuhan rutin rakyat. Dalam mengelola anggaran BBM bersubsidi, pemerintah melakukan begitu banyak kesalahan dan kesalahan itu selalu berulang setiap tahunnya. Akibatnya, 30 persen BBM bersubsidi tidak tepat sasaran karena dicuri. Ketika volume subsidi menimbulkan masalah bagi APBN, pemerintah menyalahkan rakyat karena serapan BBM bersubsidi sering melampaui kuota tahun anggaran,

Kalau sekarang volume belanja rutin dalam APBN terus menggelembung, pemerintah seharusnya berani menyalahkan dirinya sendiri. Kalau belanja rutin yang besar itu berbuah pada birokrasi negara yang produktif, barangkali tidak ada masalah. Namun, nyatanya, remunerasi gaji PNS sekalipun tak bisa menghentikan gelombang korupsi. []



Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

(Ngaji of the Day) Shalat Dhuha


Ragam Shalat Sunnah (5)

Shalat Dhuha

 

Shalat dhuha adalah shalat sunat yang dikerjakan pada waktu dhuha. Yaitu waktu ketika matahari terbit hingga terasa panas menjelang shalat Dzuhur. Mungkin dapat diperkirakan sekitar pukul tujuh sampai pukul sebelas. Shalat dhuha sebaiknya dilakukan setelah melewati seperempat hari. Artinya, jika satu hari (12 jam, terhitung dari pukul 5 pagi – pukul 5 sore) dibagi empat maka shalat dhuha sebaiknya dilakukan pada seperempat kedua dalam sehari, atau sekitar pukul sembilan. Sehingga setiap seperempat hari selalu ada shalat. Terhitung dari shubuh sebagai shalat pertama mengisi waktu paling dini. Kemudian shalat dhuha sebagai shalat kedua. Ketiga shalat dhuhur dan keempat shalat ashar. Jika demikian maka dalam satu hari keidupan kita tidak pernah kososng dari shalat.

 

Shalat dhuha memiliki beberapa fadhilah yang pertama adalah mengikuti sunnah Rasulullah saw. sebagaimana beliau berwasiat kepada Abu Hurairah, ia berkata:

 

عن أبي هريرة رضي الله عنه أنه قال : " أوصاني خليلي بثلاثٍ : صيامِ ثلاثةِ أيامٍ من كل شهر ، وركعتي الضحى ، وأن أوتر قبل أن أنام " ( رواه البخاري

 

Rasulullah saw, kekasihku itu berwasiat padaku tiga hal pertama puasa tiga hari setiap bulan, kedua dua rakaat dhuha (setiap hari), ketiga shalat witir sebelum tidur.

 

Diantara fadhilah yang lain adalah menjadikan diri bersih dari dosa yang memungkinkan terkabulnya segala do’a. Sebagaimana hadits Abu Hurairoh .

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : " مَنْ حَافَظَ عَلَى سُبْحَةِ الضُّحَى غُفِرَتْ ذُنُوبُهُ ، وَإِنْ كَانَتْ أَكْثَرَ مِنْ زَبَدِ الْبَحْرِ "

 

Barang siapa menjaga shalat dhuha, maka Allah akan mengampunin segala dosanya walaupun sebanyak buih di lautan.

 

Dan yang tidak kalah penting adalah fadhilah yang langsung ditegaskan oleh Allah melalui Rasulullah saw dalam hadits Qudsi.

 

عن أبي الدرداء وأبي ذرِّ ( رضي الله عنهما ) عن رسول الله صلى الله عليه وسلم : عن الله تبارك وتعالى أنه قال : ابن آدم ، اركع لي أربع ركعاتٍ من أول النهار أكفك آخره " ( رواه الترمذي )

 

Dari Abi Darda’ dan Abi Dzar dari Rasulullah saw (langsung) dari Allah Tabaraka wa Ta’ala “ruku’lah untukku empat rakaat di permulaan hari (pagi), maka Aku akan mencukupimu di sisa harimu”

 

Shalat dhuha minimal dilaksanakan dua raka’at, dan yang baik adalah empat rekaat sedangkan sempunanya adalah enam raka’at, dan yang paling utama adalah ukuran maksimal yaitu delapan rakaat.Shalat dhuha sebaiknya dilakukan dua rakaat untuk satu kali salam, walaupun boleh melangsungkannya dalam empat raka’at sekaligus. Untuk dua rakaat shalat dapat dimulai dengan niat أصلى سنة الضحى ركعتين لله تعالى Ushalli sunnatad dhuha rak’ataini lillahi ta’ala. Aku niat shalat dua dua raka’at karena Allah.

 

Kemudian dilanjutkan dengan bacaan al-Fatihah dan disusul kemudian surat was-Syamsi wa dhuhaha untuk raka’at pertama dan qul ya ayyuhal kafirun untuk raka’at kedua. Demikianlah selanjutnya diulang dengan bacaan surat semampunya.Adapun bacaan do’a dalam shalat dhuha sangatlah beragam akan tetapi yang masyhur adalah

 

اللَّهُمَّ إنَّ الضُّحَى ضَحَاؤُك وَالْبَهَا بَهَاؤُك وَالْجَمَالُ جَمَالُك وَالْقُوَّةُ قُوَّتُك وَالْقُدْرَةُ قُدْرَتُك وَالْعِصْمَةُ عِصْمَتُك اللَّهُمَّ إنْ كَانَ رِزْقِي فِي السَّمَاءِ فَأَنْزِلْهُ وَإِنْ كَانَ فِي الْأَرْضِ فَأَخْرِجْهُ وَإِنْ كَانَ مُعْسِرًا فَيَسِّرْهُ وَإِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ وَإِنْ كَانَ بَعِيدًا فَقَرِّبْهُ بِحَقِّ ضَحَائِكَ وَبِهَائِك وَجَمَالِك وَقُوَّتِك وَقُدْرَتِك آتِنِي مَا آتَيْت عِبَادَك الصَّالِحِينَ

 

Allahumma innad dhuhaa dhuha uka, wal bahaa bahaa-uka, wal jamaala jamaa-luka, wal quwwaata quwwatuka, wal qudrota qudrotuka, wal ishmata ishmatuka. allahumma inkaana rizqi fis-samaa-i fa-anzilhu, wainkaana fil-ardli fa akhrijhu, wainkaana mu’siron fayassirhu, wainkaana charooman fathohhirhu, wainkaana ba’iidan faqorribhu, bichaqqi dhuhaaika, wajaamalika, wabahaaika, waqudrotika, waquwwatika, waishmatika, aatini maa’ataita ‘ibaadakash-sholichiin.

 

(Ya Allah sesungguhnya waktu dhuha adalah dhuha-mu, dan keindahan adalah keindahan-mu, dan kebagusan adalah kebagusan-mu, dan kemampuan adalah kemampuan-mu, dan kekuatan adalah kekuatan-mu, serta perlindungan adalah perlindungan-mu. ya allah apabila rizqiku berada dilangit maka mohon turunkanlah, bila di bumi mohon keluarkanlah, bila sulit mudahkanlah, bila jauh dekatkanlah, dan bila haram bersihkanlah, dengan haq dhuha-mu, keindahan-mu, kebagusan-mu, kemampuan-mu, kekuatan-mu dan perlindungan-mu, berikanlah kepadaku apa saja yang engkau berikan kepada hamba-hambamu yang sholeh).

 

Sumber: NU Online

Jumat, 26 April 2013

(Do'a of the Day) 16 Jumadil Akhir 1434H


Bismillah irRahman irRaheem

 

In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind


Rabbi qad aataitanii minal mulki wa’allamtanii min ta’wiilil ahaaditsi; faathiras samaawaati wal ardhi; anta waliyyii fiddunyaa wa aakhirati; tawaffanii musliman wa alhiqnii bishshaalihiina.

 

Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian takbir mimpi.  (Ya Tuhan). Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.

 

Dari Al Qur’an, Juz 13, Surat Yusuf (12), ayat (101).

(Ponpes of the Day) Asrama Perguruan Islam Tegalrejo - Magelang, Jawa Tengah


Asrama Perguruan Islam Tegalrejo - Magelang

 



 

Kekejaman Belanda semasa perang kemerdekaan II tahun 1948-1949 sangat dirasakan oleh segenap santri dan pengasuh Pondok Pesantren Tegalrejo ini. Bangunan-bangunan pesantren yang ada beserta kitab-kitab milik para pengasuh, pada tahun 1948 dirusak dan dibakar oleh Belanda. Akibatnya, selama satu tahun penuh sejak peristiwa itu, kegiatan PP Tegalrejo mengalami fathrah (vakum), tanpa kegiatan. Baru pada tahun 1950, oleh KH Chudlori bin Ichsan, menantu KH Dalhar, pimpinan PP Watucongol, Muntilan, Kabupaten Magelang, PP Tegalrejo dibangun lagi. Pesantren ini telah banyak melahirkan alumni yang menjadi tokoh masyarakat. KH Abdurahman Wahid, mantan ketua Tanfidziyah PBNU dan menantu Presiden RI, tercatat sebagai salah seorang alumni Pesantren ini.

 

Masyarakat dan Potensi Wilayah


Mayoritas penduduk wilayah Tegalrejo beragama Islam, meskipun tidak seluruhnya taat menjalankan ibadat. Pekerjaan sebagian besar penduduk sebagai petani, sebagian lainnya sebagai pegawai, pedagang, buruh dan lain-lain.


Di lingkungan Pondok Tegalrejo terdapat beberapa buah Pondok Pesantren. Di antaranya PP Muttalibin dengan pengasuhnya Kyai Muthalib, saudara KH Abdurrahman, PP Tarbiyatun-Nisa’, dengan penga¬suhnya KH Madrik Chudlori. Ada lagi PP Asrama Perguruan Islam (API) Putri, dengan pengasuhnya Kyai Damanhuri (menantu Kyai Chudlori Ichsan). Tidak jauh dari Desa Krajan, di Desa Kuripan terdapat sebuah PP dipimpin oleh KH Ichsan.


Pengelolaan Pondok Pesantren


Pendiri sekaligus pengelola pertama PP Tegalrejo adalah KH Chudlori, yang di lingkungan santri dikenal sebagai Muassis. Dari nama “Asrama Perguruan Islam” ini, sang Muassis mempunyai harapan nantinya para mutakhorijin (alumni) PP ini benar-benar terdorong untuk menjadi guru ngaji. Kepemimpinan KH Chudlori berjalan sampai tahun 1977, saat beliau meninggal dunia. Dan sejak itu, KH Abdurrahman dan KH Ahmad Muhammad, dua orang di antara putra-putranya, ditunjuk untuk melanjutkan kepemimpinan PP. Di samping kedua orang kyai tersebut, di lingkungan PP Tegalrejo ada dikenal istilah ahlil-bait, yaitu keluarga kyai.


Kepengurusan PP dijabat oleh santri senior. Kyai dan keluarganya (ahlil-bait), dalam kepengurusan ini secara formal hanya duduk sebagai penasihat. Kepengurusan PP Salaf ini terdiri atas dewan penasihat dengan 5 orang kyai, ketua dengan 2 orang anggota, sekretaris dengan 4 orang anggota, dan bendahara dengan 3 orang anggota. Di samping keempat unsur tersebut, dalam kepengurusan pondok ini dibentuk 19 seksi, 3 kelompok penanggung jawab kegiatan, 10 regu pengurus komplek serta 5 kelompok petugas piket.

Kegiatan Pendidikan


1. Pendidikan sekolah

Program pendidikan yang diselenggarakan sejak dahulu menggunakan sistem klasikal. Bentuk pendidikan yang ada berupa madrasah yang terdiri dari 7 kelas. Kurikulum yang dipakai dari kelas 1 sampai kelas terakhir secara berjenjang mempelajari khusus ilmu agama, baik itu fikih, aqidah, akhlaq, tasawuf dan ilmu alat (nahwu dan sharaf) yang semuanya dengan kitab berbahasa Arab.


Kitab-kitab yang diajarkan di bidang fikih antara lain Safinatun-Najah, Fathul Qorib, Minhajul-Qowin, Fathul-Wahhab, al-Mahalli, Fathul Mu’in, dan Uqdatul-Farid. Di bidang ushul fiqih antara lain Faraidul-Bahiyah. Di bidang tauhid antara lain Aqidatul-Awam. Di bidang nahwu antara lain ash-Shorof Tasrifiyat. Di bidang balaghah antara lain Jauharatul Maknun, Sullamul Munauroqi. Di bidang akhlaq/tasawuf antara lain Ta’limul Muta’alim, Ihya ‘Ulumiddin. Di bidang tafsir al-Quran antara lain Tafsir Jalalain. Di bidang hadis antara lain Shahih Bukhari. Di bidang muthala’ah hadis antara lain al-Baiquniyah.


Kelas 1 s/d 7 di PP Tegalrejo, oleh masyarakat lebih dikenal dengan nama kitab yang dipelajari. Seperti tingkat I dikenal Jurumiyah Jawan, Tingkat II dengan nama Jurumiyah, tingkat III dengan nama Fathul Qorib, tingkat IV dengan Alfiyah, tingkat V dengan Fathul Wahab, tingkat VI dengan al-Mahalli, tingkat VII dengan Fathul Mu’in dan tingkat VIII dengan Ihya ‘Ulumuddin.


2. Kegiatan ekstrakurikuler

Sejak tahun 1993, PP Tegalrejo setiap bulan Ramadlan mengirimkan santri seniornya ke daerah-daerah yang membutuhkan dai/muballigh. Daerah yang sering mengajukan permintaan antara lain daerah Gunungkidul, Bojonegoro, Sragen dan Banyumas.


Di lingkungan PP ini juga diselenggarakan Bahtsul Masail, yakni pembahasan masalah-masalah aktual. Kegiatan lainnya adalah Jam’iyyatul Quro, yaitu membaca al-Quran secara bersama-sama. Selain itu juga “Khotbah Komplek”, yaitu latihan berkhotbah/pidato.


Kemudian pertemuan setiap hari Senin yang dihadiri para alumni PP. Pertemuan ini dikenal sebagai acara Seninan.


Pertemuan mutakhorijin (alumni) PP diseleng¬garakan setiap 35 hari, yaitu pada hari Ahad Kliwon. Acara ini lebih dikenal sebagai acara Selapanan.


3. Ciri Khas

PP Tegalrejo dikenal dengan sistem salafnya yang mempelajari ilmu fikih beserta ilmu-ilmu alatnya.


Santri, Kyai dan Ustadz/ Guru


Pada tahun 2001 penghuni PP Tegalrejo tercatat 3.002 santri. Seluruhnya merupakan santri mukim. Dari jumlah itu, 300-an santri berasal dari Kabupaten Magelang, lainnya 2.702 berasal dari luar wilayah kabupaten-kebupaten di Jawa, dan juga luar Jawa.


Di lingkungan PP Tegalrejo ini terdapat 9 orang kyai, yang seluruhnya putra dan cucu dari Kyai Chudlori. Masing-masing kyai menangani bidang tertentu.


KH Abdurrahman merupakan pengasuh ter¬tinggi di bidang pengajaran. KH Ahmad Muhammad adalah pengasuh di bidang hubung¬an sosial kemasya¬rakatan.


Sedang ustadz/guru yang mengajar berjumlah sekitar 200 orang. Mereka alumni PP ini. Para ustadz/guru di pondok tidak memperoleh fasilitas khusus dari PP, seperti gaji, kamar khusus atau makan cuma-cuma. Mereka mengajar santri dengan niat mengabdikan ilmu dan tenaganya untuk agama.

  
Sarana dan Prasarana


Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh PP adalah sebagai berikut: 1 mushala, 44 kamar dua lantai, 2 ruang kantor, 14 kamar tamu, 1 kolam wudlu, 1 gedung pertemuan wali santri, kolam mandi, 1 dapur, 1 tempat pesucen, 32 WC besar, 24 urinoir.


Untuk pengadaan makan sehari-hari, para santri secara jam’iyyah membayar iuran perbulan sebesar harga beras/jagung 10 kg atau kesepakatan pengurus kamar. Pembayaran syahriyah ini diberikan kepada seksi jam’iyyah kamar, selanjutnya seksi jam’iyyah membelanjakan serta memasak nasi (atau orang yang ditunjuk). Adapun untuk sayur dan lauknya, para santri membeli sendiri di kantin-kantin yang tersedia di dalam Pesantren. Sedang untuk makan para ustadz dan pegawai, disediakan kantin oleh Pesantren dengan cara membelinya.

 

Lokasi

 

Lokasi Pondok Pesantren A.P.I (Asrama Perguruan Islam) Tegalrejo berada di desa Tegalrejo Magelang. Kurang lebih pada 9 km. sebelah timur Kota Magelang menuju arah Kopeng-Salatiga.

 

Telp:(0293) 362903 – 313000

Fax:3148862



 

Dari berbagai sumber.

Dahlan: "Sirotol Mustaqim" Untuk Tiga Juta Ton Gula


“Sirotol Mustaqim” Untuk Tiga Juta Ton Gula

 

Sudah pasti kita tidak akan bisa swasembada daging di tahun 2014. Persoalan masih begitu banyak. Bahkan roadmap menuju sana pun ternyata salah. Baiknya kita susun roadmap yang baru yang lebih realistis, tidak ABS dan tidak asbun.

 

Bagaimana dengan gula? Idem dito. Tidak mungkinlah tahun depan swasembada gula. Tidak ada tanda-tanda sirotol mustaqim menuju ke sana. Saya belum pernah tahu adakah roadmap itu. Pernahkah disusun, dibahas, diusulkan, dan kemudian disepakati. Mungkin saja ada, hanya saya yang tidak mengikuti pembahasannya. Saya kan baru 1,5 tahun berada di kabinet.

 

Tapi dari pengalaman 1,5 tahun menggeluti pabrik gula BUMN, saya berkesimpulan tidak mungkin swasembada gula bisa dicapai tahun depan. Tidak ada logikanya. Tidak ada tanda-tandanya.

 

Kebutuhan gula kita 5,7 juta ton setahun. BUMN dengan 52 pabrik gulanya memproduksi 1,6 juta ton tahun lalu. Itu sudah naik drastis dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kenaikan itu diperoleh dengan kerja keras di segala lini. Tahun ini kerja keras itu ditingkatkan lagi. Tapi maksimal hanya akan meningkat sampai 1,9 juta ton.

 

Pabrik-pabrik gula swasta memproduksi satu juta ton. Dengan demikian BUMN dan swasta hanya mampu menyediakan gula maksimum 2,9 juta ton. Jelas masih ada kekurangan tiga juta ton. Itulah yang harus diimpor. Baik dalam bentuk gula pasir/cair untuk industri makanan/minuman maupun dalam bentuk raw sugar.

 

Pernah ada semacam roadmap lama: perusahaan-perusahaan yang diberi izin impor raw sugar harus membangun pabrik gula. Impor itu dimaksudkan untuk sementara. Keuntungan impor raw sugar bisa untuk modal membangun pabrik gula baru. Dengan demikian kekurangan gula teratasi, harganya terkendali, inflasi tidak melonjak, dan modal untuk bikin pabrik gula baru bisa didapat.

 

Tapi semua itu hanya di atas kertas. Kenikmatan impor “raw sugar” ternyata telah memabukkan siapa saja. Orang mabuk bisa lupa jalan menuju pulang, apalagi jalan menuju swasembada. Dua tahun telah lewat. Tiga tahun berlalu. Empat tahun tidak ada kabar. Lima tahun sunyi. Enam tahun lupa.

 

Pernah pula ada ide revitalisasi pabrik gula BUMN. Begitu gencarnya ide itu sampai-sampai diyakini itulah obat kuat satu-satunya. Memang pabrik-pabrik gula BUMN sudah pada tua. “Otot-ototnya sudah kendor dan syahwatnya melemah”. Tidak ada jalan lain kecuali mesin-mesinnya diganti dengan baru, besar, dan modern.

 

Saya percaya revitalisasi sangat penting. Saya percaya mengganti mesin-mesin lama dengan yang baru mampu menaikkan produksi. Tapi saya tidak percaya bahwa itu satu-satunya obat kuat. Saya lebih percaya pada pembenahan manajemennya, perbaikan sistem sumber daya manusianya, dan terutama moralitasnya.

 

Naiknya produksi gula tahun lalu sepenuhnya bukan karena ada mesin-mesin baru. Tapi karena manusia-manusia pabrik gulanya berubah total: sistemnya dan perilakunya. Dengan “manusia baru” di pabrik gula terbukti beberapa pabrik gula BUMN di Jawa sudah berhasil mengalahkan produktivitas pabrik gula swasta.

 

Pabrik Gula Pesantren Baru di Kediri milik PTPN X dan Pabrik Gula Krebet Baru di Malang milik PT RNI tahun lalu mulai bisa mengalahkan swasta. Padahal di dua pabrik gula itu tidak dilakukan revitalisasi mesin-mesinnya. Tidak ada mesin baru di situ.

 

Saya sangat yakin, tanpa mengubah manusianya, mesin-mesin baru pun akan cepat tua.

 

Tahun ini, seluruh manajemen pabrik gula BUMN bertekad bikin rekor yang baru lagi. Tidak hanya produktivitas tapi juga performa fisik pabriknya. “Widyawati” di umurnya saat ini, masih begitu cantiknya. Saya juga minta pabrik-pabrik gula BUMN bisa ikut jejak Widyawati.

 

Bulan depan saya akan kembali melakukan safari ke pabrik-pabrik gula itu. Ingin melihat persiapan musim giling tahun ini yang akan dimulai akhir Mei atau awal Juni. Kalau perlu saya akan minta mbak “Widyawati” untuk ikut menyemangati bahwa usia boleh tua tapi penampilan harus tetap muda!

 

Saya berkesimpulan, revitalisasi memang perlu, tapi belum sekarang. Kalau dana memang ada lebih baik untuk membangun pabrik baru. Dalam lima tahun ke depan, kita harus menambah pabrik baru untuk tiga juta ton. Berarti diperlukan membangun pabrik baru sebanyak sepuluh pabrik. Yang semuanya harus berukuran raksasa.

 

BUMN dan swasta berkumpul. Kita petakan di mana saja sepuluh pabrik itu harus dibangun. Jelas tidak bisa lagi di Jawa. Kecuali satu pabrik gula baru yang dibangun PTPN XII di Glenmore, Banyuwangi. Tahun ini pabrik itu sudah akan mulai dibangun.

 

Tidak mungkin membangun pabrik gula baru di Jawa karena kita berkepentingan swasembada beras. Insyaallah tahun ini. Kita juga tidak mungkin bikin pabrik gula baru di Kalimantan. Terbukti tidak cocok. Pabrik gula baru di Pelaihari, Kalsel, kini jadi onggokan besi tua.

 

Kelihatannya tinggal Lampung, Sultra, pulau Buru, Sumba Barat/Barat Daya dan pulau Seram yang masih mungkin. Kita akan bicara dengan swasta: seberapa besar kemampuan swasta untuk ekspansi. Baru sisanya BUMN. Kita bagi tugas dengan dukungan aturan pemerintah yang lebih tegas dan lebih jelas.

 

“Tanpa semua itu lebih baik kita jangan bicara swasembada. Lebih baik kita bicara mengapa Mbah Subur tidak memiliki tubuh yang subur.” (*)

 

Dahlan Iskan, Menteri BUMN

 

Sumber: