KHUTBAH JUMAT
Soal Berlebih-lebihan dalam Beragama
Khutbah I
اَلْحَمْدُ
لِلهِ الَّذِيْ مَنْ تَوَكَّلَ عَلَيْهِ بِصِدْقِ نِيَّةٍ كَفَاهُ وَمَنْ
تَوَسَّلَ إِلَيْهِ بِاتِّبَاعِ شَرِيْعَتِهِ قَرَّبَهُ وَأَدْنَاهُ وَمَنِ
اسْتَنْصَرَهُ عَلَى أَعْدَائِهِ وَحَسَدَتِهِ نَصَرَهُ وَتَوَلاَّهُ وَالصَّلاَةُ
وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ
حَافَظَ دِيْنَهُ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا
الْمُسْلِمُوْنَ اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ
وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَٰٓأَهْلَ
ٱلْكِتَٰبِ لَا تَغْلُوا فِى دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى ٱللَّهِ إِلَّا
ٱلْحَقَّ ۚ إِنَّمَا ٱلْمَسِيحُ عِيسَى ٱبْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ ٱللَّهِ
وَكَلِمَتُهُۥٓ أَلْقَىٰهَآ إِلَىٰ مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِّنْهُ ۖ فَـَٔامِنُوا بِٱللَّهِ
وَرُسُلِهِۦ ۖ وَلَا تَقُولُوا ثَلَٰثَةٌ ۚ ٱنتَهُوا خَيْرًا لَّكُمْ ۚ إِنَّمَا
ٱللَّهُ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ ۖ سُبْحَٰنَهُۥٓ أَن يَكُونَ لَهُۥ وَلَدٌ ۘ
لَّهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۗ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ وَكِيلًا
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah Pada
kesempatan Jumat ini, marilah kita menata hati dan niat hadir di majelis Jumat
ini untuk beribadah kepada Allah SWT. Kita perlu ingat, keberadaan kita di
dunia ini memiliki tugas utama yakni beribadah kepada Allah SWT sebagaimana
ditegaskan dalam QS Addzariyat: 56
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan
manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.
Jangan sampai hadirnya kita di majelis yang
mulia ini dengan motif atau niatan lain seperti numpang istirahat, bermain
handphone, atau malah ngobrol dengan orang lain saat khatib sedang menyampaikan
khutbahnya. Seharusnya kita ingat pesan para bilal melalui hadits nabi saat
khatib akan naik mimbar yang berbunyi:
إِذَا
قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمْعَةِ: (أَنْصِتْ) وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ
لَغَوْتَ
“Jika kamu berkata kepada temanmu, “diamlah”
sementara imam sedang berkhutbah di hari jumat, sungguh ia telah berbuat
sia-sia.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Dan sebagai sebuah salah satu rukun khutbah
jumat, khatib juga berwasiat kepada seluruh jamaah dan pada diri khatib sendiri
untuk senantiasa meningkatkan dan menguatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT
dalam wujud menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala apa yang
dilarang oleh Allah SWT. Mudah-mudahan kita akan menjadi hambaNya yang dicintai
dan mendapatkan keberkahan serta keselamatan dalam kehidupan di dunia dan di
akhirat. Amin
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Allah SWT berfirman dalam QS An-Nisa ayat 171:
يَٰٓأَهْلَ
ٱلْكِتَٰبِ لَا تَغْلُوا فِى دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى ٱللَّهِ إِلَّا
ٱلْحَقَّ ۚ
Artinya: “Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu
melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah
kecuali yang benar”.
Allah dalam firman-Nya ini mengingatkan kepada
kita, dengan kata-kata “laa tahgluw”, untuk senantiasa tidak berlebih-lebihan
atau melampaui batas. Berlebih-lebihan disini bukan mencakup hal yang sempit
tapi mencakup pengertian yang luas termasuk tidak diperbolehkannya melampaui batas
dalam beragama. Berlebihan dalam agama ini kerap disebut dengan istilah
“ghuluw”.
Rasulullah SAW juga pernah mengingatkan para
sahabat melalui haditsnya dalam Kitab Shahih Bukhari (Dâru Thûqin Najâh, 1422
H, juz 7, halaman 2) untuk tidak berlebihan dalam beragama. Hadits ini berisi
kisah yang bisa menjadi renungan kita semua untuk hidup dengan seimbang dan
menghindari hal-hal yang tidak disukai oleh Allah dan Rasulullah SAW.
Suatu ketika para sahabat datang kepada
Rasulullah SAW untuk mengetahui bagaimana Rasulullah SAW beribadah. Mereka
ingin menyampaikan dan melakukan perbandingan, apakah ibadah yang mereka
lakukan selama ini sudah sama dengan ibadah yang dilakukan oleh Rasulullah.
Salah satu di antara sahabat mengatakan bahwa
ia telah melakukan ibadah puasa setiap hari. Sahabat lain mengatakan bahwa ia
sudah lama tidak tidur malam dan melakukan shalat sepanjang malam. Sementara
satu lagi mengatakan bahwa ia sudah tidak pernah lagi berhubungan suami-isteri
untuk mengekang hawa nafsu.
Mengetahui cerita para sahabat ini, Rasulullah
tidak memberikan sanjungan atas semangat ibadah yang mereka lakukan. Para
sahabat ini malah diingatkan oleh Rasulullah dengan sabdanya:
“Aku ini adalah orang yang paling takut kepada
Allah jika dibanding dengan kalian. Aku juga orang yang paling taat kepada
Allah. Meski begitu, aku terkadang berpuasa, kadang juga tidak. Aku juga
melaksanakan ibadah, shalat malam, namun aku tidur juga. Aku juga menikahi
wanita. Barangsiapa yang membenci sunnahku, ia bukan dari golonganku”.
Dialog Rasulullah dengan para sahabatnya ini
menunjukkan bahwa ibadah yang dilakukan secara berlebihan dengan mengorbankan
sisi-sisi lain dalam kehidupan termasuk hal yang tidak baik. Rasulullah pun
mengingatkan melalui haditsnya pula bahwa: “kahiral umur ausatuha” yang
bermakna sebaik-baik urusan ialah yang dilakukan dengan biasa-biasa atau
sedang-sedang saja, sekalipun itu sedikit.
Ini memiliki artian bahwa yang penting untuk
diperhatikan dalam ibadah adalah konsistensi atau keistiqamahan walaupun
dilakukan dalam kuantitas yang sedikit. Sebab, yang dihitung pahala banyak
dalam ibadah adalah konsistensinya. Jika hanya sekali, kemudian berhenti,
pahalanya juga akan berhenti. Berbeda jika dilakukan terus-menerus, selama
ibadah itu dilakukan, ibadahnya akan terus mengalirkan pahala.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Tidak berlebih-lebihan atau keseimbangan dalam
kehidupan, termasuk dalam beragama, merupakan bagian dari karakteristik ajaran
Islam. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menjadikan kehidupan dunia dan
akhirat saling melengkapi. Kita tidak boleh hanyut dalam materialisme dan juga
tidak tenggelam dan terlena dalam spritualisme. Ketika kehidupan seseorang
dalam kondisi seimbang, maka ia pun akan hidup dalam ketenangan.
Selain keseimbangan vertikal yakni beribadah
kepada Allah, sebagai umat Islam, kita juga harus menanamkan keseimbangan
horizontal yakni antarsesama makhluk Allah SWT. Hal ini penting karena manusia
adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan membutuhkan orang lain
dalam menjalani kehidupannya.
Bukan hanya terbatas pada sesama umat Islam
saja, keseimbangan hidup juga harus dibangun dengan baik oleh umat Islam
bersama umat-umat pemeluk agama lain. Di sinilah pentingnya umat Islam untuk
senantiasa memegang prinsip moderasi dalam beragama yakni mengaplikasikan cara
beragama yang wasathiyah, moderat, toleran, dan memosisikan diri di tengah,
tidak condong ke salah satu sisi.
Allah SWT berfirman:
وَكَذَٰلِكَ
جَعَلْنَٰكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ
ٱلرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
Artinya: “Dan demikian pula Kami telah
menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas
(perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan)
kamu”. (Al-Baqarah: 143)
lslam merupakan agama yang Rahmatan lil 'Alamin
(rahmat bagi seluruh alam). Islam bukan agama yang mengajarkan kekerasan.
Jangan sampai kita menjadi oknum yang menjadikan perwajahan Islam di mata umat
Islam sendiri dan pemeluk agama lain menjadi agama yang kaku dan tidak ada
toleransi sama sekali.
Saat ini kita pun perlu berhati-hati terhadap
paham-paham radikal yang sering membungkus aksinya atas nama tuhan dan membela
agama. Banyak provokasi dilakukan melalui media yang dilakukan dil uar
nilai-nilai keislaman serta tidak menggambarkannya sebagai orang yang beragama.
Aksi oknum-oknum inilah yang kemudian menyebabkan munculnya persepsi buruk umat
lain atau sering disebut Islamofobia.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Sebagai umat yang baik, marilah kita
mengaplikasikan nilai-nilai Islam dengan menunjukkan bahwa Islam adalah agama
damai, mari jauhi perbuatan yang mengacu pada perpecahan. Jauhkanlah diri dari
membenci sesama muslim dan juga non-muslim karena menjadikan kita akan tidak
berbuat adil kepada mereka.
Untuk menghindari perpecahan ini, ada tiga
ukhuwah yang bisa kita aplikasikan dalam kehidupan kita yakni Ukhuwah
Islamiyyah (persaudaraan sesama umat Islam), Ukhuwah Wathaniyyah (persaudaraan
sesama satu bangsa), dan Ukhuwah Basyariyyah (persaudaraan sesama manusia).
Hindari saling menuduh dan menyalahkan orang
lain karena ketika kita menunjuk orang lain dengan satu jari telunjuk kita,
lalu berapa jari lainnya yang menunjuk kepada kita sendiri? Ini menjadi contoh
agar kita tidak merasa “paling” namun kita harus “saling”. Jangan merasa paling
benar, tapi mari kita harus saling bertoleransi dan menghormati. Jangan merasa
paling shaleh, tapi mari kita harus saling menasihati. Jangan merasa paling
berkuasa, tapi mari kita harus saling berbagi.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Demikian khutbah singkat ini, mudah-mudahan
dapat kita aplikasikan dalam kehidupan kita dan membawa kemaslahatan untuk
sesama. Semoga kita termasuk hamba yang dicintai oleh Allah SWT dengan
menjalankan apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Amin.
أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا
النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا
أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ
ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ
عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا.
اللهُمَّ
صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ
سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ
اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى
بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ
وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ
الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ
وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ
اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ
عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ
خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى
يَوْمَ الدِّيْنِ.
اللهُمَّ
ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ
اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا
اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا
رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا
وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ
! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ
وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Muhammad Faizin, Sekretaris II MUI Provinsi
Lampung