KHOTBAH JUM'AT
Tiga Pelajaran Penting Bermasyarakat dari
Shalat Berjamaah
Khutbah I
الحَمْدُ
للهِ الّذِي خَلَقَ الخَلْقَ لِعِبَادَتِهِ، وَأَمْرُهُمْ بِتَوْحِيْدِهِ
وَطَاعَتِهِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَكْمَلُ الخَلْقِ
عُبُودِيَّةً للهِ، وَأَعْظَمَهُمْ طَاعَةً لَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ. اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ،
اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا
وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ
قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian, dengan selisih dua
puluh derajat. Kalimat ini kerap kita dengar. Diulang-ulang dari mimbar ke
mimbar oleh para dai atau mubalig. Saking seringnya, kadang anjuran untuk
shalat berjamaah seperti angin lalu saja. Tak memiliki nilai yang istimewa.
Padahal, shalat berjamaah lebih dari sekadar urusan mana yang lebih besar
pahalannya: shalat sendirian atau bersama-sama. Ia memuat hikmah dan pelajaran
yang penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Perbandingan satu dan dua puluh
tujuh yang diketengahkan oleh hadits justru memperkuat bahwa shalat berjamaah
memuat “rahasia” yang spesial sehingga Allah begitu menganjurkannya.
Shalat berjamaah merupakan cerminan dari kenyataan bahwa manusia adalah makhluk
sosial. Manusia harus berhubungan dan berintegrasi dengan manusia lainnya. Ia
tak bisa hidup sendirian betapapun cakap, pintar dan kayanya orang itu.
Kehidupan sosial merupakan sebuah keniscayaan. Nah, shalat berjamaah bisa dikatakan
sebuah miniatur hidup bermasyarakat. Di sana ada kumpulan orang (minimal dua
orang), ada aturan yang harus ditaati, serta pesan-pesan yang dapat kita hayati
bersama.
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Setidaknya ada tiga pelajaran utama dari shalat berjamaah terkait kehidupan
kita bermasyarakat. Pertama, kebersamaan, solidaritas, dan kesetaraan. Shalat
berjamaah mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga persatuan, mencari titik
temu, dan tidak mudah dipecah belah. Dalam tiap shalat berjamaah, sering kita
dengar sang imam menyerukan tentang perlunya merapatkan dan meluruskan barisan
sebelum shalat dimulai. Seruan ini merupakan bentuk pemantapan agar kita
berdiri kokoh dan terfokus pada satu arah. Jika dalam shalat, arah itu adalah
kiblat, maka dalam bermasyarakat arah itu adalah cita-cita yang menjadi
kesepakatan bersama.
Islam sangat menekankan hubungan sosial, disamping hubungan kita kepada Allah
subhanahu wata‘ala. Sayyidina Umar bin Khattab pernah berkata “Lâ islâma illâ
bi jamâ’atin” (tidak ada Islam kecuali dengan berjamaah). Dalam shalat jamaah,
kita melihat dua kategori hubungan itu menyatu. Para jamaah secara langsung
menghadap Allah, di saat yang bersamaan kegiatan tersebut dilakukan secara
serentak, tidak sendirian.
Para jamaah juga berhubungan secara setara. Tak membeda-bedakan mana yang kaya
atau miskin, dari suku A atau suku B, dari pejabat maupun rakyat jelata, dan
lain sebagainya. Yang datang terlambat harus berada di shaf belakang, meskipun
ia adalah petinggi negara, misalnya. Mereka pun melakukan gerakan, bacaan, dan
niat yang sama. Begitu takbiratul ihram “Allahu akbar” dikumadangkan maka
sejatinya itu adalah pengakuan bahwa yang paling agung dan besar hanya Allah.
Semua selain Allah adalah kecil.
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Yang perlu dicatat juga, shalat berjamaah bukanlah shalat dengan kerumunan
orang-orang. Benar bahwa orang-orang berkumpul dalam satu waktu atau tempat
tertentu, namun mereka diikat oleh aturan. Dalam bahasa fiqih, aturan itu
disebut syarat wajib, syarat sah, dan rukun. Sehingga gerak, bacaan, dan niat
pun dilakukan secara sistematis dan dalam satu komando imam. Kondisi inilah
yang membedakan antara orang-orang yang shalat berjamaah dan orang-orang yang
berkerumun di pasar.
Dengan demikian, kita sampai pada pelajaran penting yang kedua dari shalat
berjamaah, yakni kepemimpinan. Ada imam tentu harus ada makmum. Dan kewajiban
seorang makmum adalah mengikuti komando imam. Imam menjadi sentral dalam
segenap proses dan gerak-gerik pelaksanaan sembahyang. Hal ini selaras dengan
pernyataan Sayyidina Umar yang dibacakan tadi namun dengan redaksi yang lebih
lengkap:
إِنَّهُ
لَا إِسْلَامَ إِلَّا بِجَمَاعَةٍ ، وَلَا جَمَاعَةَ إِلَّا بِإِمَارَةٍ ، وَلَا
إِمَارَةَ إِلَّا بِطَاعَةٍ
“Tidak ada Islam kecuali dengan jamaah, tidak ada jamaah kecuali dengan
kepemimpinan, dan tidak ada kepemimpinan kecuali dengan ketaatan.”
Karena imam harus diikuti, maka memilihnya pun tak boleh sembarangan. Dalam
shalat berjamaah, Islam mendorong orang yang menjadi imam adalah mereka
memiliki ilmu yang luas. Apabila tidak, sekurang-kurangnya mengerti aturan
shalat berjamaah dan memiliki bacaan yang fasih. Imam juga harus mengerti
kondisi jamaahnya. Tak boleh seenaknya. Rasulullah pernah melarang imam shalat
membaca surat-surat terlalu panjang yang dapat mengganggu para jamaahnya.
Begitu pula dalam kehidupan bermasyarakat. Pemimpin yang dipilih haruslah
mereka yang memiliki kompetensi yang memadai, punya kesetiaan terhadap
konstitusi, mengayomi, dan pantas jadi panutan. Hidup bermasyarakat berbeda
dari hidup sendiri-sendiri. Karena itu, dampak buruk maupun positif dari sebuah
kepemimpinan pun akan dirasakan bersama-sama.
Meski kedudukan imam cukup sentral, namun dia bukanlah tujuan. Tujuan utama
shalat berjamaah adalah Allah subhanahu wata‘ala. Sementara imam hanyalah
wasilah (perantara) yang “menjadi sopir” bagi “perjalanan” shalat para
makmumnya menuju Allah. Imam bisa saja lupa atau keliru, baik dalam gerakan
maupun bacaan shalat, karena ia memang manusia biasa. Dan kewajiban makmum
adalah mengingatkannya.
Dalam kepemimpinan pun kita kerap menjumpai pemimpin yang salah atau lalai
dalam melihat dan cara mengatasi sebuah persoalan. Tugas dari rakyat adalah
menegurnya. Dalam shalat jamaah, cara mengingatkan imam adalah dengan membaca tasbih
“subhanallah” bagi makmum laki-laki atau menepuk tangan secara lembut bagi
makmum perempuan. Mengucapkan “subhanallah” (maha suci Allah) adalah cara
mengingatkan yang indah. Sang makmum seolah hendak mengatakan bahwa yang maha
suci dan sempurna hanyalah Allah, sementara sang imam tidak. Inilah adalah
bentuk kerendahatian. Mengingatkan dengan tanpa merasa paling suci dan benar
sendiri. Demikian pula ketika kita menegur pemimpin, hendaknya dengan cara-cara
yang elegan. Kritik itu penting, tapi tidak caci-maki. Koreksi sangat
dibutuhkan, tapi hujatan dan kekerasan tidak. Segala bentuk pengingat pemimpin
harus diiringi dengan sikap tawaduk, lembut, dan tidak menimbulkan kegaduhan
yang tak perlu.
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Pelajaran yang ketiga adalah kedamaian. Dari awal hingga akhir shalat
mengharuskan adanya suasana yang tenang, khusyuk. Dalam shalat kita mengenal
istilah tuma’ninah atau berhenti sejenak alias tenang, tak terburu-buru.
Seluruh makmum, juga imam, menjaga betul, suasana damai ini mulai dari awal
hingga akhir shalat. Yang menarik adalah shalat ditutup dengan salam yang
berarti kedamaian.
Gerakan menengok ke kanan lalu ke kiri saat salam penutupan shalat menunjukkan
bahwa manusia harus menebar kedamaian (salam) bagi sekitarnya. Assalamu
‘alaikum wa rahmatullah berarti semoga kedamaian/keselamatan dan rahmat
tercurah kepada kalian. Artinya, Islam mengajarkan tentang perlunya seorang
Muslim menjamin orang-orang di sekelilingnya bisa hidup damai dan penuh kasih
sayang (rahmat). Sekali lagi shalat lebih dari semata berhubungan secara
vertikal, tapi juga berdampak positif secara horizontal: relasi hubungan sesama
manusia, bahkan alam semesta. Sehingga benarlah kata Al-Qur’an:
إِنَّ
الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan
mungkar.” (QS Al ‘Ankabut: 45)
Demikian, khutbah singkat yang bisa khatib sampaikan. Semoga pelajaran ini
menjadi pengingat bagi khatib pribadi dan juga kita semua dalam mengarungi kehidupan
bermasyarakat yang kompleks. Mudah-mudahan Allah limpahkan petunjuk sehingga
kita bijak dalam menyikapi segala persoalan. Amiin.
بَارَكَ
الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ
بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا
فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ
وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ
يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ
وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ
الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا
اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ
اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ
وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي
يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Sumber: NU Online