KH Amirullah Ilyas: Pejuang Aswaja DKI
Jakarta
Senin (20/1/2014) pukul 16.25 WIB, KH
Amirullah Ilyas telah pulang ke Rahmatullah. Dalam perjalanan hidupnya, beliau
sangat gigih dan penuh semangat dalam memperjuangkan nilai-nilai Aswaja NU di
tengah masyarakat. Bersama KH Zaini Sulaiman, KH Amirullah mendirikan Yayasan
Pendidikan Islam Az Zainiyah dan masjid Al-Husniyah.
“Semasa hidupnya almarhum dikenal gigih
memperjuangkan Islam Ahlussunnah wal Jamaah. Saya menjadi ketua sementara
almarhum jadi sekretaris. Lalu beliau menjadi wakil dan bahkan Ketua di banyak
organisasi di Tubuh NU. Sejak tingkat Ranting sampai Wilayah Provinsi DKI
Jakarta Raya. Almarhum adalah orang baik, orang baik, orang baik,” ucap KH.
Hasbullah Amin saat memberikan kesaksian serta melepas kepergian almarhum.
Selain sosok yang gigih dan ulet dalam
memperjuangkan Islam Aswaja, KH Amirullah Ilyas juga seorang aktivis organisasi
yang ulet. Berbagai organisasi sosial kemasyarakatan di bawah naungan NU pernah
ia ikuti. Bahkan seringkali ia menjadi penentu dari putaran roda organisasi tersebut.
Beliau pernah menjadi ketua IPNU Cabang Pulo Gadung (1962-1965), Ketua Ranting
merangkap Ketua Bidang Pendidikan GP.Ansor Cab.Pulogadung (1965-1969), Ketua GP
Ansor Cab.Pulogadung sekaligus Sekretaris Partai NU Cab. Pulogadung
(1975-1984), Ketua GP Ansor Cab. Cakung (1977-1979), Sekretaris PCNU Cakung
(1979-1984), Ketua PCNU Jakarta Timur sekaligus dilantik di Graha Purna Yudha
dalam jajaran Ketua Tanfidziyah PWNU DKI Jakarta.
Hingga saat ini, semua SK Organisasi di bawah
bendera NU yang pernah beliau masuki sejak tahun 1959 masih tersimpan dengan
rapi. Hal itu menjadi salah satu bukti betapa cintanya KH Amirullah pada NU.
Saking cintanya pada NU dan organisasi yang dia pimpin, KH Amirullah Ilyas
pernah mengundurkan diri dari jabatan PNS di lingkungan Pengadilan Agama
Istimewa Jakarta Raya. Hal itu beliau lakukan agar beliau bisa lebih
konsentrasi mengurusi Organisasi dan NU. Nyata sekali bahwa KH Amirullah lebih
memprioritaskan perjuangan yang tak jarang menuntut pengorbanan dibanding
kenyamanan finansial yang seringkali melenakan.
Di mata keluarga, KH Amirullah Ilyas adalah
sosok yang sangat penyayang namun tetap tegas dan disiplin. Terlebih dalam
mendidik serta menanamkan nilai-nilai agama Islam kepada putra-putrinya.
Mungkin ini adalah buah dari kedekatan beliau dengan para ulama dan Habaib.
Putra-putrinya dimasukkan dimasukkan sekolah umum, namun wajib masuk Madrasah
Diniyah.
“Sejak pertama kali ada televisi, kami
diperbolehkan menonton. Tapi jika sudah mau masuk waktu maghrib, TV wajib
dimatikan. Kami juga diharuskan shalat berjamaah. Setelah solat kami harus
mengaji Al-Qur’an. Baru setelah itu mempelajari pelajaran di sekolah atau
madrasah. Aturan ini berlaku hingga akhir hayat beliau.” Kata salah satu putra
Kiai Amirullah Ilyas.
Amirul mukminin Umar ibn al-Khattab pernah
berkata, bahwa seorang lelaki yang berani meremehkan solatnya maka dalam urusan
lainnya ia akan lebih berani meremehkannya. Mafhum mukhalafah atau pemahaman
terbaliknya, seorang lelaki yang bisa menjaga solatnya dengan baik maka dalam
urusan lain ia akan lebih bisa menjaga dengan baik. Dalam masalah ini kita bisa
meneladani sikap KH Amirullah.
Seperti dikatakan istrinya, KH Amirullah
Ilyas sangat menjaga urusan sholat. Baik saat berada di rumah maupun saat
berada di dalam perjalanan. Beliau juga secara istiqomah menjalankan sunnah
Nabi SAW, bangun malam sebelum fajar untuk menjalankan solat malam. Juga
berdzikir serta meminta ampunan pada Allah. Salah satu amalan sunnah yang
pelakunya akan dikaruniai Allah Swt. derajat mulia dan posisi terpuji.
Di detik-detik akhir hidupnya, Kiai
Amirullah memanggil istri dan semua putra-putrinya. Ia lalu meminta maaf
kepada semuanya atas segala kekhilafan yang pernah dia lakukan. Kiai Amirullah
lalu meminta dihadapkan ke arah kiblat. Terdengar lirih lisannya mengucapkan
kalimah syahadat. Dan seutas senyum tersungging di bibirnya saat ia berangkat
menemui pencipta dan pemiliknya. []
(Ahmad Rofiq/Anam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar