Kisah Nyata
Petualangan Gadis Usia Belia
Judul
: Malam-Malam Terang
Penulis
: Tasniem Fauzia Rais dan Ridho Rahmadi
Editor
: Donna Widjajanto
Penerbit
: Gramedia Pustaka Utama
Tahun
Terbit : Desember 2015
Tebal
: 245 halaman
ISBN
: 978-602-032-454-8
Peresensi
: Muhammad Ridha Basri adalah santri Pondok Pesantren Mahasiswa Lingkar Studi
Quran Ar-Rohmah Yogyakarta.
“Dengan merantau,
banyak ilmu tentang kehidupan dapat dipelajari. Ilmu yang tidak ada di balik
rumus-rumus matematika maupun teori-teori ekonomi. Ilmu yang tersembunyi di
tengah padang pasir pengembaraan. Ilmu yang terbawa hujan deras dan angin
kencang petualangan. Ilmu yang tertambat di tengah-tengah amuk ombak samudera
perjalanan. Merantau adalah melepas sauh, mengembangkan layar. Berteman dengan
bintang, berkawan dengan camar, bersahabat dengan angin. Matahari terbit dan
tenggelam jadi pengingat, waktu yang terus berjalan tak pernah peduli, maka
kejarlah atau kau akan jauh tertinggal.” (hlm.190)
Paragraf di atas
merupakan salah satu dari banyak kutipan yang menimbulkan letupan inspirasi tak
bertepi dalam novel Malam-Malam Terang. Dengan gaya khas tulisan yang renyah
dan mudah dipahami, alur cerita dibangun dengan sangat sederhana, namun punya
seribu makna. Tidak sekedar menyuguhi cerita, dalam setiap bagian peristiwa
yang disajikan mengandung pertimbangan sikap dan nilai idealisme dari sang
tokoh, Tasniem.
Bermula dari capaian
nilai ujian akhir yang sedikit di bawah standar, membuat Tasniem harus
melupakan cita-cita melanjutkan jenjang pendidikan di salah satu SMA favorit di
Yogyakarta. Takdir ini ternyata membawa berkah dan mengubah kisah hidupnya.
Seorang anak lulusan SMP, berusia 15 tahun itu kemudian memutuskan untuk
berpetualang ke negeri orang. Ia memulai pengembaraan, merasakan pahit dan
getir kehidupan, jauh dari orang tua dan sanak saudara. Modal terbesarnya
adalah hanya restu dan doa sang ibu, orang tua, keluarga, sampai sang nenek.
Bersekolah di salah
satu lembaga berskala internasional di Singapura membuat Tasniem menemukan jati
dirinya. Pikiran dan pandangan hidupnya mengalami revolusi total. Ia mulai bisa
melihat dunia secara lebih holistik dan menjadi berwawasan dunia. Kehidupan di
negeri orang tak serta merta berjalan mulus laksana jalan tol. Gadis remaja ini
harus menjalani cobaan demi cobaan hidup. Deraan homesick hingga kekurangan
living cost, kerap muncul sebagai bagian tak terpisahkan dari perjalanan
menuntut ilmu di "negeri 1001 larangan" ini. Bahkan pernah
berkeinginan untuk mengakhiri kisahnya, segera pulang.
Tasniem membangun
pertemanan lintas negara. Kemampuan membangun hubungan persahabatan dengan
sebanyak mungkin orang terlebih bagi yang berbeda latar belakang adalah sebuah
prestasi dan anugerah terbesar. Saling memahami dan saling mengisi dengan
mereka yang berasal dari kultur berbeda menjadikan hubungan pertemanan yang
dibangun benar-benar dilandasi kepercayaan dan ketulusan tingkat tinggi.
Nilai lebih lain dari
novel ini adalah karena ceritanya tidak fiktif. Kisah nyata yang direkonstruksi
sedemikian rupa menjadi sebuah kisah yang sangat bisa dinikmati oleh siapapun.
Bagi pelajar dan anak muda, tentu novel ini menjadi dasar. Bagi guru dan
pengajar, novel ini bisa menjadi pertimbangan dalam mengajar dan belajar
tentang kehidupan yang sesungguhnya. Bagi orang tua, ayah dan ibu, novel ini
bisa menjadi referensi dalam mendidik buah hati. Tak hanya itu, bagi siapa
saja, novel ini bisa menjadi pijakan dalam mendidik masyarakat berperadaban.
Misalkan saja tentang pandangan seorang Tasniem ketika ia mengomentari kasus
penghakiman massa terhadap seorang pencopet dalam perjalanannya menuju Solo,
berikut ini;
“Pencopet itu jelas
melakukan hal yang salah, mengambil paksa apa yang bukan miliknya. Namun
memukulinya tanpa ampun karena perbuatannya itu, juga tidak benar.
Memperlakukan manusia sekeji itu, tidaklah pernah benar. Sebelas-dua belas,
dua-duanya kriminal. Aku tidak tahu. Kejadian itu bukannya tentang benar dan
salah.” (hlm. 21)
Malam-Malam Terang
bukan sekedar judul, ia memiliki pengertian yang tidak biasa. Malam selalu
diidentikkan dengan kondisi gelap dan suram. Sementara terang identik dengan
cahaya dan siang hari. Namun bagi seorang Tasniem, ia merasakan malam yang
terang. Malam yang mengandung sinar kehidupan. Ia berhasil mengubah gelapnya
ujian dan cobaan hidup menjadi seberkas cahaya yang dinanti-nanti banyak orang.
Ia tabah menjalani kehidupan penuh rintangan, hingga membawanya pada cahaya. Ia
sabar untuk melewati saat-saat sulit, sampai sinar kebahagiaan dan kesuksesan
menghampirinya kemudian hari.
Dalam novel itu juga
diceritakan tentang lika-liku ketika harus menjalani susah di negeri orang.
Tentang pilihan hidup. Tentang konsekuensi dan konsistensi terhadap pilihan
hidup. Tentang orang tua yang penuh kasih dan mendidik kemandirian. Tentang
nasihat seorang ayahanda. Tentang perlombaan memenangkan waktu, mengalahkan
diri sendiri. Tak terlupakan tentang bantera cinta kasih yang dibangun dengan
landasan yang kuat bersama Ridho Rahmadi, seorang senior yang dikenal Tasniem
ketika SMP dulu. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar