KHUTBAH IDUL ADHA
Kurban sebagai Perwujudan Takwa
Khutbah I
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ اِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ
الْحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الْقَهَّارِ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى نِعَمٍ تَتَوَالَى كَالْأَمْطَارِ وَأَشْكُرُهُ عَلَى مُتَرَادِفِ فَضْلِهِ الْمِدْرَارِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةً تُنْجِيْ قَائِلَهَا مِنَ النَّارِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ النَّبِيُّ الْمُخْتَارُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ أَفْضَلَ مَنْ حَجَّ وَاعْتَمَرَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الأَبْرَارِ
أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ عِبَادَ اللهِ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Hadirin yang dimuliakan Allah,
Pada pagi yang cerah ini marilah kita panjatkan
segala puji dan syukur ke hadirat Allah ﷻ yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, dan
kenikmatan sehingga kita dapat hadir di tempat ini untuk menunaikan salah satu
ibadah yang diperintahkan kepada kita sambil mengumandangkan kalimat-kalimat
yang agung, takbir, dan tahmid, yang semuanya kita tujukan kepada keagungan dan
kebesaran Allah.
Shalawat dan salam atas junjungan kita Nabi
Besar Muhammad ﷺ yang telah memberi
petunjuk-petunjuk yang benar kepada kita, yang dapat dijadikan pedoman hidup
untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Hadirin kaum Muslimin yang dirahmati Allah,
Setiap tahun, dalam suasana menyambut hari raya
Idul Adha, 10 Dzulhijjah, kita mengumandang-kan kalimat-kalimat tauhid, takbir,
tahmid, dan tahlil. Mengumandangkan kalimat tauhid menunjukkan suatu pengakuan
yang kokoh bahwa Allah adalah Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Kalimat
takbir memberi kesan yang kuat dalam diri kita bahwa Allah Mahabesar dan
Mahaagung, tidak ada satu pun yang dapat menyamai kebesaran dan keagungan-Nya.
Kalimat tahmid mengandung makna bahwa zat yang patut dipuji hanyalah Allah swt
dan pujian seluruhnya hanya diperuntukkan bagi-Nya. Kalimat tahlil menegaskan
kalimat tahmîd bahwa tidak ada tuhan yang patut disembah kecuali Allah.
Kalimat-kalimat agung itu pada saat kini tengah
menggema di mana-mana, dikumandangkan oleh umat Islam di seluruh dunia, baik
yang ada di belahan barat, di belahan timur, di belahan utara, dan belahan
selatan. Pendek kata, kalimat-kalimat itu sedang dikumandangkan oleh umat Islam
di seluruh pelosok dunia. Sementara di tempat nan jauh di sana, di tanah suci
Makkah, tempat terpancarnya fajar Islam, umat Islam, tamu Allah, yang sedang
menunaikan ibadah haji menyerukan pula kalimat talbiyah, yaitu:
لَبَّيْكَ اللّٰهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ
Artinya: “Kupenuhi panggilan-Mu ya Allah,
kupenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagimu, sesungguhnya puja, limpahan karunia
dan kekuasaan hanya pada-Mu semata, tiada sekutu bagi-Mu.”
Kalimat takbir, tahmid, dan talbiyah itu
ditanamkan ke dalam hati, ditancapkan ke lubuk jiwa yang dalam, sehingga
pengaruhnya terpancar dalam wujud nyata yang direalisasikan dalam bentuk
perbuatan dan amal ibadah. Pengakuan kita terhadap kebesaran Allah, yang tiada
sekutu bagi-Nya, pengakuan kita bahwa tidak ada yang patut dipuji melainkan
Allah, kepatuhan kita untuk meninggalkan larangan-larangan dan melaksanakan
perintah-perintah-Nya, dan pengakuan mereka dalam memenuhi panggilan-Nya untuk
menunaikan ibadah haji itu, merupakan realisasi dari apa yang kita ucapkan dan
yakini.
Hadirin jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah,
Hari raya Idul Adha yang juga disebut hari raya
Kurban mengingatkan kita kepada Nabiyullah Ibrahim as bersama putranya, Ismail.
Ismail adalah putra tunggal Nabi Ibrahim yang telah bertahun-tahun dirindukan
kehadirannya. Sebagai putra tunggal, Ismail sangat disayangi oleh kedua orang
tuanya. Dalam suasana saling kasih sayang seperti itu, turunlah perintah dari
Allah kepada sang ayah, yaitu Nabi Ibrahim, untuk melakukan kurban dengan
menyembelih anak kandungnya sendiri, yaitu Ismail. Nabi Ibrahim as, dengan penuh
ketaatan dan kepatuhan bersedia melaksanakan perintah itu, dan ketika
diceritakan oleh Ibrahim kepada Ismail tentang adanya perintah dari Allah untuk
menyembelihnya, Nabi Ismail tidak gentar sedikit pun juga. Ia rela menerima
perintah itu dan meyakinkan ayahnya bahwa ia menerima perintah itu juga dengan
penuh ketaatan dan kesabaran.
Keduanya dengan jelas telah sama-sama
menunjukkan sikap ingin berkorban yang luar biasa besarnya. Kesediaan Nabi
Ibrahim untuk melaksanakan perintah itu, dan kerelaan Ismail untuk menerima
perintah itu, merupakan perwujudan dari kepatuhan mereka yang tiada taranya
terhadap perintah Allah. Kita dapat membayangkan bagaimana kalau kita sendiri
yang hanya mempunyai putra satu-satunya, dan anak satu-satunya, rela
menyembelihnya demi untuk menjalankan perintah Allah Nabi Ibrahim dan putranya
Ismail telah melaksanakan perintah itu dengan penuh ketaatan, penuh kerelaan,
dan ketenangan serta penuh penyerahan diri.
Pengorbanan yang dilakukan oleh kedua hamba
Allah terebut merupakan ujian dan pengorbanan yang amat besar, yang tiada
bandingan dan taranya dalam sejarah umat manusia sampai hari ini. Pengorbanan
dan ujian yang beliau berdua lakukan itu kini tercatat dalam sejarah sebagai
peristiwa yang diabadikan sepanjang masa, yang kita namakan Idul Qurban.
Pengorbanan dan ujian seperti itu kiranya dapat kita tanamkan dalam hati
sebagai pelajaran yang berharga. Sebaliknya, alangkah kecilnya ujian dan
pengorbanan kita yang hanya mengorbankan sebagian dari apa yang kita miliki
demi memenuhi perintah Allah dalam hari raya Kurban ini.
Hadirin jamaah Idul Adha,
Pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim
dan Ismail patut kita teladani dan ikuti, dalam pengertian bahwa kita, dengan
kemampuan yang ada, bersedia mematuhi dan menaati perintah Allah dengan
mengorbankan sebagian dari harta yang kita miliki dan mengorbankan apa yang
kita lakukan yang dipandang tidak sesuai dengan perintah dan tuntunan Allah.
Pada hari raya Idul Adha diperintahkan kepada mereka yang mampu untuk
menunjukkan kesediaan berkurban dengan penyembelihan seekor hewan ternak.
Penyembelihan terhadap hewan kurban itu
mengalirkan darah dan menghasilkan daging yang akan dibagi-bagikan kepada yang
berhak. Patut kiranya dicatat bahwa yang dinilai oleh Allah dalam penyembelihan
itu bukan darah yang terpancar dan bukan pula daging yang bergelimpangan itu,
melainkan kesucian jiwa dan keikhlasan hati serta kesediaan melakukan kurban.
Hal ini dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur’an, Surat Al-Hajj (22) ayat 37:
لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْ
Artinya: “Tidak akan sampai kepada Allah daging
dan darah kurban itu, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah takwamu.”
Kesucian jiwa dan keikhlasan hati dalam
melaksanakan kurban merupakan satu unsur yang sangat urgen yang harus mendapat
perhatian kita. Hal ini merupakan landasan yang menjadi dasar dalam
melaksanakan segala perbuatan dan ibadah kita. Pernyataan Allah dalam ayat di
atas menunjukkan bahwa pengorbanan yang ditampilkan tidak dilihat dari segi
materi, kuantitas, dan bentuk lahiriahnya, tetapi yang dilihat adalah
keikhlasan dan niat yang memberi kurban.
Perintah berkurban yang ditujukan kepada Nabi
Ibrahim dengan menyembelih putranya, Ismail, pada hakikatnya adalah ujian bagi
kekuatan iman dan takwa Nabi Ibrahim dan Ismail. Allah ingin melihat sejauh
mana kerelaan dan kesediaan keduanya di dalam melaksanakan perintah itu.
Akhirnya, keduanya telah lulus dari ujian Allah dan telah sanggup menunjukkan
kualitas iman dan takwa mereka, dan dengan kekuasaan Allah Nabi Ismail yang
ketika itu hendak disembelih digantikan dengan seekor kibas oleh Allah.
Allahu akbar 3X
Hadirin yang berbahagia,
Agama kita menetapkan untuk menyembelih kurban
binatang, berupa hewan ternak: domba, kambing, kerbau, sapi atau unta. Yang
dikurbankan adalah binatang. Ini mengandung setidaknya dua makna, yaitu (1)
sifat-sifat kebinatangan yang terdapat dalam jiwa seseorang harus dikurbankan
dan disembelih, dan (2) jiwa dan perbuatan seseorang harus dilandasi dengan tauhid,
iman, dan takwa.
Sangat banyak sifat kebinatangan yang terdapat
dalam diri manusia, seperti sifat mementingkan diri sendiri, sifat sombong,
sifat yang menganggap bahwa hanya golongannyalah yang selalu benar, serta sifat
yang memperlakukan sesamanya atau selain golongannya sebagai mangsa, atau
musuh. Sifat kebinatangan yang selalu curiga, menyebarkan isu yang tidak benar,
fitnah, rakus, tamak, dan ambisi yang tidak terkendalikan, tidak mau melihat
kenyataan hidup, tidak mempan diberi nasihat, tidak mampu mendengar teguran,
dll merupakan sifat-sifat yang tercela dalam pandangan Islam. Sifat-sifat yang
demikian, jika tetap dipelihara dan bercokol di dalam diri seseorang, akan
membawa kepada ketidakstabilan dalam hidupnya, ketidak-harmonisannya dengan lingkungannya,
baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Sifat-sifat yang
demikian ini akan memudahkan jalan bagi terciptanya perpecahan dan
ketidaktenteraman dalam kehidupan. Ajaran Islam dengan ajaran kurbannya
menghendaki agar seorang Muslim mau mengorbankan sifat-sifat seperti itu dengan
tujuan agar kestabilan dan ketenteraman hidup dalam masyarakat dapat diwujudkan
dan kedamaian antara sesama manusia dapat direalisir.
Ajaran Islam menghendaki agar kurban yang
disampaikan harus binatang yang sempurna sifat-sifatnya, jantan, tidak buta,
tidak lumpuh, tidak kurus, dan tidak cacat. Ini mengandung makna bahwa di dalam
melakukan kurban, beramal, dan berkarya setiap Muslim dituntut untuk berusaha
dalam batas-batas kemampuan maksimal, dengan mengerahkan tenaga secara optimal,
tidak bermalas-malasan, tidak melakukan sesuatu dengan sembrono. Allah
menyatakan dalam Al-Qur'an Surat At-Taubah (9): 105:
وَقُلِ اعْمَلُوْا فَسَيَرَى اللهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهُ وَالْمُؤْمِنُوْنَ
Katakanlah: Berusaha dan bekerjalah karena
Allah dan Rasul-Nya serta orang beriman akan melihat menilai amal kalian itu.
Sejalan dengan ayat itu, Allah berfirman dalam
Surat Al-Baqarah (2): 148 yang berbunyi:
فَاسْتَبِقُوْا الْخَيْرَاتِ
“Berlomba-lombalah untuk melakukan kebajikan.”
Agama Islam memerintahkan untuk berkurban dan
beramal semaksimal kemampuan, karena agama Islam sendiri adalah dinul-udhiyah
(agama pengorbanan) dan dinul-‘amal (agama yang mengutamakan karya nyata dan
usaha). Iman kepada Allah yang kita yakini harus disertai dengan amal perbuatan
nyata dalam kehidupan kita. Dalam pandangan agama, iman saja, tanpa amal,
tidaklah cukup dan beramal tanpa dilandasi dengan iman tidaklah bernilai.
Itulah sebabnya, maka dalam Islam, iman dan amal merupakan unsur yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Tidakkah kita perhatikan banyak ayat dalam
Al-Qur'an yang menyatakan secara tegas bahwa kata iman yang diungkapkan dalam
bentuk آمَنُوْا (orang-orang yang
beriman) selalu dirangkaikan dan diikuti oleh kata وَعملوا
الصالحات
(dan
beramal saleh). Salah satu di antaranya adalah ayat-ayat yang terdapat Surat
Al-‘Ashr (103) yang menggambarkan bahwa orang-orang yang tidak mengalami
kerugian adalah mereka yang beriman dan melakukan amal saleh. Allah menyatakan:
وَالْعَصْرِ. إِنَّ الإِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ. إِلاَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَعَمِلُوْا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ.
Demi waktu. Sesungguhnya manusia dalam kerugian.
Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh dan saling menasihati dan
menganjurkan kepada kebenaran dan kesabaran.
Allahu Akbar 3X
Hadirin yang berbahagia,
Pengorbanan sebagai perlambang bahwa jiwa dan
perbuatan seseorang harus dilandasi dengan tauhid, iman, dan takwa, dapat
memberikan arti bahwa kita dituntut untuk meyakini keesaan Allah, dan apa yang
dilakukan itu semata-mata hanya untuk Allah. Ajaran kurban ini juga
mengisyaratkan makna yang mendalam agar kita dapat mengorbankan segala sikap
dan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan dan ajaran Allah. Kita
dituntut untuk mengorbankan, menyembelih, mengikis habis kebiasaan-kebiasaan
yang dipandang merusak akidah itu, kemudian kita gantikan dengan sikap-sikap
dan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan akidah Islam dan ketauhidan yang
diajarkannya.
Kalau Nabi Ibrahim as diperintahkan untuk
mengorbankan putra tunggalnya, Ismail dan orang-orang yang berkemampuan dan
berkecukupan diperintahkan untuk mengorbankan hewan, maka kita pun sebagai
orang yang tidak berkecukupan, tetapi memiliki sifat, sikap, dan perbuatan yang
mengarah kepada pelanggaran terhadap perintah-perintah Allah, dituntut untuk
mengorbankan sifat-sifat itu dan menjauhinya, dan dituntut untuk kembali kepada
akidah Islam dan sikap-sikap yang mengarah kepada ketaatan kepada
perintah-perintah Allah. Kalau kita tidak mampu berkurban dengan hewan, kita
mampu berkorban dengan meninggalkan hal-hal yang dilarang agama.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Kita sebagai abdi bangsa, selayaknya memahami
dan menghayati semangat kurban itu. Amanat dan tugas kita masing-masing harus
dilakukan dengan penuh pengabdian dan tanggung jawab yang tulus dengan
mengorbankan sebagian dari waktu dan tenaga kita untuk bekerja dan menekuni
pekerjaan dan tugas kita masing-masing semaksimal dan sesempurna mungkin,
seperti semangat kesempurnaan yang dituntut bagi hewan kurban itu. Kita harus
menanamkan dalam diri kita tekad untuk melakukan semua pekerjaan yang
diembankan kepada kita dengan ketulusan dan keikhlasan beramal, agar semua itu
mendapat nilai pahala di sisi Allah yang akan dinikmati di hari akhir nanti.
Pada masa yang kita alami sekarang ini, pada
saat-saat bangsa dan negara kita masih berada dalam suasana krisis, suasana
bangsa yang menuntut konsep pemikiran yang tepat dan etos kerja yang lebih
tinggi, kita harus rela berkurban, materiil, tenaga, maupun jiwa untuk segera
mengembalikan suasana ini kepada suasana yang lebih kondusif, dari suasana
keterpurukan ekonomi kepada suasana kestabilan dan ketenteraman. Hal ini semua
sudah tentu harus dilakukan secara sungguh-sungguh sesuai tugas dan kewenangan
masing-masing.
Kita yang berkecimpung dalam bidang pendidikan
dan pengajaran sudah barang tentu dituntut pengorbanan untuk meningkatkan
pendidikan dan pengajaran bagi generasi bangsa dan menciptakan konsep-konsep
pendidikan yang tepat untuk mencapai hasil pendidikan yang lebih optimal dan
siap pakai di masa mendatang.
Kita tahu bahwa setiap zaman mempunyai
karakteristik yang berbeda; zaman yang lalu berbeda dengan zaman sekarang,
zaman sekarang berbeda dengan zaman yang akan datang, dan zaman kita sekarang
akan berbeda dengan zaman generasi kita berikutnya. Tidakkah kita merenungkan,
bahwa suasana zaman ketika kita masih kanak-kanak sangat berbeda keadaannya
dengan zaman ketika kita telah dewasa sekarang ini. Keadaan seperti itu sudah
cukup menjadi dasar untuk memberikan modal yang terbaik buat generasi dan
anak-anak kita. Modal yang paling utama yang harus diberikan kepada mereka,
menurut Rasulullah, adalah pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang
memadai bagi generasi itu untuk menghadapi kehidupan mereka di masa datang.
Suasana kehidupan dunia di masa-masa sesudah kita ini, tantangannya jauh lebih
berat dan lebih kompleks. Untuk itu semua, kita sekarang, pada masa kita ini,
dituntut untuk mengorbankan segala yang kita miliki untuk menyerahkan yang terbaik
dan berharga bagi kemajuan generasi, bangsa, dan negara di masa datang sesuai
dengan bidang tugas kita masing-masing. Dengan begitu, kita berharap generasi
bangsa kita di masa yang akan datang akan dapat berintegrasi dan beradaptasi
dengan lingkungan serta dapat menghadapi tantangan-tantangan hidup dengan bekal
pengetahuan yang cukup dan keterampilan yang memadai. Insya Allah.
Allahu Akbar 3X
Hadirin yang jamaah shalat Idul Adha,
Marilah pada hari raya Idul Adha ini kita
melihat kembali pandangan kita tentang Islam, memperbaharui pandangan kita, dan
memperbaiki sikap kita yang selama ini dipandang tidak sesuai dengan ajaran
Islam. Islam yang sebenarnya adalah Islam yang tidak hanya menuntut kita
mengucapkan syahadat, mengaku beriman dan bertakwa, tetapi juga lebih dari itu
harus berusaha dan beramal, bahkan semaksimal yang dapat dilakukan. Islam tidak
hanya menuntut untuk beribadah semata, tidak hanya salat semata, tidak hanya
puasa saja, tidak hanya menunaikan zakat saja, dan lain-lainnya, tetapi juga menuntut
untuk melakukan berbagai hal yang berkaitan dengan kemaslahatan dan kebahagiaan
hidup di dunia. Islam tidak hanya menekankan urusan dunia, atau sebaliknya,
tetapi menekankan adanya keseimbangan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Tidakkah kita perhatikan doa pendek yang amat populer yang kita baca:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّيْنَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kebajikan
di dunia dan kebajikan di akhirat dan selamatkanlah kami dari siksaan api
neraka.
Marilah kita dengan idul adha ini kita pupuk
dan tingkatkan persatuan dan kesatuan, rapatkan barisan, tingkatkan
kedisiplinan dan semangat kerja, kobarkan semangat berkurban, karena dengan itu
semua pembangunan yang kita canangkan untuk mewujudkan kemaslahatan hidup kita
sebagai bangsa dapat kita capai, dengan dilandasi tauhid, iman, dan takwa
kepada Allah dan sesuai dengan tuntunan ajaran agama kita.
Allahu Akbar 3X wa lillahi al-hamd.
Hadirin yang semoga dirahmati Allah,
Untuk sempurnanya rangkaian ibadah Idul Adha
kita pada pagi hari ini marilah kita bersama-sama menengadahkan tangan untuk
memohon doa kepada Allah.
Ya Allah, pada hari ini kami baru saja
menunaikan salah satu perintah-Mu, menunaikan salat Idul Adha sambil memuji kebesaran-Mu
dan mensyukuri nikmat-Mu.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa kami mempunyai
kekurangan, kekhilafan, dan dosa terhadap-Mu. Karena itu, ya Allah Yang Maha
Pengampun, ampunilah segala dosa kami, yang besar maupun yang kecil, yang
disengaja maupun tidak, yang tampak maupun yang tersembunyi, yang baru maupun
yang lama, sehingga kami menjadi orang yang bersih, tanpa dosa, karena
Engkaulah Yang Maha Mengetahui apa yang kami lakukan.
Ya Allah Yang Mahaperkasa, berilah kami umur
panjang dan kekuatan lahir dan batin untuk melaksanakan perintah-Mu dan
melaksanakan pembangunan masyarakat dan bangsa kami. Berilah petunjuk kepada
pemimpin-pemimpin kami sebagaimana Engkau memberi petunjuk kepada para Nabi-Mu,
Rasul-Mu, dan orang-orang saleh sebelum kami agar kami semua dapat hidup sesuai
dengan tuntunan-Mu. Jauhkanlah bangsa dan negara kami dari segala ujian dan
cobaan yang tidak sanggup kami pikul, dan tunjukkanlah kami dan
pemimpin-pemimpin kami jalan terbaik untuk memecahkan berbagai persoalan dan
krisis yang dialami oleh bangsa dan negara kami. sehingga kami dapat segera
terlepas dari krisis yang memperpuruk ekonomi kami. Karena kami yakin, Engkau,
ya Allah, adalah penuntut ke jalan yang benar.
Ya Allah yang Maha pengasih, pada saat ini kami
sedang ditimpa pandemi Covid 19, yang sudah mewabah di seluruh tanah air kami
dan bahkan seluruh dunia. Jika pandemi ini menjadi ujian bagi kami karena dosa
dan kesalahan kami, kami memohon kepada-Mu atas semua dosa kami, dan memohon
agar Engkau menjauhkan pandemi ini dari kami. Jika pandemi ini menjadi bala’
bagi kami, berilah kekuatan kepada kami untuk menghadapi ini dengan penuh
sabar, syukur, dan tawakal kepada-Mu, dan memohon kepada-Mu agar Engkau menolak
bala’ ini dari kami semua.
Ya Allah tunjukkanlah rahmat-Mu kepada para
generasi muda bangsa kami, generasi penerus perjuangan pemimpin kami, untuk
tetap mematuhi perintah-Mu dan meninggalkan segala larangan-Mu. Tunjukkanlah
jalan kepada mereka yang telah bergelimang dengan narkoba dan segala perbuatan
yang tidak sesuai dengan tuntunan-Mu, untuk kembali kepada jalan-Mu, jalan yang
Engkau ridai, dan amankanlah serta jauhkanlah mereka yang belum mengalami hal
demikian dari segala yang membahayakan, karena merekalah generasi penerus yang
diharapkan dapat meneruskan perjuangan bangsa kami di masa mendatang.
Ya Allah, perkuatlah iman dan takwa kami,
karena kami yakin, tidak ada yang dapat memberi kekuatan kepada kami selain
Engkau. Perkenankanlah segala permohonan kami, Ya mujib al-sa'ilin.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الأَبْرَارِ يَا عَزِيْزُ بَا غَفَّارُ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ. وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Khutbah II
اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللّٰهِ وَرَسُولُهُ، اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ المَيَامِيْنَ، وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ
أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاتَّقُوا اللّٰهَ تَعَالَى فِي هٰذَا الْيَوْمِ الْعَظِيمِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللّٰهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الصَّالحينَ
اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، اللّٰهُمَّ اجْعَلْ عِيْدَنَا هٰذَا سَعَادَةً وَتَلَاحُمًا، وَمَسَرَّةً وَتَرَاحُمًا، وَزِدْنَا فِيهِ طُمَأْنِينَةً وَأُلْفَةً، وَهَنَاءً وَمَحَبَّةً، وَأَعِدْهُ عَلَيْنَا بِالْخَيْرِ وَالرَّحَمَاتِ، وَالْيُمْنِ وَالْبَرَكَاتِ، اللّٰهُمَّ اجْعَلِ الْمَوَدَّةَ شِيمَتَنَا، وَبَذْلَ الْخَيْرِ لِلنَّاسِ دَأْبَنَا، اللّٰهُمَّ أَدِمِ السَّعَادَةَ عَلَى وَطَنِنَا، وَانْشُرِ الْبَهْجَةَ فِي بُيُوتِنَا، وَاحْفَظْنَا فِي أَهْلِينَا وَأَرْحَامِنَا، وَأَكْرِمْنَا بِكَرَمِكَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْأَبْرَارِ، يَا عَزِيزُ يَا غَفَّارُ.
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ، وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، عِيْدٌ سَعِيْدٌ وَكُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ
Prof Dr KH Ahmad Thib Raya, MA, guru besar UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta