Kamis, 31 Maret 2016

(Do'a of the Day) 20 Jumadil Akhir 1437H



Bismillah irRahman irRaheem

In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind

Allaahummaftah lii abwaaba rahmatika.

Ya Allah, bukakanlah kepadaku pintu-pintu rahmat-Mu.

Dari Kitab Al-Adzkar - Imam An-Nawawi, Bagian 1, Bab 20.

(Hikmah of the Day) Ziarahi Makam Kiai Sholeh Darat, Penggila Porkas Jadi Tobat



KERAMAT MBAH SHOLEH DARAT (2)
Ziarahi Makam Kiai Sholeh Darat, Penggila Porkas Jadi Tobat

Di masa orde baru, ketika rakyat dirusak moralnya oleh negara melalui ajang perjudian resmi bernama Porkas atau SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah), banyak sekali warga masyarakat yang menjadi gila judi buatan Soeharto yang dikelola yayasan sang presiden kala itu. Sampai-sampai saat itu ada plesetan, SDSB adalah Soeharto Dalang Segala Bencana.

Terutama wong cilik, banyak sekali yang rusak rumah tangganya karena edan bin gendheng pada SDSB. Setiap Rabu malam orang-orang berkumpul di warung-warung penjual kupon SDSB. Mereka membeli kupon lalu mengisi tebakan nomor, lalu memantau berita hasil undian di RRI. Perangkat radio menjadi alat sangat penting di warung kala itu. Bagi yang nomor tebakannya tepat sesuai pengumuman, berhak mendapat hadiah uang.

Para penggila SDSB waktu itu dibuai mimpi dapat uang Rp 500 ribu jika bisa menebak dua angka belakang, dapat Rp 1 juta jika bisa menebak tiga angka urutan belakang, atau Rp 1 miliar jika menebak seluruh enam angka yang diundi.

Keadaannya persis seperti yang digambarkan Rhoma Irama dalam lagunya berjudul “Judi”. Banyak orang beriman jadi murtad karena melakukan perbutan syirik meminta kepada setan. Banyak orang waras jadi gila karena terbuai uang haram itu. Banyak orang kaya jadi melarat karena bangkrut dibuai mimpi.

Setiap ada orang gila ditanya nomor, setiap ada sesuatu yang gaib, dianggap mengandung petunjuk nomor yang akan keluar. Penggemar SDSB mendatangi kuburan wingit, mendatangi tempat-tempat angker, menebak apa saja yang berbau gaib, dan segala tingkah polah yang tidak masuk akal dan merusak akidah.

Di Semarang kala itu, ada yang nekat mencoba mencari petunjuk nomor SDSB dengan mendatangi makam waliyullah. Datanglah ia ke makam KH Sholeh Darat di kompleks makam Bergota, Semarang. Mengetahui banyak orang berdoa di situ, si penggila Porkas ini pun datang malam hari berziarah. Namun tujuannya hanya satu, ingin mencari petunjuk nomor SDSB. Ingin “meminta” kepada penghuni makam.

Mungkin karena tujuannya sudah keliru, si orang ini mengalami nasib sial. Kala dia hendak masuk di kompleks makam Mbah Sholeh Darat, tiba-tiba ada seekor macan putih besar persis di depan pintu makam. Si macan mengaum sangat keras. “Harrhggghhmrr..”

Spontan dia gemetar ketakutan. Langsung lari terbirit-birit menjauhi macan. Salang tunjang dia kabur saking takutnya. Kakinya pun menabrak dan menatap keras patok-patok kuburan. Banyak patok yang terbuat dari batu dan cor beton, maka kakinya pun babak bundas. Dia terjengkang jatuh dengan kaki berdarah-darah. Tulangnya sampai retak karenanya.

Segera dia ditolong orang-orang yang kebetulan hendak ziarah, dibawa ke rumah sakit Kariadi yang ada di belakang tembok kompleks makam. Peristiwa itu rupanya membuatnya kapok. Tobat dari kebiasaan membeli nomor SDSB. Dalam penyesalannya sambil merintih kesakitan, si penggila Porkas pun berikrar tidak akan berjudi lagi selama-lamanya.

“Begitulah sang wali, sudah wafat saja masih bisa berdakwah. Membuat orang maksiat jadi tobat. Sedangkan kita ini, masih hidup saja tidak mampu berdakwah. Jangankan mengajak orang lain menjauhi dosa, diri kita sendiri saja tiap hari berbuat dosa. Jangankan mengajak kebaikan, kita sendiri saja jarang atau tidak pernah berbuat kebaikan,” tutur narasumber. []

Cerita saya peroleh dari beberapa orang tokoh di Semarang, termasuk dari para jamaah Masjid Kyai Sholeh Darat yang rutin mengaji kitab Mbah Sholeh tiap malam hari tertentu. Sanad cerita yang runtut saya dapatkan dari Pak Suprapto yang mengaku mendapat cerita dari gurunya, Kiai Masrur, dari gurunya, Kiai Ahmad, dari ayahnya, Kiai Sahli. Kiai Sahli adalah murid Mbah Sholeh Darat. Semua nama-nama tersebut adalah penduduk Semarang.

(Ichwan)

Mahfud MD: Geger Advokat



Geger Advokat
Oleh: Moh Mahfud MD

Kita masing-masing pasti pernah melihat ambiguitas sikap banyak advokat. Suatu saat, ketika menangani kasus tertentu, ada advokat yang membela Polri dan memujinya sebagai lembaga penegak hukum yang bagus.

Tapi tak lama setelah itu, setelah menangani kasus lain, dia menyerang Polri sebagai lembaga yang tidak profesional dan sewenang-wenang. Ada lagi advokat yang dalam debat di televisi menyerang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai perekayasa kasus, tetapi pada saat lain dan dalam kasus lain advokat yang sama memuji KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi yang paling dipercaya..

Ada lagi advokat yang membela Fulan dalam kasus korupsi di suatu instansi dan menyatakan bahwa yang korupsi adalah Fulanah, tetapi setelah Fulan dihukum dan Fulanah memintanya menjadi kuasa hukum dalam kasus berikutnya, sang advokat berbalik mengatakan Fulanah adalah bersih. Banyak orang menganggap dunia advokat sebagai dunia munafik, padahal masih banyak advokat yang baik.

Ambiguitas sikap advokat yang seperti itu masih bisa dipahami dengan jawaban, posisi advokat memang harus berubah-ubah sesuai dengan siapa yang dibelanya. Tapi yang tak bisa dipahami adalah fakta bahwa advokat selalu masih ribut di antara para advokat sendiri dalam hal yang tak ada kaitannya dengan perkara konkret yang sedang ditangani.

Sampai sekarang, dunia advokat masih geger, apakah organisasi advokat akan diatur dengan sistem multibar (banyak organisasi advokat) atau sistem singlebar (satu organisasi advokat). Pekan lalu saya diundang ke acara pelantikan Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Surabaya untuk menjadi pembicara tentang sikap Ikadin menghadapi isu multibar.

Menurut saya adanya pembicaraan kembali tentang itu merupakan langkah mundur. Itu juga memperkuat bukti bahwa sejarah advokat kita adalah sejarah perpecahan. Masalah sistem tersebut dulu sudah dibicarakan sampai berbusa-busa dan akhirnya yang dipilih adalah sistem singlebar. Advokat-advokat senior seperti Adnan Buyung Nasution, Todung Mulya Lubis, Otto Hasibuan, Trimoelja D Soerjadi sudah berdiskusi tuntas, membawanya ke DPR, dan lahirlah UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Yang menganut sistem singlebar, artinya hanya ada satu wadah resmi organisasi advokat yang membina advokat mulai dari perekrutan sampai pengawasan. Kemudian lahirlah Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) sebagai wadah tunggal itu. Belum lama Peradi berdiri sudah ada yang menggugat ke MK melalui permohonan judicial review. Melalui Putusan No 015/ PUU-IV/2006 MK memutus bahwa Peradi sah sebagai wadah tunggal organisasi advokat. Tapi dunia advokat terus ribut.

Yang dipersoalkan berikutnya bukan keberadaan Peradi sebagai wadah tunggal, melainkan pengurusnya yang, katanya dibentuk secara tidak sah. Adnan Buyung Nasution termasuk yang mempersoalkan kepengurusan Peradi. Kata dia, seharusnya DPP Peradi dibentuk melalui kongres advokat, bukan berdasar kesepakatan pimpinan organisasi advokat yang sudah ada.

Mereka pun mengadakan kongres dan terbentuklah Kongres Advokat Indonesia (KAI). KAI pun mengajukan permohonan judicial review ke MK agar ditetapkan menjadi organisasi tunggal yang sah, menggantikan Peradi. Melalui Putusan No 101/ PUU-VII/2009 MK menyatakan Peradi dan KAI diakui sah, tetapi diberi waktu untuk bersatu dalam waktu dua tahun. Jika dalam dua tahun belum bisa bersatu, mereka bisa beperkara ke pengadilan untuk menentukan salah satunya sebagai organisasi tunggal yang sah.

Semula ada secercah harapan ketika pada 24 Juni 2010 Ketua Peradi Otto Hasibuan dan Ketua KAI Indra Sahnun Lubis menandatangani piagam bahwa keduanya bersepakat untuk bersatu. Piagam itu ditandatangani di depan Ketua Mahkamah Agung Harifin Tumpa. Menurut MK kesepakatan yang ditandatangani di depan Ketua MA itu sudah sesuai dengan vonis MK yang mengharuskan bersatu paling lama dua tahun.

Tapi kemudian Indra Sahnun Lubis menyatakan bahwa KAI tidak setuju dengan isi piagam itu karena coretan-coretan yang diusulkannya sebagai revisi tidak ditampung. Dunia advokat geger lagi, apalagi sampai ada yang menginjak-injak foto Ketua MA di depan publik. Setelah itu Mulya Lubis, Frans Hendra Winata, dan kawan-kawan ikut mendukung pengajuan judicial review lagi ke MK agar ketentuan singlebar di dalam UU No 18 Tahun 2003 dibatalkan. Tapi MK menolak permohonan tersebut dengan alasan, penentuan singlebar atau multibar bagi organisasi advokat adalah soal pilihan politik hukum DPR dan pemerintah.

Kalau mau diganti dengan multibar bisa saja, tetapi yang menetapkan penggantian itu bukan MK, melainkan pembentuk UU. Mulailah lobi-lobi ke DPR untuk itu dan di DPR pun ide itu mendapat sambutan. Dalam keadaan tarik-menarik seperti itu KAI pecah sendiri setelah kongres di Palembang pada April 2014. Peradi juga ikut pecah menjadi tiga setelah kongres di Makassar pada Maret 2015.

Dalam keadaan runyam seperti itu muncullah Surat Ketua MA (KMA) No 73/ KMA/Hk.01/IX/2015 yang memerintahkan kepada semua pengadilan tinggi untuk mengambil sumpah calon advokat baik dari Peradi dan KAI maupun dari delapan organisasi advokat yang ada sebelum lahirnya UU No 18 Tahun 2003. Surat KMA menimbulkan problem meluas. Secara substansi surat tersebut dapat dinilai bertentangan dengan UU No 18 Tahun 2003 yang menganut singlebar ,tetapi secara formal jika dilihat bentuknya yang hanya berupa surat Ketua MA (bukan perma atau sema yang bersifat regelings) tidak bisa digugat melalui judicial review.

Kalau akan digugat ke PTUN juga tidak bisa karena isinya abstrak-umum, bukan konkret individual yang bisa dijadikanobjeksengketadiPTUN. MA, dengan cerdik, tampaknya sengaja memilih bentuk ituagar tak bisa digugat-gugat. Runyamlah dunia advokat. Setelah keluarnya Surat KMA itu sekarang ada 13 organisasi advokat: 8 organisasi sudah ada sebelum lahirnya Peradi dan KAI, 3 pecahan Peradi dan 2 pecahan KAI.

Dalam keadaan begini, penyelesaiannya hanyalah jalur politik agar bisa lahir politik hukum baru di bidang advokat yang bisa menyelesaikan pertikaian. Yang paling utama dan terhormat untuk menyelesaikan kerunyaman tersebut hanyalah para advokat sendiri. Dengan dasar integritas moral dan kemuliaan profesi, mereka harus ikut membangun politik hukum baru tentang advokat. Daripada gegeran (ribut-ribut), lebih baik gergeran (canda tawa). []

KORAN SINDO, 26 Maret 2016
Moh Mahfud MD ;  Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN); Ketua MK-RI 2008-2013

Buya Syafii: Gilad Atzmon, Barack Obama, dan Palestina (II)



Gilad Atzmon, Barack Obama, dan Palestina (II)
Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Seorang pejuang suatu saat bisa saja mengalami kejatuhan mental. Dalam situasi kritikal inilah siraman sahabat amat diperlukan dan itulah yang dimainkan Rizzo.

Jawaban Rizzo yang meyakinkan di atas telah memulihkan semangat Atzmon untuk terus bersuara dan bersuara melawan segala bentuk kezaliman dan kekejaman kekuatan Zionis, demi perdamaian dan kemerdekaan Palestina. Amat disesalkan, sebagian negara Arab malah tidak sungguh-sungguh membela Palestina. Dan juga, kita kecewa, antara Fatah dan Hamas masih saja bertikai.

Yang beruntung tentu saja Israel. Inilah dunia yang sedang mengalami kekeringan nurani, tidak terkecuali dunia Islam. Namun, fenomena Atzmon tidak akan redup karena yang disuarakannya adalah pesan inti kemanusiaan. Tentu, Atzmon kecewa karena pada akhir masa jabatan kedua Obama masalah Palestina belum juga tuntas diselesaikan.

Setelah Obama terpilih untuk masa jabatan kedua, Atzmon pada 7 November 2012 menulis, “Dear president, this is your second and last chance to save us all, please don't disappoint us again (Presiden yang terhormat, ini adalah peluang kedua dan terakhir Anda untuk menyelamatkan kami semua, jangan kami dikecewakan lagi).”

Artinya, di mata Atzmon, selama empat tahun dalam jabatan pertama, Obama tidak banyak berbuat untuk perdamaian dunia, khususnya dalam kaitannya dengan masalah Palestina. Oleh sebab itu, pada masa jabatan terakhir, bagi Atzmon, Obama semestinya melakukan terobosan-terobosan penting dan strategis untuk perbaikan kondisi global, tetapi ternyata jauh panggang dari api.

Maka, ungkapan “jangan kami dikecewakan lagi” sampai awal 2016 ini masih tetap berlaku. Dunia kecewa, Obama dalam menjalankan politik luar negerinya setengah lumpuh memenuhi janji-janjinya. Israel semakin mengganas, apalagi dengan munculnya ISIS, masalah Palestina seperti telah terabaikan. Rakyat Amerika yang kabarnya rasional itu ternyata mudah sekali dikibuli kaum Zionis.

Saya sudah menelusuri lewat internet, apakah kira-kira ada pernyataan Atzmon yang lebih keras mengritik pemerintahan Obama, ternyata belum ditemukan. Memang sulit bagi orang yang simpati kepada seorang tokoh dunia untuk meluncurkan kecaman, sekali pun Atzmon kecewa dengan kepemimpinan Obama yang tak berdaya berhadapan dengan Israel.

Kita tidak tahu berapa lama lagi tanah Palestina dirampok oleh Israel. Sebagaimana pernah dikutip dalam “Resonansi” ini beberapa tahun yang lalu, ungkapan puitis, tetapi sangat tajam dari Atzmon tentang eksistensi Israel di tanah Palestina, saya turunkan lagi di sini, “Hidup di atas waktu pinjaman di sebuah tanah curian.” Bagi Atzmon, cepat atau lambat, Israel harus hengkang dari tanah rampokannya. Tidak ada satu alasan pun bagi Israel untuk tetap tinggal di tanah curian.

Terlalu besar harapan Atzmon semula kepada Obama bagi kepentingan Palestina, tetapi ternyata berujung dengan kekecewaan. Inilah kalimat harapan yang ditulis Atzmon pada 2009 itu, “Tidak seperti boneka Zionis sebelumnya, Presiden Amerika sekarang (Obama) mengerti tentang ide persamaan dan saling menghormati.”

Bagi Atzmon, Presiden George Bush adalah boneka Zionis yang taat dan tunduk kepada titah Tel Aviv. Saya tidak tahu dengan kegagalan Obama memaksa Israel untuk mengakui kemerdekaan Palestina, sebutan apa yang pantas diberikan kepada presiden Amerika yang semula dikaguminya itu. Selama tatanan dunia yang masih berada di bawah pengaruh Zionisme, memang belum banyak yang dapat diharapkan dari seorang presiden Amerika yang kuat sekali pun bagi kemerdekaan Palestina.

Akhirnya, saya masih menunggu komentar Atzmon tentang Obama pada awal 2017 saat meninggalkan Gedung Putih. Ungkapan Atzmon, “hidup di atas waktu pinjaman di sebuah tanah curian” akan tetap dicatat sebuah sumber ilham yang tak akan pernah basi bagi batin seluruh pejuang kemerdekaan, apa pun bangsa dan agamanya. Tak akan Palestina lenyap dari bumi! []

REPUBLIKA, 29 Maret 2016
Ahmad Syafii Maarif | Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah

(Ngaji of the Day) Adab Bangun Tidur Menurut Imam Al-Ghazali



Adab Bangun Tidur Menurut Imam Al-Ghazali

Kitab Bidayatul Hidayah Imam Al-Ghazali menerangkan tentang adab seorang muslim ketika ia bangun (terjaga) dari tidurnya. Adab tersebut sebagai berikut:

1. Hendaklah berusaha sebisa mungkin untuk bangun sebelum subuh.

2. Hendaklah yang terlintas pertama kali dalam mulut dan hatinya adalah dzikir kepada Allah.

3. Membaca doa ketika bangun dari tidur dengan doa sebagai berikut

الْحَمْدُ للهِ الَّذِى أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرُ أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ للهِ وَالْعُظْمَةُ وَالسُّلْطَانُ ِللهِ وَالْعِزَّةُ وَالْقُدْرَةُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ الْإِسْلَامِ وَعَلَى كَلِمَةِ الْإِخْلَاصِ وَعَلَى دِيْنِ نَبِيِّنَا مَحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى مِلَّةِ أَبِيْنَا إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. أَللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا وَبِكَ أَمْسَيْنَا وَبِكَ نَحَيَا وَبِكَ نَمُوْتُ وَإِلَيْكَ النُّشُوْرُ. أَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَبْعَثَنَا فِى هَذَا الْيَوْمِ إِلَى كُلِّ خَيْرٍ وَنَعُوْذُ بِكَ أَنْ نَجْتَرِحَ فِيْهِ سُوْأً أَوْنجْرِهِ إِلَى مُسْلِمٍ أَوْ يُجْرِهِ أَحَدٌ إِلَيْنَا. نَسْأَلُكَ خَيْرَ هَذَا الْيَوْمِ وَخَيْرَ مَا فِيْهِ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ هَذَا الْيَوْمِ وَشَرِّ مَا فِيْهِ.

Artinya:

Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami dan kepada-Nyalah kami kembali. Aku memasuki pagi, sedang kekuasaan tetap hanyalah milik Allah, kemuliaan dan kekuasaan milik Allah pula. (Dialah) Tuhan seru sekalian alam.  Aku menyongsong pagi dengan kesucian Islam dan dengan kalimat ikhlas (syahadat) serta dengan agama (yang dibawa) Nabi Muhammad SAW. Juga dengan agama Bapak kami Ibrahim dengan berserah diri, serta bukanlah kami termasuk golongan orang-orang musyrik. Ya Allah dengan-Mu lah kami memasuki pagi dan sore, dengan-Mu lah kami hidup dan mati dan kepada-Mu lah kami kembali. Ya Allah kami mohon bangkitkanlah kami di hari ini pada kebaikan. Dan kami berlindung kepadamu dari mengerjakan keburukan ata mempekerjakan orang islam pada keburukan dan dipekerjakan orang untuk keburukan. Aku meminta kepada-Mu kebaikan hari ini dan kebaikan yang ada di dalamnya serta memohon perlindungan dari kejelekan hari ini dan kejelekan yang ada di dalamnya.

4. Ketika hendak memakai baju, maka niatkanlah karena mengikuti perintah Allah untuk menutupi Aurat, bukan untuk dipamerkan orang.

[]

Sumber:
·         Imam Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah
·         Syaikh Nawawi al-Bantani, Maraqi Al-Ubudiyyah Syarh Bidayatul Hidayah

(Ahmad Nur Kholis)