Jumat, 15 Juli 2016

Zuhairi: Arab Saudi dan NIIS



Arab Saudi dan NIIS
Oleh: Zuhairi Misrawi

Aksi bom bunuh diri beruntun yang dilakukan Negara Islam di Irak dan Suriah di Arab Saudi-Qatif, Jeddah, dan Madinah (5/7/2016)-membuka lembaran baru relasi negara kaya minyak itu dengan kelompok teroris paling brutal saat ini.

Semua tahu, geneologi Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) tidak bisa dipisahkan dari perta- rungan politik antara rezim yang berkuasa dan pihak oposisi di Irak dan Suriah. Instabilitas politik di dua negara itu telah memunculkan lahirnya kelompok- kelompok perlawanan yang membawa bendera agama.

Di Suriah, Arab Saudi bersama negara Teluk lainnya menyokong pihak oposisi. Alasan mereka, melengserkan rezim Bashar al- Assad sama halnya dengan melemahkan pengaruh Iran di kawasan. Arab Saudi dan sekutunya punya target yang tak main-main memerankan kartunya di Timur Tengah: mengubah peta geopolitik. Karena itu, seluruh kelompok oposisi yang punya misi menjatuhkan rezim Assad mendapat dukungan finansial dan persenjataan yang sangat luar biasa.

Namun, satu hal yang tak dikalkulasi Arab Saudi dan negara Teluk, di antara kelompok oposisi tersebut punya misi terselubung. Kelompok oposisi punya mimpi masing-masing perihal masa depan Irak dan Suriah. Menumbangkan rezim Assad hanya sasaran antara. Tujuan utamanya mendirikan negara agama, glorifikasi negara masa lalu.

NIIS salah satu kelompok oposisi yang terang-terangan mendirikan negara di tengah kecamuk politik yang tak berujung itu. Mereka menjadikan kota-kota yang dikuasai, seperti Mosul (Irak) dan Raqqa (Suriah), basis mengendalikan kekuasaannya. Bahkan, NIIS belakangan mendeklarasikan sebagai jaringan global dengan tak lagi menjadikan Irak dan Suriah basisnya. Mereka menyebut kelompoknya sebagai Negara Islam yang tersebar di seantero dunia dengan menggunakan media sosial sebagai komunikasi internal.

Pertanyaannya, kenapa NIIS yang semula mendapatkan sokongan dari Arab Saudi dan negara Teluk kini justru menyerang balik Arab Saudi? Bukankah ideologi NIIS sejalan dengan ideologi yang dianut Arab Saudi?

Sepintas serangan NIIS ke Arab Saudi sehari menjelang Idul Fitri memang terlihat aneh dan ganjil. Tidak terbayangkan NIIS akan melancarkan aksi brutal ke negara yang telah jadi inspirasi dan penyokong gerakan mereka dalam melawan rezim Assad dan gerakan melumpuhkan pengaruh Iran di kawasan. Lebih-lebih serangan tersebut dilancarkan pada hari umat Islam sedang mengakhiri puasa Ramadhan.

Beberapa alasan

Ada beberapa alasan yang dapat menjelaskan di balik serangan NIIS ke Arab Saudi. Pertama, Arab Saudi cenderung mengamini gerakan global melawan NIIS. Setidaknya dalam koalisi besar Amerika Serikat, Eropa, Rusia, dan Iran dalam menggempur NIIS, Arab Saudi dianggap menjadi bagian dari koalisi tersebut. Sikap Arab Saudi yang cenderung netral dan pasif sangat tidak menguntungkan NIIS.
Serangan NIIS ke tiga kota di Arab Saudi itu merupakan sinya- lemen penting, apakah Kerajaan Arab Saudi akan bersama atau justru sebaliknya melawan NIIS. Secara implisit, melalui serangan berantai di tiga kota, NIIS sedang melakukan tawar-menawar politik dengan rezim Arab Saudi.

Apalagi posisi NIIS belakangan ini terdesak, baik di Irak maupun Suriah. Mosul yang dalam dua tahun terakhir dikuasai NIIS juga sudah berhasil diambil kembali pasukan rezim Irak. Begitu pula Aleppo yang berhasil diambil alih NIIS, kini juga berhasil dikuasai kembali pasukan Assad. Praktis mereka sekarang hanya bertahan di Raqqa. Itu pun posisi NIIS makin terdesak akibat gempuran koalisi besar AS, Rusia, Eropa, dan Iran.

Kedua, NIIS menyerang tiga kota simbolik Arab Saudi. Qatif merupakan salah satu kota yang dihuni penganut Syiah. NIIS sepertinya meminta rezim Arab Saudi serius dan konsisten memerangi Syiah. Arab Saudi dianggap menerapkan standar ganda. Di satu sisi menggempur beberapa faksi yang berafiliasi dengan Iran, seperti di Bahrain, Irak, Suriah, Yaman, dan Lebanon, tetapi Arab Saudi justru membiarkan jutaan penganut Syiah hidup di Arab Saudi bagian timur.

Konsulat jenderal di Jeddah merupakan simbol agar Arab Sa- udi tak bermain mata dengan AS. Kita tahu bahwa Arab Saudi punya hubungan mesra dengan AS. Presiden Barack Obama dalam kunjungannya ke Arab Saudi menegaskan hubungan yang kian kuat dalam berbagai sektor kehidupan. Intinya, AS akan selalu menjaga keamanan Arab Saudi dari rongrongan pihak lain.

Serangan ke Madinah, kota Nabi Muhammad SAW, merupakan simbol penting bahwa NIIS siap mengambil alih Kota Suci yang merupakan salah satu kota penting bagi dunia Islam. Selain Madinah, NIIS sebenarnya mengirimkan ancaman akan melancarkan serangan ke Mekkah. Keistimewaan Arab Saudi karena menjadi penguasa penuh atas dua Kota Suci umat Islam: Mekkah dan Madinah. Jika NIIS berhasil menebar teror di kedua Kota Suci itu, hal tersebut akan jadi pukulan telak bagi Arab Saudi.

Ketiga, NIIS ingin menegaskan mereka eksis di Arab Saudi. Modal ideologis yang identik dengan ideologi yang dianut rezim Arab Saudi merupakan salah satu kekuatan NIIS untuk melakukan rekrutmen. Salah satu medium yang digunakan NIIS merekrut anggota dengan menggunakan media sosial. NIIS menjadikan anak muda sasaran meneguhkan eksistensi mereka di Arab Saudi.

Serangan NIIS ke tiga kota simbolik di Arab Saudi merupakan ancaman serius terhadap rezim saat ini. Mereka tak boleh main-main lagi dengan eksistensi NIIS. Apalagi menurut survei Tabah Foundation, meski mayoritas warga Arab Saudi menyebut Al Qaeda dan NIIS sebagai bentuk pemutarbalikan ajaran Islam, masih ada 28 persen yang dapat memaklumi aksi kelompok teroris. Ada 5 persen warga yang menyebut aksi mereka dapat dibenarkan, dan beberapa aksinya tak dapat diterima. Sekitar 10 persen warga Arab Saudi menyebut aksi Al Qaeda dan NIIS tak bertentangan dengan ajaran Islam (www.nytimes.com).

Berjanji

Kini rezim Arab Saudi berjanji akan melawan NIIS. Mereka akan meningkatkan keamanan dan melindungi kaum muda dari infiltrasi kaum teroris, khususnya Al Qaeda dan NIIS. Fakta yang tak terbantahkan, teroris tak hanya menggempur AS dan sekutunya, tetapi justru mengganggu keamanan Arab Saudi. Apalagi di tengah gejolak anjloknya harga minyak, Arab Saudi saat ini mengandalkan pendapatan dalam negerinya dari penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.

Jika NIIS berhasil menanamkan rasa takut di dua kota suci, Mekkah dan Madinah, maka akan jadi pukulan telak bagi devisa Arab Saudi yang dikabarkan defisit cukup serius tahun ini. Maka, Arab Saudi tak boleh menganggap sepele menghadapi ancaman NIIS. Diperlukan kebijakan yang komprehensif, yang dimulai dengan reformasi paham keagamaan yang lebih toleran dan humanis, serta tak membiarkan kelompok yang berafiliasi dengan Al Qaeda dan NIIS.

Di Timur Tengah mulai muncul seruan melirik keberagamaan ala Asia Tenggara, khususnya Indonesia, yang terbukti berhasil mempersempit ruang gerak kelompok teroris dan mampu menangkal pikiran ekstrem. Hemat saya, saatnya Arab Saudi belajar dari Indonesia mewujudkan ajaran Islam rahman lil 'alamin, bukan sebaliknya. []

KOMPAS, 12 Juli 2016
Zuhairi Misrawi | Peneliti Pusat Kajian Pemikiran dan Politik Timur Tengah, The Middle East Institute

Tidak ada komentar:

Posting Komentar