KHOTBAH JUM'AT
Menyerap Pelajaran Penting Tahun Baru Hijriah
Khutbah I
الحَمْدُ
لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانِ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ
الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلِ يُعَظَّمُ فِيْهَا
الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ
مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ.
أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ
فَقَدْ
قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا
رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ.
Waktu mengalir terus. Dan “tanpa terasa” kita sampai kepada pergantian tahun
hijriah untuk kesekian kalinya. Detik menuju menit, jam, hari, bulan, hingga
tahun senantiasa bergerak maju yang berarti semakin bertambah pula usia
manusia. Yang perlu menjadi catatan adalah: apakah bertambah pula keberkahan
usia kita? Ini pertanyaan singkat dan hanya bisa dijawab dengan merefleksikan
secara panjang-lebar jejak perjalan hidup kita yang sudah lewat.
Tahun baru hijriah yang kita peringati setiap tahun terkandung sejarah dan
nilai-nilai yang terus relevan hingga kini. Nabi sendiri tak pernah menetapkan
kapan tahun baru Islam dimulai. Begitu pula tidak dilakukan oleh khalifah
pertama, Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq. Awal penanggalan itu resmi diputuskan
pada era khalifah kedua, Sayyidina Umar bin Khathab, sahabat Nabi yang terkenal
membuat banyak gebrakan selama memimpin umat Islam.
Keputusan itu diambil melalui jalan musyawarah. Semula muncul beberapa usulan,
di antaranya bahwa tahun Islam dihitung mulai dari masa kelahiran Nabi
Muhammad. Ini adalah usulan yang cukup rasional. Rasulullah adalah manusia luar
biasa yang melakukan revolusi ke arah peradaban yang lebih baik masyarakat Arab
waktu itu. Karena itu kelahiran beliau adalah monumen bagi kelahiran perdaban
itu sendiri. Tahun baru Masehi pun dimulai dari masa kelahiran figur yang
diyakini membawa perubahan besar, yakni Isa al-Masih.
Yang menarik, Umar bin Khatab menolak usulan ini. Singkat cerita, forum
musyawarah menyepakati momen hijrah Nabi dari Makkah menuju Madinah sebagai
awal penghitungan kalender Islam atau kalender qamariyah yang merujuk pada
perputaran bulan (bukan matahari). Karenanya kelak dikenal dengan tahun hijriah
yang berasal dari kata hijrah (migrasi, pindah).
Jamaah shalat Jum’at rahimakumullah,
Memilih momen hijrah daripada momen kelahiran Nabi yang dilakukan Umar dan para
sahabat lainnya mengandung makna yang sangat dalam. Kelahiran yang dialami
manusia adalah peristiwa alamiah yang tak bisa ditolaknya. Nabi Muhammad pun
saat lahir tak serta merta diangkat menjadi nabi kecuali setelah berusia 40
tahun. Beliau kala itu hanyalah bayi putra Abdullah bin Abdul Muthalib. Hal ini
berbeda dari hijrah yang mengandung tekad, semangat perjuangan, perencanaan,
dan kerja keras ke arah tujuan yang jelas: terealisasinya nilai-nilai
kemanusiaan universal yang berlandaskan asas ketuhanan dalam Islam (rahmatan
lil ‘alamin).
Nabi memutuskan hijrah setelah melalui proses panjang selama 13 tahun di Makkah
dengan berbagai tantangan dan jerih payahnya. Mula-mula beliau berdakwah secara
tersembunyi, dimulai dari keluarga, orang-orang terdekat, dan pelan-pelan lalu
kepada masyarakat luas secara terbuka. Selama itu, Rasulullah mendapat cukup
banyak rintangan, mulai dari dicaci-maki, dilempar kotoran unta, kekerasan
fisik, hingga percobaan pembunuhan. Semua dilalui dengan penuh kesabaran dan
kebijaksanaan. Modal utama hingga hingga beliau berhasil menyadarkan sejumlah
orang adalah akhlak mulia.
Rasulullah tampil sebagai agen perubahan di tengah masyarakat Arab yang begitu
bejat. Asas tauhid melenceng jauh karena menganggap berhala sebagai Tuhan.
Nilai-nilai kemanusiaan juga nyaris tak ada lantaran masih maraknya perbudakan,
fanatisme suku, harta riba, penguburan hidup-hidup bayi perempuan, dan
lain-lain. Rasulullah yang hendak mengubah cara pandang dan perilaku masyarakat
jahiliyah mesti berhadapan para pembesar suku yang iri dan tamak kekuasaan, termasuk
dari paman beliau sendiri, Abu Jahal dan Abu Lahab. Pengikut Islam bertambah,
dan secara bersamaan bertambah pula tekanan dari musyrikin Quraisy. Hingga
akhirnya atas perintah Allah, Nabi Muhammad bersama para sahabatnya berhijrah
dari Makkah ke kota Yatsrib yang kelak dikenal dengan sebutan Madinah.
Perjalanan hijrah dilakukan di malam hari dengan cara sembunyi-sembunyi dan
penuh kecemasan, menghindari kejaran kaum musyrikin Quraisy. Beruntung kala di
kota Yatsrib, Rasulllah bersama sahabat-sahabatnya disambut positif penduduk
setempat. Sebagian dari mereka mengenal Islam dan bahkan sudah beraiat kepada
Nabi saat di Makkah. Di sinilah Nabi membangun peradaban Islam yang kokoh.
Jumlah penganut semakin banyak, semangat persaudaraan antara Muhajirin dan Ansor
dipupuk, dan kesepakatan-kesepakatan dengan kelompok di luar Islam diciptakan,
demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang damai.
Mula-mula yang dilakukan Nabi setelah hijrah adalah mengubah nama dari Yatsrib
menjadi Madinah. Mengapa Madinah (yang sekarang dimaknai sebagai “kota”)?
Secara bahasa madînah berarti tempat peradaban. Perubahan nama ini memberi
pesan tentang pergeseran pola perjuangan Nabi yang semula di Makkah banyak
dipusatkan pada penyadaran pribadi-pribadi, menuju dakwah dalam konteks sosial
yang terorganisisasi dalam negara Madinah. Di sini konstitusi (mitsaq
al-madinah atau Piagam Madinah) dibangun, struktur pemerintahan disusun, dan
aturan-aturan Islam seputar muamalah (hubungan antarsesama) banyak dikeluarkan
di sana. Tentang Piagam Madinah, Nabi menjadikannya sebagai titik temu dari
masyarakat Madinah yang plural saat itu, yang meliputi orang Muslim, orang
Yahudi, suku-suku di Madinah, dan lain-lain. Demikianlah hijrah Nabi yang
monumental itu seperti mendapatkan momentum puncaknya, yakni terwujudnya
masyarakat yang beradab.
Jamaah shalat Jum’at rahimakumullah,
Setidaknya ada dua poin yang perlu digarisbawahi dari ulasan tersebut. Pertama,
tahun baru hijriah harus dimaknai dalam kerangka perjuangan Nabi dalam
merealisasikan nilai-nilai kemanusiaan universal yang berlandaskan asas
ketuhanan dalam Islam (rahmatan lil ‘alamin). Nabi sebagai sosok—termasuk momen
kelahirannya—memang layak dihormati, tapi ada yang lebih penting lagi yakni
spirit dan prestasi beliau sepanjang periode risalah. Dalam perjuangan itu ada
ikhtiar, pengorbanan, keteguhan prinsip, keseriusan, kesabaran, dan keikhlasan.
Yang terakhir ini menjadi sangat penting karena Rasulullah bersabda:
إِنَّمَا
اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى. فَمَنْ كَانَتْ
هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ،
وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا
فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Artinya: “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya
setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang
hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka
hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya
karena menginginkan kehidupan yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin
dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.”
Nabi dan para sahabatnya menunjukkan ketulusan yang luar biasa semata hanya
untuk jalan Allah. Namun justru karena niat seperti inilah mereka mendapatkan
banyak hal, termasuk persaudaraan, keluarga baru, hingga kekayaan dan
kesejahteraan selama di Madinah. Keikhlasan dan kerja kerasa dalam membangun
masyarakat berketuhanan sekaligus berkeadaban berbuah manis meskipun tantangan
akan selalu ada. Inilah teladan yang berikan Nabi dari hasil berhijrah.
Poin kedua adalah kenyataan bahwa Nabi tidak membangun negara berdasarkan
fanatisme kelompok atau suku. Rasulullah menginisasi terciptanya kesepakatan
bersama kepada seluruh penduduk Yatsrib untuk kepentingan jaminan kebasan
beragama, keamanan, penegakan akhlak mulia, dan persaudaraan antaranggota
masyarakat. Tujuan dari kesepakatan tersebut masih relevan kita terapkan hingga
sekarang. Inilah hijrah yang tak hanya bermakna secara harfiah “pindah tempat”,
melainkan juga pindah orientasi: dari yang buruk menjadi yang baik, dari yang
baik menjadi lebih baik. Dan Rasulullah meneladankan, perubahan tersebut tak
hanya untuk dirinya sendiri tapi juga untuk masyarakat secara kolektif.
Semoga pergantian tahun hijriah membawa
keberkahan bagi umur kita dengan belajar dari peristiwa hijrah Rasulullah yang
monumental lengkap dengan nilai-nilai positif di dalamnya. Wallahu a’lam.
باَرَكَ
اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ
والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ
رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ
وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ
عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ
بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا
اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا
اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ
اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ
وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ
اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ
اللهِ أَكْبَرْ
Sumber: NU Online