KHOTBAH JUM'AT
Khutbah Jumat Menyambut Hari Buruh 1 Mei
Khutbah I
الحمد
لله الحمد لله الذي هدانا سبل السلام، وأفهمنا بشريعة النبي الكريم، أشهد أن
لا اله إلا الله وحده لا شريك له، ذو الجلال والإكرام، وأشهد أن سيدنا ونبينا
محمدا عبده و رسوله، اللهم صل و سلم وبارك على سيدنا محمد وعلى اله وأصحابه
والتابعين بإحسان إلى يوم الدين، أما بعد: فيايها الإخوان، أوصيكم و نفسي بتقوى
الله وطاعته لعلكم تفلحون، قال الله تعالى في القران الكريم: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله
الرحمن الرحيم: يايها الذين امنوا اتقوا الله وقولوا قولا سديدا، يصلح لكم
أعمالكم ويغفرلكم ذنوبكم، ومن يطع الله ورسوله فقد فاز فوزا عظيما. وقال تعالى:
يايها الذين امنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون، صدق الله
العظيم
Sidang Jum’ah rahimakumullah
Setiap tanggal 1 Mei, dunia memperingati Hari Buruh. Kita biasa mengenalnya
dengan sebutan “May Day”. Buruh adalah elemen masyarakat yang memiliki peran
sama pentingnya dengan majikan itu sendiri. Tidak ada majikan jika tidak ada
buruh; demikian pula sebaliknya, tidak ada buruh jika tidak ada majikan. Islam
memiliki perhatian yang cukup besar terhadap masalah perburuhan. Beberapa ayat
di dalam Al-Qur’an berbicara tentang orang-orang lemah (mustadl’afin), yang
bisa kita identifikasi salah satunya adalah para buruh. Demikian juga beberapa
hadits Nabi juga membahas tentang hak-hak mereka.
Sidang Jum’ah rahimakumullah,
Istilah mustadh’afiin adalah istilah yang terdapat dalam Al-Qur’an untuk
menggambarkan sekelompok masyarakat yang lemah, dalam arti tidak memiliki
kedaulatan penuh atas dirinya sendiri. Ketergantungan hidupnya pada orang lain
cukup kuat. Ketergantungan itu bisa secara ekonomi, sosial dan politik. Menurut
Fiqih, orang yang digolongkan sebagai kaum lemah antara lain adalah fakir
miskin yang banyak dari mereka bekerja sebagai buruh. Mereka berhak untuk
mendapatkan pembagian zakat sebagaimana termaktub dalam surah At-Taubah ayat 60
sebagai berikut:
إِنَّمَا
الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا
وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ
اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Artinya:“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan
Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Ayat tersebut menegaskan bahwa buruh sebagai kelompok fakir miskin berhak atas
hak-hak sosial guna mencukupi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Apalagi kalau
dilihat dari urutan redaksi dari ayat diatas dimana fakir miskin berada di
urutan pertama, maka secara jelas dapat diketahui bahwa mereka adalah kelompok
yang harus diprioritaskan dalam daftar penerima hak-hak sosial berupa zakat.
Sidang Jum’ah rahimakumullah,
Jika Islam memberikan perhatian yang cukup besar terhadap hak-hak buruh,
itu bisa dimengerti karena sejarah Nabi Muhammad SAW tidak bisa
dilepaskan dari perburuhan. Nabi Muhammad SAW lahir dalam suasana sosial
politik yang dzalim. Keadaan keluarga juga sulit karena ayah beliau
meninggal ketika beliau masih dalam kandungan. Kemudian ibunya meninggal
tatkala usia beliau baru 6 tahun. Keadaan ini memaksa beliau terlibat dalam
kehidupan sosial ekonomi yang keras karena harus bekerja sebagai buruh gembala
kambing dalam usianya yang masih anak-anak.
Dari pengalaman seperti itulah, maka bisa dimengerti mengapa Nabi Muhammad SAW
memerintahkan kepada para majikan untuk segera memberikan kepada para buruh
hak-hak mereka ketika kewajiban telah mereka laksanakan sebagaimana hadits yang
diriwayatkan oleh Ibn Majah dari Ibnu Umar RA:
أعطُوا
الأجِير أجْرَه قبل أن يَجفَّ عِرْقُه
Artinya:“Berikanlah upah kepada buruh sebelum keringatnya kering”
Hadits tersebut secara jelas melarang para majikan, termasuk disini adalah para
majikan pekerjaan rumah tangga (PRT/ART), menunda-nunda dalam memberikan upah
atau gaji yang telah disepakati. Penundaan dalam memberikan gaji bisa
menyulitkan para buruh dan keluarganya dalam memenuhi kebutuhan mereka. Tentu
saja yang dimaksud dengan buruh dalam konteks ini sangat luas dan
mencakup semua orang yang bekerja sebagai karyawan, baik itu di rumah-rumah
pribadi, perusahaan-perusahaan, maupun di lembaga-lembaga atau kantor-kantor
lain seperti lembaga pendidikan, tempat-tempat ibadah, dan sebagainya.
Sidang Jum’ah rahimakumullah,
Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda bahwa Allah berfrman:
ثلاثَةٌ
أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ وَرَجُلٌ
بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى
مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ".
Artinya: “Ada tiga golongan orang yang kelak pada hari kiamat akan menjadi
musuh-Ku. Barangsiapa menjadi musuhKu maka Aku memusuhinya. Pertama, seorang
yang berjanji dengan menyebut nama-Ku, lalu dia ingkar (berkhianat). Kedua,
seorang yang menjual orang merdeka (bukan budak) lalu memakan uang hasil
penjualannya. Ketiga, seorang yang mempekerjakan seorang buruh tapi setelah
menyelesaikan pekerjaannya orang tersebut tidak memberinya upah.” (HR. Ibnu
Majah)
Hadits diatas secara jelas mengecam keras praktik-praktik perbudakan atau
semacamnya di mana seseorang dipekerjakan tanpa mendapat bayaran. Dengan kata
lain, pembayaran atau upah yang terlalu rendah memiliki kedekatan dengan
perbudakan tersebut. Padahal dalam Islam sangat ditekankan hubungan kerja sama
atau kemitraan dan tolong menolong sehingga seorang buruh tidak sebaiknya
dilihat sebagai lawan dari majikan, atau sebaliknya majikan dilihat sebagai
lawan dari buruh sebagaimana dalam teori perjuangan kelas yang digagas
sosiolog ateis bernama Karl Marx. Teori ini tidak sejalan dengan sistem
sosial dan ekonomi Islam.
Sidang Jum’ah rahimakumullah,
Ketika Nabi Muhammad SAW telah memasuki masa remaja dan kemudian menjadi pemuda
dewasa, beliau tetap bekerja sebagai buruh atau karyawan. Tetapi kali ini,
beliau tidak lagi bekerja di bidang pertanian atau sebagai penggembala hewan
ternak. Kali ini beliau bekerja di bidang bisnis pada seorang majikan bernama
Khadijah. Hubungan buruh dan majikan antara Muhammad dengan Khadijah RA luar
biasa. Beliau sebagai karyawan selalu bekerja keras dan penuh kejujuran dan
ketulusan untuk memajukan usaha majikannya. Dalam waktu yang relatif singkat,
usaha Khadijah RA mengalami kemajuan pesat setelah dikelola Nabi Muhammmad SAW.
Melihat prestasi kerja Nabi Muhammad yang sedemikian baik, maka Khadijah
RA tidak segan-segan memberikan gaji yang layak kepada beliau. Mereka saling
menguntungkan karena menjalankan prinsip kerja sama atau kemitraan dan tolong
menolong. Puncak dari hubungan ini adalah terjadinya hubungan pribadi, yakni
perkawinan antara beliau dengan Khadijah RA karena saling percaya dan saling
menghormati antara satu dengan yang lain. Ini terjadi ketika beliau telah
mencapai usia 25 tahun, sedangkan Khadijah berusia 40 tahun. Dengan perkawinan
ini, maka leburlah hubungan buruh dan majikan karena telah menjadi
hubungan suami dan istri dimana masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban.
Sidang Jum’ah rahimakumullah,
Perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW dan Khadijah RAsangat penting dalam Islam
sehingga Al Qur’an merekam hubungan itu. Dalam Surah Ad-Dhuha, ayat 8, Allah
berfirman:
وَوَجَدَكَ
عَآئِلًا فَأَغْنَىٰ
Artinya:“ Dan Dia (Allah) mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia
memberikan kecukupan.”
Ayat ini menceritakan bahwa keadaan ekonomi Nabi Muhammad mengalami perubahan
berarti dari kekurangan menjadi kecukupan. Beberapa ahli tafsir menjelaskan
bahwa perubahan itu terjadi setelah Rasulullah SAW bekerja di perusahaan
Khadijah RAdan kemudian Khadijah RA meminta beliau menjadi suaminya. Status
Nabi Muhammad pun juga mengalami perubahan dari buruh atau karyawan
menjadi majikan. Mereka secara bersama memimpin perusahaan itu dengan
memabawahi para buruh atau karyawan. Di sinilah Nabi Muhammad SAW memberikan
keteladanannya bagaimana menjadi majikan yang baik sebagaimana dahulu beliau
juga memberikan keteladanannya bagaimana menjadi buruh atau karyawan yang baik.
Nabi Muhammad memang oleh Allah SWT telah dijadikan suri tauladan bagi
kita semua dalam banyak hal sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Ahzab, ayat
21:
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ
وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri teladan yang
baik...”
Sidang Jum’ah rahimakumullah,
Hubungan baik antara Nabi Muhammad SAW dan Khadijah RAdalam konteks hubungan
kerja telah menjadi simbol hubungan baik dan saling menguntungkan antara buruh
atau karyawan dengan majikan. Barangsiapa ingin menjadi majikan yang baik,
hendaklah meniru Khadijah RA. Barangsiapa ingin menjadi buruh atau karyawan
yang baik, hendaklah meniru Nabi Muhammad SAW. Barang siapa ingin menjadi
karyawan sekaligus majikan yang baik, hendaklah meniru Nabi Muhammad SAW.
جَعَلَنا
اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ
عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ : أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن
الرحيم: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا
سَدِيدًا
باَرَكَ
اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ
وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ
رَحِيْمٌ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ
وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ
عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ
بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا
أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا
وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ
ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
.
Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama
(UNU) Surakarta