Jumat, 29 Juli 2016

(Do'a of the Day) 24 Syawwal 1437H



Bismillah irRahman irRaheem

In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind

Allaahumma 'aafinii fii badanii, allaahumma 'aafinii fii sam'ii, allaahumma 'aafinii fii basharii.

Ya Allah, selamatkanlah badanku. Ya Allah, selamatkanlah pendengaranku. Ya Allah, selamatkanlah penglihatanku.

Dari Kitab Al-Adzkar - Imam An-Nawawi, Bagian 1, Bab 51.

(Khotbah of the Day) Menyelami Fitrah Kemanusiaan Kita



KHOTBAH JUM'AT
Menyelami Fitrah Kemanusiaan Kita

Khutbah I

الحمدُ لِلهِ العَلِيِّ العَظِيْم العَزِيْزِ الحَكِيْمِ الَّذِيْ فَطَرَنَا بِاقْتِدَارِهِ، وَطَوَّرَنَا بِاخْتِيَارِهِ، وَرَتَّبَ صُوَرَنا فِي أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ، وَمَنَّ عَلَيْنَا بِالعَقْلِ السَّلِيْمِ ، وَهَدَانَا إِلى الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَهُوَعَلَى كُلِّ شَيْئ ٍقَدِيْرٌ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَنَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمـَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَأَفْضلِ اْلأَنْبِيَاءِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبه أَجْمَعِيْنَ.

أَمَّا بَعْدُ، فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ


Ada perilaku yang sudah mentradisi di kalangan masyarakat Indonesia tiap kali datang hari raya Idul Fitri. Mereka ramai-ramai merayakannya dengan ekspresi suka cita yang dalam. Sebagian besar orang menyebutnya “hari kemenangan” meskipun seringkali kita sendiri ragu: benarkah kita sedang mengalami kemenangan? Kalaupun iya, kemenangan dari apa dan untuk siapa?

Orang dikatakan menang ketika ia telah sukses mengalahkan sesuatu yang menjadi lawannya. Sesuatu itu bisa berupa hal-hal yang membelenggu, menjajah, menyerang, dan menindas. Dan musuh utama manusia selama puasa Ramadhan sebelum akhirnya merayakan Idul Fitri adalah hawa nafsu. Masalahnya, hawa nafsu membelenggu, menjajah, menyerang manusia bukan dengan penampilan yang seram nanjorok. Sebaliknya, ia justru menghampiri anak Adam sebagai hal yang memikat dan disukai. Di titik inilah puasa menjadi superberat, karena mensyaratkan seseorang tak hanya sanggup menahan lapar dan haus tapi juga sanggup melawan dirinya sendiri yang sering dikuasai kesenangan-kesenangan ego pribadi.

Rasulullah mengingatkan,

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ حَظٌّ مِنْ صَوْمِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَالْعَطَشُ ، وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ حَظٌّ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ وَالنَّصَبُ

“Kadang orang yang berpuasa tak mendapat hasil dari puasanya kecuali lapar dan dahaga. Kadang pula orang yang qiyamul lail tak memperoleh hasil dari usahanya tersebut kecuali begadang dan rasa letih.”

Jika demikian, benarkah kita sedang mengalami kemenangan? Kalaupun iya, kemenangan dari apa dan untuk siapa?

Hadirin shalat Jum’at hafidhakumullâh,

Dalam suasana masih Idul Fitri ini penting bagi khatib pribadi dan jamaah sekalian untuk berinstropeksi tentang kualitas ketakwaan yang menjadi tujuan diwajibkannya berpuasa (la‘allakum tattaqûn). Bulan Syawal menjadi ukuran bagi kita untuk memeriksa segenap ibadah, tingkah laku, dan sikap batin kita, apakah mengalami peningkatan mutu, biasa-biasa saja, atau justru mengalmi penurunan. Bagaimana tingkat kepekaan kita kepada sesama, terutama yang membutuhkan? Sudah seberapa jauh sifat riya’, ujub, dengki, suka membual, dan bertindak tidak penting menghindar dari diri kita? Dan lain sebagainya.

Tantangan kita selanjutnya adalah mengungkapkan suka cita pada hari Lebaran dengan penuh makna, bukan sebatas pesta kue hari raya, pamer busana, dan hura-hura. Suasana Idul Fitri sejatinya adalah suasana kemanusiaan. Di momen ini, kita dibangkitkan untuk kian berempati dengan sesama, membuka pintu maaf, serta melepas gengsi untuk mengakui kesalahan lalu meminta maaf. Sebagian orang yang berpunya mengisi saat-saat ini untuk berbagi dengan sanak saudara.

Itulah sebabnya, Islam mengajarkan setiap manusia yang mampu untuk mengeluarkan zakat fitri atau kita sering menyebutnya zakat fitrah. Fithri artinya “suci, karakter asli, bawaan lahir”. Islam—melalui simbol zakat itu—menjadikan solidaritas terhadap sesama, terutama kepada mereka yang sedang butuh uluran tangan, sebagai bagian dari fitrah kemanusiaan kita.

Naluri manusiawi selalu menaruh kepedulian yang tinggi kepada mansuia lainnya, bahkan kepada makhluk lain secara umum, seperti air, tanah, binatang, dan tumbuhan. Garis sikap inilah yang kerap terabaikan dan berat dilaksanakan. Salah satu faktornya adalah manusia kalah dengan hawa nafsunya yang cenderung mengutamakan kepentingan sempit untuk kepuasan diri sendiri. Puasa adalah di antara jalan yang disediakan agama untuk berjihad menaklukkan nafsu yang menjelma seperti “anak manja” itu.

Hadirin shalat Jum’at as‘adakumulâh,

Agama juga disebut-sebut sebagai sesuatu yang fitrah. Artinya, petunjuk-petunjuknya selaras dengan jati diri, watak bawaan, dan naluri manusiawi. Agama memposisikan manusia tak sebatas jasad tapi juga ruh, mempercayai kekuatan adikodrati yakni Tuhan, dan menuntut tiap manusia berakhlak mulia. Semua ini bersifat fitrah.

Justru karena agama ini fitrah inilah agama tidak perlu dipaksakan karena petun¬juknya tidak ada yang bertentangan dengan jati diri dan naluri manusia. Kalau pun ada maka cepat atau lambat akan ditolak oleh penganutnya sendiri, dan inilah bukti bahwa agama memang fitrah.

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,

Demikianlah, semoga Idul Fitri benar-benar menjadi momentum yang sesuai dengan artinya, yakni kembali ke kondisi fitrah. Kembali ke jati diri kemanusiaan kita sebagai hamba Allah yang total, kembali tabiat asli manusia sebagai makhluk sosial, dan kembali kepada naluri manusia sebagai makhluk penyayang terhadap lingkungan dan alam secara luas.


Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهّ أَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ


Sumber: NU Online

Cak Nun: Anak Asuh Bernama Indonesia



Anak Asuh Bernama Indonesia
Oleh: Emha Ainun Nadjib

Engkau tidak perlu mubadzir menghabiskan umur menunggu rasa kecewa dan kecele oleh kehidupan, tidak perlu berpanjang-panjang melewati jalan kebingungan, kubangan frustrasi atau padang pasir keputusasaan — untuk mempercayai dan memakai berikut ini dalam kehidupanmu:

“Bahwa keberhasilan dan kebahagiaan hidupmu tidak terutama tergantung pada keadaan-keadaan yang baik atau buruk di luar dirimu, melainkan tergantung pada kemampuan ilmu dan mentalmu menyikapi keadaan-keadaan itu”.

Misalnya engkau masih muda, jalanan ke masa depan masih jauh dan kau lihat ada banyak matahari berjajar di cakrawala, tetapi keadaan di sekitarmu rusak binasa tak terkira, penuh penyakit akut, bertaburan racun dan segala macam zat negatif yang membunuh akal, batin, mental dan bahkan jasadmu.

Atau engkau sudah tua, udzur dan siap-siap berhijrah ke kehidupan yang berikutnya. Tetapi keadaan yang telah kau temani berpuluh-puluh tahun bukan bertambah baik, melainkan bertambah hancur luluh lantak. Engkau sekeluarga bersama istri dan anak-anak cucu-cucumu mungkin tidak sangat mendasar penderitaannya. Tetapi masyarakatmu, Negaramu, kebudayaan dan peradaban yang mengepungmu, sama sekali bukan bahan-bahan yang enak dikenang nanti sejak di kuburan hingga ke alam barzakh.

***

Engkau masih muda belia atau sudah tua renta terkurung oleh posisi di mana engkau tak bisa berbuat apa-apa atas situasi-situasi di sekelilingmu. Keadaan yang jauh lebih rusak dari yang pernah engkau pelajari atau bayangkan tentang kerusakan. Situasi gila yang lebih gila dari segala kegilaan yang pernah engkau saksikan dan pahami.

Susanana kemanusiaan, suasana politik, kebudayaan, bahkan yang kelihatannya sudah dilandasi dengan iman dan taqwa kepada Tuhan, yang lebih hina dan rendah dibanding segala kehinaan dan kerendahan yang pernah engkau gambar di alam pikiran dan pembelajaran hidupmu.

Karena engkau orang yang bersungguh-sungguh dalam memikirkan dan merenungi segala sesuatu, maka engkau merasa sangat tertekan oleh — misalnya — situasi dunia di mana manusia mengagung-agungkan negara dengan meyakini bahwa ia lebih berkuasa dari kuasa Tuhan.

Para penguasa mendewa-dewakan jabatannya sambil mempercayai bahwa kekuasaannya melebihi hakekat pergantian siang dan malam. Negara dan para penguasa yang duduk di singgasana menyangka dirinya berposisi di atas para Nabi dan Rasul yang resonansi amanat di tangannya berlaku sampai hari kiamat.

Bahkan mereka berpikir bahwa Tuhan bukan hanya tidak berkuasa atas diri mereka, lebih remeh dari itu: Tuhan bisa diperdaya, dimanfaatkan, ditunggangi, diregulasi, dimanipulir, diperalat, dijadikan properti kamuflase, pemalsuan dan penggelapan. Tuhan diangkat menjadi Kepala Dinas pengabulan doa, merangkap Kepala Divisi Intelegen yang tugasnya menyembunyikan kejahatan para penguasa, atau menutupi aib-aib mereka.

Itulah sebabnya mereka sangat percaya diri untuk menyelenggarakan penjajahan tak henti-hentinya, dengan menggenggam nama Tuhan dan seluruh staf-Nya di seluruh alam semesta sebagai alatnya.

Mereka menerapkan tipu daya yang terus menerus di-upgrade metode dan strateginya, dengan mengolah, membolak-balik, merekayasa dan memanipulir nilai-nilai Tuhan, ajaran-ajaran-Nya, kalimat-kalimat-Nya, untuk kepentingan pragmatis kepenguasaan mereka atas seluruh aset kekayaan bumi.

Mereka menjalankan proyek pembodohan sangat massal di seluruh permukaan bumi, melalui sekolah-sekolah dan universitas-universitas atau lembaga-lembaga kependidikan di luarnya, terutama juga melalui media massa, memanfaatkan kelemahan mental para petinggi negara, menunggangi inferioritas karier kaum cerdik pandai, serta mempermainkan rahasia keserakahan dunia para pemimpin agama.

***

Suasana rusuh seperti itulah yang dalam waktu yang terlalu lama meracuni ruang batin kemanusiaan sangat banyak orang, termasuk saudaraku yang beberapa kali kuceritakan di tulisan-tulisan sebelumnya. Jiwa saudaraku itu terbakar di setiap siang dan membara di setiap malam, sehingga hidupnya dipenuhi oleh kemarahan dan terkadang amukan.

Pernah aku omong sangat pribadi dengan saudaraku itu. “Kau mau apa? Kamu bunuh semua orang dholim itu dari Istana Negara hingga Balai Desa? Berapa jumlah mereka? Berapa tahun atau berapa puluh atau ratus tahun yang kau perlukan untuk membunuhi mereka satu per satu, atau sepuluh per sepuluh, atau dengan bom-bom dahsyat seratus per seratus? Sedangkan temanmu kemarin melakukan bom bunuh diri dan hanya dirinya sendiri yang mati oleh bom yang disandangnya?”

Saudaraku itu sangat yakin akan kewajiban “nahi munkar”, mencegah atau melawan segala kemunkaran, penjajahan, ketidakadilan, kecurangan, penipuan massal oleh media-media komunikasi. Seberapa skala yang ia mampu? Sekampung? Sekecamatan? Sekabupaten seprovinsi? Atau dari Sabang hingga Merauke? Atau di seluruh permukaan bumi?

Seberapa banyak mesiumu? Bagaimana strategi perangmu? Sudah tepatkah pengenalanmu terhadap peta medannya? Sudah kau hitung kekuatan musuh-musuhmu? Sudah kau pilah berapa orang di berbagai level dan segmen yang wajib dibunuh, yang cukup dipotong tangan atau kakinya, yang hanya dipenjara, atau yang masih bisa kau ajak memasuki kebenaran yang kau yakini? Mana draft pemetaan perang yang kau selenggarakan?

Atau kau sekedar akan menyelenggarakan revolusi, atau mungkin lebih lunak: reformasi? Atau penggal kepala kedhalimannya saja: kudeta? Siapa nanti tokoh nomer satu pemerintahanmu? Siapa saja menteri-menteri dan pejabat-pejabat kuncimu? Mana, perlihatkan kepadaku susunan kabinetmu.

***

Aku akan mencari waktu untuk membeberkan apa yang kumaksudkan itu secara lebih rinci, sekaligus meluas dan mendalam. Tetapi hari ini aku titip dua pertanyaan kecil, untuk kau bawa dan olah dalam pikiranmu, atau kau buang — itu sepenuhnya merupakan kedaulatanmu.

Seberapa jauh, seberapa luas, seberapa menyeluruh, seberapa mendasar kelak Tuhan melalui staf-Nya menagih tanggung jawabmu tentang semua hal-hal besar yang membuatmu jadi pemarah dan pengamuk itu.

Bagaimana kalau mulai nanti malam engkau coba elus-elus dengan kelembutan hatimu dan kejernihan pikiranmu kata-kata berikut ini:  “Indonesia adalah salah satu dari sekian anak asuhmu”. []

Dari CN kepada anak-cucu dan JM
Yogya 7 Pebruari 2016

--

"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Shambazy: Bayangkan: Presiden Trump!



Bayangkan: Presiden Trump!
Oleh: Budiarto Shambazy

Luar biasa sekali rasa percaya diri Donald Trump ketika berpidato menerima pencalonan sebagai presiden di hari terakhir Konvensi Republik di Cleveland, Ohio, Jumat (22/7). Ia sesumbar mengatakan, "Hanya saya sendiri yang mampu memperbaiki semuanya". Trump merasa tak perlu bantuan siapa pun untuk mengatasi berbagai krisis yang melanda Amerika Serikat dewasa ini, khususnya ancaman terorisme internasional dan meroketnya angka kriminalitas dalam negeri.

Di atas podium, Trump mengatakan, AS dirundung "kemiskinan dan kekerasan di dalam negeri" serta "perang dan kehancuran di luar negeri". Lalu, ia menawarkan solusi. "Saya suara kalian. Saya hanya sendiri yang mampu memperbaiki semuanya. Saya akan memulihkan hukum dan ketertiban," kata pria kelahiran Queens, New York City, 14 Juni 1946, itu.

Sekadar perbandingan, ada tiga capres Republik yang memenangi pilpres dalam era modern, yakni Ronald Reagan (1981-1989), George HW Bush (1989-1993), dan George W Bush (2001-2009). Sebagai tokoh-tokoh teras Republik, mereka konservatif dan religius. Dalam pidato penerimaan pencalonan saat konvensi, mereka dengan rendah hati memohon dukungan rakyat dan partai sembari mengajak hadirin berdoa meminta berkah Tuhan.

Trump bukan sosok dari kalangan mapan konservatif atau religius. Trump konglomerat dengan kekayaan yang ditaksir mencapai sekitar 4,5 miliar dollar AS. Ia menikah tiga kali dengan Ivana Zelnickova (1977-1991), Marla Maples (1993-1999), dan Melania Knauss (2005-sekarang).

Trump baru tahun 1987 bergabung dengan Republik, sebelumnya orang Demokrat tulen. Ia sempat loncat ke Partai Reformasi (1999-2001) untuk menjadi capres, tetapi "balik kanan" ke Republik. Pada 2011, Trump berniat lagi mencalonkan diri sebagai presiden melalui jalur independen, tetapi urung dan kembali lagi ke pangkuan Republik.

Trump dikenal sebagai donatur politik yang murah hati untuk hampir semua politisi top di AS, termasuk untuk Bill dan Hillary Clinton. Trump telah tercatat sebagai capres terkaya dalam sejarah AS, juga sebagai selebritas pemeran utama serial reality show The Apprentice yang ditayangkan di NBC sejak 2004 sampai 2015.

Ketika resmi "nyapres", 16 Juni 2015, Trump bukanlah unggulan. Trump, bersama dokter Ben Carson dan eks CEO Hewlett-Packard Carly Fiorina, mesti menghadapi 14 capres kelas berat yang sudah malang melintang sebagai gubernur/eks gubernur ataupun senator/eks senator. Baru pertama kali dalam sejarah, ada 17 capres Republik yang saling bertarung untuk merebut Gedung Putih yang selama delapan tahun (dua periode) dihuni presiden Demokrat, Barack Obama.

Perlawanan "status quo"

Trump tampil mengejutkan berkat gagasan membangun tembok di perbatasan Amerika Serikat-Meksiko untuk menghentikan arus imigran gelap dari negara-negara di Amerika Tengah dan Selatan. Kini, ada sekitar 11 juta imigran gelap dari negara-negara Latin tersebut, sekitar separuhnya berasal dari Meksiko. Tak lama kemudian Trump merangsek dengan gagasan larangan Muslim berkunjung ke AS, yang menimbulkan reaksi negatif dari dalam dan luar negeri.

Trump berbicara lantang mengenai hal-hal yang selama ini tabu diucapkan para politisi. Ia, misalnya, tak peduli bahwa keturunan Latin, yang mencapai sekitar 17 persen, akan memusuhinya. Secara perlahan-lahan tetapi pasti, Trump menggairahkan basis-basis politik Republik yang kecewa terhadap kondisi ekonomi, terhadap kepemimpinan Obama, dan juga terhadap Republik, yang sebagai partai penguasa di Kongres ternyata dianggap takluk di tangan Gedung Putih.

Pendek kata, rakyat Republik melancarkan pemberontakan terhadap penguasa status quo di bawah kepemimpinan Trump yang dianggap aspiratif dan karismatik. (BERSAMBUNG) []

KOMPAS, 26 Juli 2016
Budiarto Shambazy | Wartawan Senior KOMPAS