Selasa, 30 September 2014

Mahfud MD: Khidzmah KAHMI, Bersatu Demi Indonesia



Khidzmah KAHMI, Bersatu demi Indonesia
(Petikan pidato ulang tahun KAHMI ke-48)
Oleh: Moh Mahfud MD

Rasa syukur terasa menghunjam dalam di lubuk hati kita karena dari waktu ke waktu Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) dapat menunjukkan ketulusan khidzmah-nya kepada nusa dan bangsa, Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam waktu yang panjang KAHMI telah ikut membangun NKRI dengan segala suka dan dukanya. Dalam sepanjang perjalanannya, sesuai dengan jati dirinya, sebagai himpunan insan akademis yang pencipta dan pengabdi KAHMI sudah menyatu dengan perjalanan bangsa dan negara kita, bukan hanya dalam menyumbang penguatan konsep ideologi dan konstitusi yang mempersatukan bangsa tetapi juga menyumbangkan orang-orangnya untuk turut mengelola negara dan mengabdi kepada bangsa di berbagai lapangan.

Saat-saat ini kita sedang mencatat dengan syukur dan sukacita karena salah seorang tokoh KAHMI yang juga Ketua Majelis Etik Presidium MNKAHMI, Bapak Jusuf Kalla, pada tahun 2014 ini telah terpilih sebagai Wakil Presiden RI untuk kedua kalinya. Kita mencatat pula bahwa di luar jabatan Wakil Presiden, peran KAHMI di lembaga-lembaga negara juga sangat signifikan. Jabatan-jabatan pimpinan di lembaga negara seperti MPR, DPR, DPD, MA, MK, KY, BPK, Kementerian, KPK, KPU sudah pernah atau sedang dipimpin oleh warga KAHMI. Begitu juga KAHMI banyak berkiprah dalam berbagai profesi dan civil society organization (CSO) .

Kita berdoa agar para pengemban amanah dari KAHMI sukses dalam tugas dan per-khidzmat-an serta bisa mengakhirinya dengan selamat. Doa agar para pemegang amanah dari KAHMI itu sukses dan selamat dalam tugas sangatlah penting karena sejauh terkait dengan peran alumni HMI dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan ada saja noda hitam, betapapun kecilnya. Artinya, pepatah “tak ada gading yang tak retak” berlaku jua; sehebat apa pun KAHMI, ada nodanya jua. Dalam catatan pemberantasan korupsi misalnya, harus diakui ada beberapa alumnus HMI yang diburu, ditangkap, dan dipenjarakan, seperti yang juga terjadi pada kelompok-kelompok alumni organisasi mahasiswa yang lain.

Kita sering kaget, merasa malu, dan diejek ketika ada alumni HMI yang digelandang ke Pengadilan Tipikor oleh KPK karena korupsi; sementara banyak sanjungan melangit dari masyarakat kepada KPK karena keperkasaannya memerangi korupsi. Tapi banyak yang lupa, hampir semua komisioner yang ada di KPK adalah alumni HMI juga. Oleh sebab itu sanjungan terhadap KPK harus dimaknai juga sebagai sanjungan terhadap KAHMI.

Kita boleh prihatin dan malu jika ada alumni HMI yang ditangkap KPK karena korupsi, tetapi pada saat yang sama kita juga harus bangga karena KPK yang disanjung-sanjung masyarakat itu dipimpin oleh orang-orang KAHMI juga. Itulah sebabnya, secara organisatoris MN-KAHMI memberikan dukungan sepenuhnya kepada KPK untuk lebih keras lagi memerangi korupsi.

Bersama dengan dukungan itu KAHMI tetap menitipkan ide dan pesan moral agar pimpinan KPK yang dari KAHMI tetap membawa idealisme KAHMI untuk menyelamatkan dan membangun Indonesia ini sebagai baldatun thayyibatun warabbun ghafuur (negara yang bersih di bawah rida dan ampunan Tuhan) dan bukan baldatun sayyiatun wa rabbun rujuum (negara yang kotor di bawah kutukan Tuhan). KAHMI mendorong KPK untuk terus tegar memerangi korupsi tanpa pandang bulu karena hal itu adalah bagian dari misi KAHMI untuk menyelamatkan dan membangun Indonesia.

Seperti dikatakan oleh Artidjo Alkostar, warga KAHMI yang kini adalah hakim agung yang sangat disegani, korupsi harus diperangi secara keras dan pelakunya harus dihukum berat karena “korupsi adalah kanker ganas yang bisa mematikan negara”. Meskipun begitu MNKAHMI juga mempersilakan jika ada warga KAHMI yang ingin mengkritik KPK jika memang ada tengara lembaga tersebut telah melakukan unprofessional dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Itu pun adalah bentuk per-khidzmat-an yang perlu dilakukan.

Peringatan hari ulang tahun KAHMI yang ke-48, tahun 2014, ini mengambil tema “Bersatu Membangun Masa Depan Indonesia” karena dua alasan. Pertama, sejak awal KAHMI menjadikan kebersatuan bangsa Indonesia sebagai salah satu hal yang utama dalam platform perjuangannya, sebab yang akan kita bangun adalah Indonesia yang persatuannya kokoh agar menjadi negara yang berdaulat, adil, dan makmur. Jadi, dalam situasi dan dengan cara apa pun KAHMI harus menguatkan kebersatuan Indonesia sebagai dasar dan tujuan perjuangannya.

Kedua, pada saat ini kita baru saja keluar dari kontes politik nasional yang meriah, tetapi juga menegangkan dan panas, yakni pemilihan presiden dan wakil presiden. Kita menyaksikan terjadinya polarisasi yang cukup tajam di tengahtengah masyarakat karena perbedaan pemberian dukungan. Warga KAHMI pun mempunyai pilihan politik yang berbedabeda sehingga sejak awal Presidium MN-KAHMI memutuskan untuk tidak menggunakan institusi KAHMI dalam mendukung atau tidak mendukung salah satu pasangan.

Alhamdulillah, pilpres sudah selesai dengan hasil yang sah baik secara demokrasi (kedaulatan rakyat) maupun secara nomokrasi (kedaulatan hukum). Namun haruslah diakui, pembelahan politik dalam pilpres itu sampai sekarang belum pulih, di sana sini masih berlanjut pergulatan politik dan gap psikologis. Ada kekhawatiran, jangan-jangan terjadi instabilitas dan kelancaran tugas-tugas pemerintahan ke depannya terganggu.

Di sinilah letak pentingnya untuk menekankan agar seluruh warga KAHMI bekerja keras supaya bangsa Indonesia tetap bersatu, pada kubu manapun warga KAHMI memberi dukungan pada pilpres kemarin. []

KORAN SINDO, 22 September 2014
Moh Mahfud MD ;   Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI

(Ngaji of the Day) Fadhilah Puasa di Bulan Dzul Hijjah



Fadhilah Puasa di Bulan Dzul Hijjah

Allah swt memiliki tiga waktu istimewa yang masing-masing berisi sepuluh hari dalam tiap tahunnya yang dibahasakan dengan stalsta a’syaratin (sepuluh hari yang tiga) yaitu 10 hari terakhir di bulan Ramadhan (asyrul awakhir min ramadhan), 10 hari di awal bulan Dzul Hijjah, dan 10 hari pertama pada bulan Muharram.

Banyak hadits yang menerangkan keistimewaan bulan Dzul Hijjah. Bulan yang seharusnya dimanfaatkan kaum muslimin untuk melipat gandakan ibadahnya karena, pahala yang dijanjikan Allah swt di dalamnya sangat luar biasa. Dua hadits berikut dapat dijadikan ukuran keistimewaan bulan Dzul Hijjah ini.

عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: مامن أيام العمل الصالح فيها أحب الى الله عزوجل منه فى هذه الأيام يعنى ايام العشر, قالوا ولاالجهاد فى سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد فى سبيل الله, الا رجل خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك بشيء  

Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata “Tidak ada hari di mana amal shaleh di dalamnya sangat dicintai oleh Allah  melebihi 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah. Para sahabat lantas bertanya “apakah amal itu dapat membandingi pahala jihad fi sabilillah?” bahkan amal pada 10 hari Dzil Hijjah lebih baik dari pada jihad fi sabilillah kecuali jihadnya seorang lelaki yang mengorbankan dirinya, hartanya, dan dia kembali tanpa membawa semua itu (juga nyawanya) sehingga ia mati sahid. Tentu yang demikian itu (mati sahid) lebih baik.

عن أبى هريهرة رضي الله عنه, عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: ما من ايام احب الى الله تعالى أن يتعبد له فيهن من أيام عشر ذى الحجة, وان صيام يوم يعدل صيام سنة, وقيام ليلة كقيام سنة   

Tidak ada hari yang paling disukai oleh Allah swt,  dimana Dia disembah pada hari itu kecuali, sepuluh hari bulan Dzul Hijjah. Puasa satu hari di dalamnya sama halnya dengan puasa satu tahun. Ibadah, shalat malam sekali pada malamnya seperti sahalat malam selama satu tahun pula.

Ada tiga hari teristimewa dalam sepuluh hari spesial awal bulan Dzul Hijjah, yaitu tanggal 8 Dzil Hijjah yang disebut dengan yaumu tarwiyah, tanggal 9 Dzil Hijjah yang disebut yaumul ‘arafah dan tanggal 10 Dzil Hijjah yang disebut yaumun nahr. Meskipun tiga hari ini bernilai spesial, tetapi ketujuh hari lannya juga msih tetap istimewa karena kandungan sejarah yang luar biasa.

Secara historis, Ibnu Abbas pernah menerangkan bahwa dalam rentangan sejarahnya hari-hari di sepuluh pertama bulan Dzul Hijjah ini adalah hari penuh makna karena terjadi berbagai peristiwa besar yang berhubungan pada perubahan kehidupan manusia selanjutnya.

Hari pertama Dzul Hijjah adalah hari pertama dimaafkannya Nabi Adam oleh Allah swt, setelah beberapa lama beliau meminta pengampuanan atas kesalahannya memakan buah huldi di surga. Oleh karena itu Rasulullah saw pernah bersabda:

Barang siapa yang berpuasa di hari pertama bulan Dzul Hijjah maka Allah akan memaafkan dosa-dosanya sebagaimana yang terjadi kepada Nabi Adam.

Hari kedua Dzul Hijjah adalah hari diselamatkannya Nabi Yunus as oleh ikan Nun setelah beberapa hari berada di dalam perutnya sembari terus bertasbih dan beribadah kepada Allah swt. Pada hari inilah Nabi Yunus dipersilahkan keluar dari perut ikan Nun. Oleh karena itulah Rasulullah saw pernah bersabda:

Barang siapa beribadah di hari kedua bulan Dzul Hijjah baginya pahala yang menyerupai ibadah satu tahun tanpa ada maksiat.

Hari ketiga Dzul Hijjah adalah hari dikabulkannya do’a nabi Zakariya as. untuk kemudian dianugerahi seorang anak.namanya Yahya. Adapun hari keempat Dzul Hijjah adalah hari kelahiran Nabi Isa as. Hari kelima Dzul Hijjah hari kelahiran Musa as. Hari keenam Dzul Hijjah adalah hari-hari kemenangan para Nabi dalam memperjuangkan ajaran tauhid. Hari ketujuh bulan Dzul Hijjah adalah hari ditutupnya pintu neraka Jahannam. Oleh karena itu Rasulullah saw pernah bersabda:

Barang siapa berpuasa di hari ke tujuh bulan Dzul Hijjah akan ditutup tiga puluh kesulitan dalam hidupnya dan dibuka tiga puluh pitu kemudahan baginya.

Adapun hari kedelapan yang disebut dengan hari tarwiyah diantara fadhilah yang masyhur bagi mereka yang berpuasa pada hari tarwiyah maka baginya pahala yang sangat besar, yang karena sangat besarnya tiada yang tahu pasti ukurannya kecuali allah swt.

Begitu pula hari kesembilan yang disebut dengan hari tasu’a, barang siapa yang berpuasa pada hari kesembilan maka pahala baginya seperti berpuasa selama enampuluh tahun. Adapun pada hari kesepuluh yang disebut dengan yaumun nahr hari penyembelihan korban, maka diharamkan kepada siapapun berpuasa waktu itu. []

Sumber: NU Online

Senin, 29 September 2014

(Do'a of the Day) 04 Dzulhijjah 1435H



Bismillah irRahman irRaheem

In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind

Allaahumma ana 'abduka wabnu 'abdika, ataituka bi dzunuubin kabiiratin wa a'maalin sayyi'atin, wa haadza maqaamul aa'idzi bika minan naari, faghfir lii innaka antal ghafuurur rahiimu.

Ya Allah, aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu, aku datang menghadap-Mu dengan membawa dosa-dosa yang besar dan amal-amal yang jahat, sedangkan ini adalah tempat memohon perlindungan kepada-Mu dari neraka, maka ampunilah kesalahanku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dari Kitab Al-Adzkar - Imam An-Nawawi, Bagian 9, Fasal Keempat.

(Buku of the Day) Masa Depan Hukum Bisnis Islam di Indonesia; Telaah Kritis Berdasarkan Metode Ijtihad Yusuf al-Qaradawi



Telaah Hukum Bisnis Islam di Indonesia


Judul                : Masa Depan Hukum Bisnis Islam di Indonesia Telaah Kritis Berdasarkan Metode Ijtihad Yusuf al-Qaradawi
Penulis             : Ahmad Rajafi
Penerbit            : LKiS
Cetakan            : I, 2013
Tebal                : xxii + 134 halaman; 14,5 x 21 cm
ISBN                 : 602-17575-8-0
Peresensi          : Junaidi Khab, Pecinta Baca Buku dan Tercatat Sebagai Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel, Surabaya.

Salah satu penyebab isi kandungan teks-teks al-Quran selalu sesuai dengan perkembangan zaman di balik maknanya yang universal yaitu adanya sistem penafsiran dan ijtihad. Dengan sistem tersebut, isi kandungan al-Quran selalu bisa diterima oleh gilasan perkembangan zaman yang terus mengalami perubahan dari masa ke masa. Jika tidak ada sistem penafsiran dan ijtihad oleh para ulama, mustahil teks-teks al-Quran bisa diterima pada konteks kekinian di era modern yang serba canggih ini. Termasuk perkembangan bisnis Islam yang berkembang pada masa Rasulullah Saw. tidak akan relevan lagi jika tidak ada sistem ijtihad yang dilakukan oleh para ulama.

Melalui dibangkitkannya buku karya Ahmad Rajafi ini, dia ingin memberikan salah satu sitem dan metodologi ijtihad yang dilakukan oleh Yusuf al-Qaradawi dan relevansinya terhadap perkembangan hukum bisnis Islam dalam menghadapi dunia modern di Indonesia. Misalkan dengan kemunculan bank syari’ah, pegadaian syari’ah, dan beberapa akad modern yang terus berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih. Maka ijtihad untuk menghadapi fenomena demikian sangat diperlukan secara mutlak.

Salah satu alasannya yaitu karena jalan ijtihad adalah salah satu solusi untuk menjaga dinamika dan perkembangan hukum Islam agara lebih progresif sehingga ajaran Islam bisa terealisasi dengan baik dan tanpa menimbulkan gejolak. Namun, dalam reaktualisasi dan realisasi ajaran Islam melalui ijtihad ini, kita juga tetap harus kritis terhadap perkembangan pemikiran-pemikiran baru agar tidak menyimpang jauh dari sumber hukum Islam yang utama, yakni al-Quran dan al-Sunnah (hlm. viii).

Selanjutnya, melalui beberapa pendekatan yang telah dituangkan di dalam buku ini, ada penekanan serius yang harus segera disadari oleh umat, yakni harus adanya sikap berhati-hati terhadap produk-produk yang dilarang keras beredar karena dapat merusak akidah, etika, dan moral manusia, seperti produk yang berhubungan dengan judi, pornografi, ghibah, dan sadisme, baik dalam drama, sinetron, film, infotainment, dan musik.

Menurut Yusuf al-Qaradawi, terdapat empat sendi utama (ciri-ciri) norma dan etika dalam bisnis Islam, yakni ketuhanan, etika, kemanusiaan, dan sikap pertengahan. Setiap norma itu mempunyai cabang-cabang, buah dan pengaruh aspek ekonomi, bisnis, dan sistem keuangan Islam, baik dalam hal produksi, konsumsi, distribusi, ekspor, maupun impor yang semuanya diwarnai dengan norma-norma di atas. Jika tidak, maka akan dipastikan bahwa Islam hanya sekadar simbol atau slogan dan pengakuan belaka (hlm. 39).

Untuk mengisi dan menggarap “kawasan pemaafan”  terhadap hukum dan peraturan setelah wahyu terhenti adalah diserahkan kepada ijtihad para mujtahid secara bebas, asalkan mereka memenuhi syarat sebagai mujtahid. Sedangkan jalan ijtihad intiqa’i dan insya’i milik Yusuf al-Qaradawi yaitu: qiyas, istihsan, istishlah, ‘urf, dan sad al-dzari’ah (hlm. 79).

Akan tetapi, pada dasarnya al-Qaradawi telah mengembangkan pembaruan hukum Islam, namun sifatnya tidak substansial dan tetap dalam pola klasik sehingga tidak keluar dari kerangkanya. Oleh karena tidak meninggalkan konsep lama, maka hukum Islam yang dirumuskannya akan tetap dilematis untuk diterapkan di dalam dunia modern yang heterogen, pluralis, dan demokratis.

Dalam satu kesempatan, ia memang menekankan bahwa pembaruan hukum Islam dengan sarana ijtihadnya tidak hanya sebatas persoalan furu’, tetapi juga harus menyentuh wilayah ushul, namun ia tetap membatasi secara ketat behwa yang boleh di-ijtihad ulang adalah masalah-masalah hukum yang diatur oleh nash yang zanni, baik pentunjuk atau kualitas sumbernya. Oleh karena itu, ruang gerak ijtihad tidak boleh menyentuh batas yang telah diatur oleh nash yang qat’i. Di sini ia setuju dengan kaidah ushul fiqh bahwa “tidak boleh ada ijtihad pada masa yang telah diatur oleh nash” atau kaidah “tidak boleh ada ijtihad dengan sebab adanya nash” (hlm. 85).

Dengan model elektif yang dilakukan oleh Yusuf al-Qaradawi, sesungguhnya dia telah membangun kerangka metodolgi pembaruan hukum Islam. Untuk menyeleksi berbagai pemikiran hukum ulama fiqh masa lalu, ia menggunakan teori baru berupa ijtihad tarjih intiqa’i, yaitu upaya menyeleksi pendapat yang lebih kuat. Sedangkan untuk menjawab banyak persoalan baru yang muncul di dunia modern yang serba kompleks ini digunakan teori ijtihad ibda’ insya’i.

Buku ini hadir dengan menyajikan tentang pemikiran dan metodolgi ijtihad Yusuf al-Qaradawi di bidang ushul fiqh, khususnya mengenai ijtihadnya yang direlevansikan dengan pengembangan hukum bisnis Islam di Indonesia. Secara terperinci buku ini juga menjelaskan sepak terjang dan kehidupan Yusuf al-Qaradawi dalam mendalami kajian ushul fiqh dan kredibilitas keilmuannya di bidang kajian hukum Islam dan metodolgi ijtihad yang dijadikan tumpuan untuk menggali dan menemukan suatu hukum yang baru di era modern saat ini, khususnya terkait dengan persoalan bisnis yang berkembang di Indonesia dengan sistem yang serba modern. []