Rabu, 31 Desember 2014

(Do'a of the Day) 09 Rabiul Awwal 1436H



Bismillah irRahman irRaheem

In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind

Yaa rabbi wardha 'anissha haabah,
Yaa rabbi wardha 'anis sulaalah.
Yaa rabbi wardha 'anil masyaa-yikh,
Yaa rabbi farham waalidiina.

Ya Allah Tuhan kami, ridailah para sahabatnya,
Ya Allah Tuhan kami, ridailah para keturunanya.
Ya Allah Tuhan kami, ridailah para guru dan ulama,
Ya Allah Tuhan kami, kasih sayangilah para orang tua kami.

[]

Dari Kitab iqdl al-Jawahir ditulis oleh Syekh Jafair Al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim.

Adhie: Gus Dur dan Poros Impian



Gus Dur dan Poros Impian
Senin, 22 Desember 2014 , 12:52:00 WIB
Oleh: Adhie M. Massardi

AKHIR Mei 2001, di tengah teriknya suhu politik nasional, di Jakarta Convention Center digelar Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) G-15. Hadir ketika itu belasan kepala negara dan kepala pemerintahan disertai dengan sejumlah menterinya.

G-15 adalah forum informal negara-negara sedang berkembang yang dimaksudkan untuk melakukan dialog dengan kelompok negara-negara maju (G-8). Disebut G-15 karena forum ini digagas oleh pimpinan 15 negara. Namun dalam perkembangannya beberapa negara berkembang lainnya kemudian ikut bergabung.

Meskipun hubungan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan Wapresnya kian memburuk karena Megawati memilih bersekutu dengan kekuatan politik Poros Tengah pimpinan Amien Rais, namun Gus Dur meminta Wapres Megawati Soekarnoputri untuk hadir pada pembukaan KTT G-15 tersebut, dan berkenalan dengan para pemimpin negara-negara lain.

Di tengah KTT G-15 ke-6 itu, digelar juga Indonesian International Telecommunication and Information Technology (IITELMIT) yang dibuka oleh Menperindag Luhut Binsar Pandjaitan. Ajang IITELMIT diramaikan oleh sejumlah perusahaan TI, dan seminar yang menghadirkan menteri-menteri TI anggota G-15.

Dalam kesempatan inilah Gus Dur mengundang menteri IT China dan India ke Istana Negara. Setelah pembicaraan pembuka yang dibumbui humor khas Gus Dur dan membuat mereka terpingkal-pingkal hingga suasana kian cair, Presiden RI ke-4 itu mengungkapkan mimpinya, impian seorang negarawan.

"Sesungguhnya, kita bertiga ini mewakili tiga negara yang kalau ditotal penduduknya, hampir setengah penghuni dunia," tutur Gus Dur.

Kedua petinggi China dan India itu terperangah.

"Jadi kalau kita kompak," lanjut Gus Dur, "Kita bisa menguasai paling tidak setengah pasar dunia atas produk IT kita. Jadi kalau RRC yang kuat di sektor hardware dan India yang canggih di bidang software serta Indonesia bisa membantu di kedua sektor itu bersatu, kita bisa melahirkan produk IT yang berkualitas dan mampu menguasai pasar dunia...!"

Begitulah. Gus Dur memang sudah lama terobsesi oleh impian poros baru Asia yang kuat dan produktif: Jakarta-Beijing-New Delhi. Dalam benak Gus Dur, poros Indonesia-China-India ini akan sanggup menahan dominasi AS dan Eropa di Asia dalam segala bidang kehidupan.

Tapi pemilik impian itu sekarang sudah tiada. Peringatan wafatnya (Haul ke-5) akan digelar di kediaman keluarga Gus Dur di Ciganjur, 27 Desember 2014.

Impian poros Jakarta-Beijing-New Delhi itu niscaya ikut terkubur. Yang tersisa kini hanya joke, guyonan menyakitkan tentang itu.

"Bila China unggul di bidang hardware, India software, dan Indonesia: no where...!"

Dan kita pun tertawa. Tak terkecuali presidennya! Ter-la-lu...! [***]

Gus Dur Mengabdi



Gus Dur Mengabdi

SEPULANG belajar di Timur Tengah dan pengembaraannya di Eropa akhir tahun 1970-an, Gus Dur lebih banyak bergelut di pesantren Tebuireng: mengajar dan menulis. Meski tinggal jauh dari Jakarta, tapi khalayak luas mulai mengenalnya. Tiada lain lewat tulisan-tulisannya yang cemerlang di berbagai media massa.

Sebuah lembaga penelitian di Jakarta LP3ES mulai memenfaatkan pemikirannya guna mengembangkan lembaga penelitian dan pengembangan itu. Kemudian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga banyak menggunakan jasanya untuk melaksanakan berbagai riset unggulan. Tidak hanya itu, Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tak mau ketinggalan, mengangkatnya sebagai ketua.

Ketika NU sedang mengalami  berbagai kemerosotan, membutuhkan pemimpin muda yang bisa membawa penyegaran, maka pilihan para ulama jatuh ke tangan Abdurrahman Wahid. Saat menjadi ketua umum PBNU 1984, pekerjaan Gus Dur sebagai peneliti, kolumnis dan dunia kesenian tetap dijalankan seperti biasa.

Namanya yang semakin melangit, juga tidak mengubah gaya hidupnya. Ia menempuh cara hidup yang biasa pula, serba informal, santai, akrab dan bersahabat dengan siapa saja. Seolah tak ada yang berubah darinya waluapun jabatan pimpinan tertinggi organisasi ulama itu diembannya.

Jika Gus Dur butuh mengomunikasikan berbagai idenya pada para kiai dan sejawat lainnya di berbagai tempat, dijalaninya sendiri. Misalnya ketika menemui Gus Mus di Pesantren Rembang, Gus Dur ke sana sendiri dengan menggunakan bus umum.

Sewaktu Gus Dur diundangan lokakarya di sebuah pesantren di Cilacap, juga menggunakan bus saja. Setelah di terminal, lalu ia menyambung dengan angkot dan kemudian dilanjutkan dengan naik becak. Dia datang dengan membawa segepok map berisi makalah dan foto kopi kliping sebagai bahan ceramahnya.

Itu masih mending. Suatau hari, di tahun 1985, Gus Dur mengunjungi sahabatnya, KH Muhammad Jinan di Gunung Balak Lampung. Setelah naik bus Jakarta-Lampung, lalu naik angkot, ia meneruskan dengan berjalan kaki sepanjang empat kilo meter. Jalan menuju pesantren memang hanya setapak. Coba bayangkan, Gus Dur jalan kaki dengan badan tambun, kacamata tebal, sementara jalan berbatu. Tapi Gus Dur menjalaninya dengan enteng, bahkan ceria.

Banyak orang terbelalak melihat kebersahajaan pemimpinnya itu. Gus Dur memang memosisikan dirinya sebagai pemimpin. Pemimpin yang memberi contoh. Pemimpin yang menaungi siapa saja. Pemimpin yang rame ing gawe, sepi ing pamrih. Pemimpin yang berempati.

Gus Dur tidak menempatkan diri sebagai pembesar yang harus disanjung dan dihormati. Gus Dur tidak melengkapi dirinya dengan fasilitas lengkap dan nyaman.

Gus Dur memang memilih untuk mengabdi, sehingga lebih banyak memberi dari pada menuntut pelayanan.

Semua itu dilakukan oleh Gus Dur dengan penuh semangat. Pasalanya, Gus Dur didorong oleh ide-ide besar dan dibakar oleh semangat juang yang berapi-api, sehingga hal-hal kecil yang bersifat duniawi itu diabaikan begitu saja.

Gus Dur menilai segala macam pernik-pernik keduniawian itu tidak berarti dibanding dengan tantangan besar menghadapi rezim otoriter dan represif. Gus Dur melawan budaya takut dan rasa rendah diri yang berkembang di masyarakat. Gus Dur datang untuk memberikan rasa kesamaan, damai tanpa ketakutan pada semua orang.

Hingga akhir hayatnya, Gus Dur terus mengabdi pada semua orang, memberikan perlindungan, memberikan harapan. Gus Dur percaya, tidak pernah ada persoalan yang tidak bisa diatasi, tidak ada konflik yang tidak bisa dilerai. 

Semuanaya dilakukan Gus Dur untuk membela dan mengangkat derajat dan martabat bangsa ini. Semua orang merasa tertolong oleh Gus Dur, sehingga mereka meras berhutang budi. Ketika Gus Dur meninggal semua meratapi, siapa bapak bangsa dan guru bangsa yang bisa mengganti, untuk mengawal perdamaian di negeri ini.

Jasa Gus Dur dikenang semua orang, tidak pandang asal-usul etnis dan agamanya. Itulah buah dari ketulusan pengabdiannya. []

(Abdul Mun’im DZ)

(Ngaji of the Day) Kedudukan Nabi Muhammad sall-allahu 'alaihi wasallam di Hari Akhir



Kedudukan Nabi Muhammad sall-allahu 'alaihi wasallam di Hari Akhir

Bismilahirrahmanirrahim Walhamdulillah Wasshalatu Wassalamu `Ala Rasulillah, Wa'ala Aalihi Washahbihi Waman Walaah amma ba'du…

Subhanaka! Subhanaka! Subhanaka! [ya Allah!]

Nabi terakhir di antara para Nabi, Sayyidina Muhammad, sall-Allahu 'alaihi wasallam, adalah seseorang yang paling rendah hati di antara manusia; tak seorang pun mampu mencapai kerendahhatian beliau di Hadirat Ilahi. Kerendahhatian adalah sifat yang paling dicintai dari manusia di mata Allah Ta'ala. Hingga tingkat mana kita mampu berendah hati, sebanyak itu pulalah Allah akan meninggikan derajat kita lebih tinggi; semakin sombong seseorang di hadapan Tuhannya, sebanyak itu pulalah Tuhannya akan merendahkan derajatnya.

Allah Ta'ala meninggikan derajat kekasih-Nya Muhammad sallAllahu 'alayhi wasallam hingga tingkatan tertinggi dalah Hadirat Ilahiah dan mempercayakan padanya pembagian tingkatan-tingkatan bagi seluruh manusia menurut kebutuhan mereka. Tingkatan-tingkatan dari berbagai Nabi dan Awliya' juga telah dibagi dan diberikan oleh Muhammad sall-Allahu 'alaihi wasallam, dan juga, bagi orang-orang beriman secara umum, tingkatan-tingkatan mereka dalam Iman telah diberikan pula oleh beliau. Allah Ta'ala telah menjadikan beliau sebagai wakil-Nya dalam menghakimi setiap makhluq, tapi beliau tak pernah menghakimi di luar batas wewenang itu – wewenangnya mungkin menjangkau setiap makhluq, tapi Allah Ta'ala adalah Hakim dari semua hakim dan Ia-lah Yang Menggenggam dalam Tangan-Nya penghakiman atas seluruh makhluq termasuk Muhammad sall-Allahu 'alaihi wasallam. Grandsyaikh ('Abdullah Fa-iz ad-Daghestani)** pernah berkata bahwa Allah Ta'ala mungkin akan membuka bagi Nabi-Nya hakikat menjadi hakim bagi seluruh makhluq di Hari Akhir nanti. Allah Ta'ala akan memberi beliau otoritas (wewenang) untuk menjadi hakim bagi seluruh orang yang berkumpul di Hari Akhir dalam Hadirat Ilahiah. Pada hari itu, wewenang Nabi untuk menghakimi akan muncul. Mengetahui hal ini adalah cukup untuk mengetahui kehormatan yang dimiliki Nabi kita, yang bersabda dalam sebuah hadits: "Pada hari itu, Adam dan seluruh para Nabi akan berada di bawah benderaku. Aku tidak mengatakan hal ini karena kesombongan, tapi hanya untuk memberitahu kalian agar kalian beriman pada apa yang diberikan Tuhanku padaku di Hari Akhir nanti; di hari itu seluruh Nabi akan berada di bawah benderaku atas perintah Allah Ta'ala, dan dengan perintah-Nya pula aku memberitahukan pada kalian agar kalian tahu derajat setiap orang dalam Hadirat Ilahiah."

Saat ruh Adam mula-mula ditiupkan ke badannya, ia melihat ke atas ke 'arasy (singgasana) Allah; kemudian ketika ia berbuat dosa di Surga dan Allah Ta'ala mengirimkannya ke bumi, ia memohon pada Tuhannya, "Wahai Tuhanku, demi kehormatan Muhammad, ampunilah aku." Allah Ta'ala bertanya padanya, "Wahai Adam, bagaimana kau tahu akan Muhammad padahal ia belum diciptakan?" "Wahai Tuhanku, saat ruhku memasuki tubuhku dan aku mula-mula membuka mataku, aku melihat ke 'arasy-Mu, dan di sana aku melihat tertulis, "Tak ada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan-Nya" (Laa ilaaha illallah, Muhammadun Rasulullah), dan aku pun tahu bahwa ia pastilah seseorang yang paling dicintai oleh-Mu Yang Mahatinggi dan yang paling terhormat di antara makhluq-Mu hingga namanya sampai tertulis di samping nama-Mu." Allah Ta'ala menjawab Adam, "Ya, engkau benar, dialah kekasih-Ku, dan ia begitu terhormat dalam Pandangan-Ku hingga Ku-ciptakan seluruh alam semesta ini demi dirinya; jika engkau memohon pada-Ku ampunan demi dirinya, akan Ku-ampuni dirimu dan Aku pun akan Mengasihi anak-anakmu."

Allah Ta'ala akan memberikan wewenang kepada Muhammad sall-Allahu 'alaihi wasallam di Hari Akhir nanti. Di hari itu Allah akan menghakimi setiap orang, dan saat Ia telah selesai dengan keputusan-Nya, Ia akan memanggil Muhammad dan menempatkannya di kedudukan paling terpuji (al-Maqam-ul-Mahmud), yang tak seorang pun lainnya mampu meraihnya. Allah Ta'ala akan berfirman, "Mintalah, dan apa pun yang kau inginkan akan diberikan padamu, karena orang-orang itu kini menjadi tanggungan dari penghakimanmu." Inilah makna dari salah satu ayat dalam Quran yang mengatakan bahwa Muhammad tidaklah diutus melainkan sebagai Rahmat (Kasih Sayang) bagi seluruh alam. []

Rabu, 24 Desember 2014

(Do'a of the Day) 01 Rabiul Awwal 1436H



Bismillah irRahman irRaheem

In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind

Yaa rabbi salli 'alaa Muhammad,
Yaa rabbi salli 'alaihi wasallim.
Yaa rabbi balligh hul wasillah,
Yaa rabbi khushshah bil fadhiilah.

Ya Allah Tuhan kami, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad,
Ya Allah Tuhan kami, limpahkanlah rahmat dan salam kepadanya.
Ya Allah Tuhan kami, sampaikanlah wasilah kepada Nabi Muhammad,
Ya Allah Tuhan kami, istimewakanlah karunia-Mu kepadanya.

[]

Dari Kitab Iqdl Al-Jawahir, ditulis oleh Syekh Jafair Al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim.