Hamil Tua untuk
Lahirnya Putra Petir
Dukungan untuk
lahirnya Putra Petir terus mengalir. Sampai-sampai saya tidak mampu membalas
satu per satu email yang masuk. Tanggapan tidak hanya datang dari seluruh
Indonesia, tapi juga dari mancanegara. Putra-putra petir yang sekarang bekerja
di luar negeri terlihat lebih antusias. Seorang doktor kita yang sejak S-1
sudah belajar di Jepang menulis bahwa kelahiran Putra Petir sebagai sebuah
keharusan. Email juga datang dari ahli-ahli ITS Surabaya, ITB Bandung, UGM
Jogjakarta, USU Medan, dan banyak lagi.
Dari luar kampus mengirimkan email yang juga sangat konkret. Seorang ahli yang
sekarang menekuni microturbine (turbin dan generatornya berada dalam satu
kemasan kompak yang sistemnya sudah bisa menyerap panas mesin itu sendiri
menjadi energi listrik tambahan) langsung melangkah. Dia akan membeli mobil
Kijang untuk diganti mesinnya dengan mesin mobil listrik. Dalam dua bulan sudah
akan jadi mobil listrik yang bisa saya pakai ke kantor sehari-hari.
Saya sampaikan padanya, jangan menggunakan merek mobil yang sudah ada. Kita
belum minta izin kepada pemilik merek itu. Belum tentu kita boleh
menggunakannya. Kalau sampai kita digugat energi kita habis untuk itu. Kita
akan kelelahan. Kita akan susah. Kelahiran Putra Petir bisa gagal.
Lebih baik kita ciptakan sendiri body mobil listrik nasional ini. Mungkin
memerlukan waktu beberapa bulan, tapi lebih nasional. Atau kita minta izin saja
ke Mendikbud Bapak Muhammad Nuh untuk bisa menggunakan body mobil Esemka.
Desain mobil Esemka yang terbaru, yang sudah disempurnakan di sana-sini
(seperti yang saya lihat di pameran mobil Esemka di Universitas Muhammadiyah
Solo bulan lalu) sudah sangat keren.
Atau kita pakai body mobil nasional Timor yang sudah tidak diproduksi lagi itu.
Mobnas Timor cukup bagus dan enak dikendarai. Masyarakat juga sudah bisa
menerima Timor. Masih ada ribuan Timor saat ini berlalu-lalang di jalan-jalan.
Penampilannya yang baik bisa kita manfaatkan sebesar-besarnya. Hanya saja saya
masih belum tahu bagaimana prosedur perizinannya saat ini. Apakah masih harus
minta izin ke Mas Tommy Soeharto atau cukup ke pemerintah, mengingat mobil
Timor pernah disita BPPN pasca krisis berat 1998 lalu.
Intinya, untuk melawan kenaikan harga BBM yang pernah terjadi, sedang terjadi,
dan akan terus terjadi itu, tidak ada jalan terbaik kecuali kita musuhi BBM itu
sendiri. Kita jadikan BBM musuh kita bersama. Kita demo BBM-nya ramai-ramai,
bukan kita demo kenaikannya. Kalau setiap kenaikan BBM kita demo, kita hanya
akan terampil dalam berdemo. Tapi kalau BBM-nya sendiri yang kita musuhi, kita
akan lebih kreatif mencari jalan keluar untuk bangsa ini ke depan.
Jalan terbaik adalah jangan lagi kita gunakan BBM. Kalau kita sudah tidak
menggunakan BBM apa peduli kita dengan barang yang juga menjadi penyebab
rusaknya lingkungan itu. Kelak, kita bersikap begini: biarkan dia naik terus
menggantung sampai setinggi Monas! Kalau kita tidak lagi menggunakannya, mau
apa dia!
Tanpa ada gerakan nyata melawan BBM, seumur hidup kita akan ngeri seperti
sekarang ini. Seumur hidup kita harus siap-siap melakukan demo. Seumur hidup
kita tidak berubah!
Kalau kita sudah tahu bahwa seumur hidup kita akan terjerat BBM seperti itu
mengapa kita tidak mencari jalan lain? Mengapa kita menyerah begitu saja pada
keadaan? “Mengapa? Mengapa?,” kata Koes Ploes. Anggaplah kita tidak takut
kepada Koes Ploes. Tidakkah kita harus takut kepada yang menciptakan alam
semesta ini? Berapa kali Allah mengatakan “Afalaa ta’qiluuun?”.
Kita pernah menjawab pertanyaan “mengapa?” itu beberapa tahun lalu. Saat
program konversi minyak tanah ke elpiji dilakukan dengan sungguh-sungguh. Bukan
main sulit dan beratnya meyakinkan masyarakat untuk pindah dari minyak tanah ke
elpiji. Bukan main bisingnya demo dan penentangan terhadap konversi saat itu.
Bukan main kecaman yang dilontarkan, sampai-sampai program itu dianggap
menyengsarakan rakyat kecil.
Meski awalnya ditentang begitu hebat, didemo begitu seru dan dimaki-maki
setengah mati, toh akhirnya “Purwodadi kuthane, sing dadi nyatane!”.
Kenyataannya berhasil! Sekian tahun kemudian diakui konversi minyak tanah ke
elpiji tersebut sebagai success story yang besar!
Hamil tua
Kalau saja tidak ada
konversi itu, alangkah beratnya saat ini! Harga minyak tanah pun akan ikut
naik. Yang terkena tidak lagi para pemilik mobil dan motor, juga ibu-ibu di
dapur! Sekarang, naikkanlah harga minyak tanah! Ibu-ibu tidak peduli! Maka
untuk mengenang kesuksesan konversi itu harusnya kini kita teriakkan: Hidup
Putra-Petir! Eh, salah: Hidup SBY-JK!
Yang diperlukan adalah tekad besar untuk mengatasi persoalan besar. Dengan
membanjirnya dukungan pada program mobil-motor nasional listrik BUMN, rasanya
tekad itu sudah sangat besar. Situasinya sudah seperti seorang ibu yang hamil
tua. Harus segera dilahirkan! Kalau tidak, akibatnya... tanya sendiri kepada
ibu-ibu yang sekarang lagi hamil tua. Atau kepada ibu-ibu yang pernah hamil
tua! Jangan tanyakan kepada bapak-bapak yang seperti hamil tua! Terutama
hamilnya karena sudah kekenyangan menikmati bisnis BBM atau bisnis kendaraan
BBM!
Tantangan terbesar mewujudkan mobil-motor listrik nasional adalah itu! Sudah
terlalu besar bisnis mobil motor dengan bahan bakar BBM. Sudah terlalu besar
keuntungan yang dinikmati dari bisnis kendaraan dengan bahan bakar BBM. Tidak
gampang kita melawannya. Memang kita semua tentu termasuk yang harus tersindir
sabda Tuhan ”Apakah kalian tidak menggunakan akal?,” itu. Tapi memang tidak
mudah keluar dari kungkungan mengguritanya bisnis yang ada.
Kalau soal teknologi jelas tidak masalah. Harga baterai litium memang masih
mahal. Tapi itu karena produksinya belum masal. Kalau semua beralih ke
mobil/motor listrik, harga baterai itu akan turun drastis. Itu saja. Jelas ini
bukan soal teknologi. Ini soal penguasaan pasar. Kalau soal teknologi, salah
satunya bertanyalah kepada LIPI. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia!
Ternyata LIPI
sebenarnya sudah lebih 10 tahun terakhir ini merintis penciptaan mobil dan
motor listrik yang kita maksud. Prototype-nya pun sudah jadi. Di luar LIPI
masih banyak yang siap melakukannya!
Seperti juga pernyataan pencipta microturbine tadi, LIPI pun mengatakan sangat
siap. Kalau saya menghendaki segera naik mobil listrik yang mesinnya ciptaan
LIPI, dalam hitungan dua-tiga bulan sudah bisa diwujudkan. Tinggal body-nya
menggunakan mobil apa. LIPI tidak akan menciptakan body mobil. Bukan karena
sulit, tapi karena sudah banyak yang mampu menciptakannya.
Kita memiliki banyak industri karoseri yang handal. Sudah pula ekspor
besar-besaran. Seperti di Malang, Magelang, Surabaya, dan Bekasi. Soal karoseri
kita harus bangga dengan kemampuan dan ketrampilan bangsa sendiri.
Tinggal mesin ciptaan
LIPI itu kita bandingkan dengan mesin-mesin ciptaan para ahli dari universitas
dan ahli dari kalangan praktisi. Bisa saja kita pilih salah satu, atau kita
bicarakan bagaimana baiknya.
Vampir BBM
Saya sendiri sudah
menaruh perhatian pada kendaraan listrik ini sejak menjadi direktur utama PLN.
Salah satu yang membuat saya berat meninggalkan PLN adalah belum terwujudnya
kendaraan listrik ini. Dalam road map yang sudah saya sampaikan kepada direksi PLN
saat itu (juga saya beberkan dalam rapat kerja nasional PLN di Karawaci tahun
2010), pada akhirnya PLN harus memproduksi kendaraan listrik di akhir 2013.
Yakni setelah byar-pet teratasi, setelah wabah kerusakan travo beres, setelah
wabah gangguan jaringan tuntas, dan setelah perang intern lawan BBM selesai.
Waktu itu perang intern melawan BBM di PLN harus dimenangkan akhir tahun 2012.
Tahun depan, rencana saya waktu itu, penggunaan BBM di PLN yang semula 9 juta
kiloliter harus tinggal maksimum 2,5 juta kiloliter! Untuk itu saya membuat
program “pembunuhan berencana”. Yakni mematikan pembangkit-pembangkit besar
yang haus BBM seperti di Tambak Lorok (Semarang), Gresik (Jatim), Muara Karang
(Jakarta), dan akhirnya Muara Tawar (Bekasi) plus Belawan (Medan).
Semua yang saya sebut itu adalah vampir-vampir BBM. Vampir-vampir itulah yang
membuat PLN memboroskan uang negara puluhan triliun rupiah.
Untuk mendorong agar
“pembunuhan berencana” terhadap pembangkit besar yang rakus BBM itu bisa cepat
dilakukan, saya sampai menawarkan hadiah khusus. Tim PLN yang bekerja di
lapangan yang bisa menyelesaikan dengan cepat pembangunan transmisi 150 kv dari
Lontar ke Tangerang, akan saya beri hadiah mobil dari saya pribadi. Kalau
transmisi ini berhasil dibangun, listrik untuk kawasan Jakarta utara sampai
Priok tidak perlu lagi dari PLTG raksasa Muara Karang. Listriknya bisa datang
dari sumber yang sangat murah di Lontar yang dialirkan dengan transmisi baru
tersebut.
Akhirnya tim itu benar-benar berhasil menyelesaikan proyek sulit tersebut.
Memang terlambat satu bulan dari rencana, tapi hadiah tetap saya berikan. Mobil
Avanza sudah dibeli. Sayang, masih belum mobil Putra Petir!
Penyerahannya akan
dilakukan bersamaan dengan dihapusnya BBM dari PLTG Muara Karang. Berkat penghapusan
BBM di Muara Karang itu negara akan lebih hemat setidaknya Rp 2 triliun/tahun.
PLTG boros BBM lain seperti Gresik sudah tahun lalu tidak menggunakan BBM lagi.
Demikian juga PLTGU Tambak Lorok Semarang. Sudah tidak minum BBM lagi. Dari
tiga lokasi itu saja setidaknya 3 juta kiloliter BBM sudah bisa dihemat.
Tinggal tiga PLTG lagi yang masih “bandel”: Muara Tawar, Belawan, dan Bali.
Masih perlu dua tahun lagi untuk menghapus BBM dari tiga lokasi itu. Untuk
menghapus BBM di Belawan, masih menunggu selesainya revitalisasi LNG Arun. Dari
Lhokseumawe ini akan dipasang pipa gas ke Belawan. Agar penggunaan BBM di
Belawan digantikan dengan gas.
Untuk menghapus BBM di Muara Tawar masih menunggu selesainya proyek terminal
apung LNG di Lampung. Terminal apung ini dibangun di Lampung sekalian untuk
memenuhi kebutugan gas industri-industri besar di Cilegon. Kebetulan dari
Cilegon sudah ada pipa gas yang nyambung sampai Muara Tawar!
Sedang untuk
memerangi BBM di Bali, masih menunggu selesainya pembangunan transmisi 500 kv
dari Jawa ke Bali. Ini transmisi yang towernya akan menjadi yang paling tinggi
di dunia: 376 meter. Agar bisa menyeberangkan listrik melampaui selat Bali.
Tenaga matahari
Memerangi BBM tidak
cukup hanya dilakukan untuk pembangkit-pembangkit listrik besar itu. Kita
memiliki ribuan pulau kecil yang listriknya dibangkitkan dengan mesin diesel
yang bahan bakarnya BBM juga. Ini juga harus dilawan. Tidak ada senjata lebih
tepat kecuali tenaga surya. Karena itu industri tenaga matahari juga harus
dibangun!
Minggu lalu saya sudah memutuskan agar BUMN membangun industri PV. Saat ini sudah
ada delapan pengusaha bergerak di industri listrik tenaga matahari. Namun
sifatnya baru merakit. Bahan-bahan solar cell-nya masih harus diimpor. Inilah
yang akan diatasi oleh BUMN. PT Lembaga Elektronika Nasional (PT LEN Industri),
perusahaan BUMN yang di Bandung itu, saya tugaskan mendirikan industri tenaga
matahari dalam pengertian yang sesungguhnya. SDM-nya sudah mampu. Ahli-ahlinya
sudah banyak. Kesungguhan dan keteguhan hati yang diperlukan.
Agar industri tenaga matahari itu nanti lebih hemat modal, tidak perlu membeli
tanah dan membangun pabrik. Saya minta manfaatkanlah pabrik Industri Sandang di
Karawang yang sudah lama tutup itu. Lokasinya sangat luas. Untuk 10 ha industri
tenaga matahari ini hanya memerlukan sepertiga lokasi pabrik tekstil yang sudah
lama mati itu.
Kita sungguh malu kalau sampai Indonesia tidak memiliki industri tenaga
matahari. Negara kita sangat luas. Berada di garis katulistiwa. Mataharinya
begitu jreng. Pasar kita sangat besar. Tidak masuk akal kalau kita harus impor
suku cadang tenaga matahari dari Malaysia. Atau dari negara bersalju yang tidak
punya cukup matahari! “Mengapa? Mengapa?,” tanya Koes Ploes.
Mau tidak mau BBM ini memang harus dilawan dari dua arah: dari gas dan dari
listrik. Kendaraan umum yang besar-besar, silakan beralih ke gas. Kereta api
harus beralih ke listrik, sebagaimana KRL. Kendaraan pribadi harus beralih ke
listrik. Bukan hanya akan hemat BBM juga akan sangat baik untuk lingkungan
hidup. Kendaraan listrik tidak menimbulkan emisi sama sekali!
Jadi, ide mobil motor listrik ini tidak muncul tiba-tiba. Hanya saja kenaikan
harga BBM yang menghebohkan itu harus dimanfaatkan sebagai momentum untuk
melawan belenggu hantu BBM. Dua tahun lalu saya sudah mencoba sepeda motor
listrik di Bandung. Ciptaan anak bangsa sendiri. Saya keliling kota Cimahi
dengan motor listrik. Setelah itu saya membeli motor listrik sekaligus dua
buah. Setiap hari motor itu digunakan oleh sopir yang ada di rumah saya di
Surabaya. Saya minta segala macam kekurangannya dicatat. Setiap kali ke
Surabaya saya diskusi dengan pak sopir mengenai kelebihan dan kekurangan motor
listrik itu. Catatan itulah yang terus saya diskusikan dengan para pegiat motor
listrik.
Dulu, ketika masih bisa sering ke Tiongkok, saya juga mengunjungi pabrik mobil dan
motor listrik. Tentu juga sering mencobanya. Saya tidak ragu lagi bahwa
mobil-motor listrik harus segera di lahirkan di Indonesia. Putra Petir tidak
boleh terlalu lama berada dalam kandungan.
Situasinya sudah hamil tua. Harus segera dilahirkan!
Dahlan Iskan, Menteri
Negara BUMN
Sumber: