KHUTBAH JUMAT
Ringkasan Fiqih Puasa
Khutbah I
اَلْحَمْدُ للهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ
عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ
وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي
بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: شَهْرُ
رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًۭى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَـٰتٍۢ
مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ ۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ
وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍۢ فَعِدَّةٌۭ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ
يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا۟
ٱلْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ وَلَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ (البقرة: 185)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Takwa adalah sebaik-baik bekal untuk meraih kebahagiaan abadi di akhirat.
Karena itu, Khatib mengawali khutbah singkat ini dengan wasiat takwa. Marilah
kita semua selalu meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala
dengan melaksanakan semua kewajiban dan meninggalkan segenap larangan.
Hadirin sidang jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah
Hukum wajib puasa Ramadhan termasuk ma’lum minad din bidh dharurah,
artinya hukumnya telah sama-sama diketahui oleh ulama dan orang awam dari
kalangan umat Islam. Kewajiban puasa Ramadhan telah tetap dengan dalil
Al-Qur’an, hadits dan ijma’. Allah ta’ala berfirman:
فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Maknanya: “Karena itu, barangsiapa di antara kalian mendapati bulan itu,
maka berpuasalah.” (QS Al-Baqarah: 183).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
بُنِيَ الْإسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لَّاإلهََّ إلا
اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ، وَإِيْتَاءِ
الزَّكَاةِ، وَحَجِّ الْبَيْتِ، وصَوْمِ رَمَضَانَ (رواهُ البُخاريُّ)
Artinya, “Islam dibangun atas lima perkara, yaitu bersaksi bahwa tiada
sesuatu apapun yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan
Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, haji ke Baitullah, dan puasa
Ramadhan.” (HR Al-Bukhari).
Karenanya, barangsiapa yang mengingkari kewajiban puasa Ramadhan, maka ia
telah mendustakan agama dan melepaskan diri dari agama yang mulia ini. Kecuali
apabila ia baru masuk Islam atau seperti orang yang tumbuh hidup di daerah yang
jauh dari kaum Muslimin dan belum pernah mendengar sama sekali hukum wajib
puasa Ramadhan.
Seseorang yang dipertemukan oleh Allah dengan bulan Ramadhan dan dimudahkan
berpuasa Ramadhan, hendaklah ia memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya atas
nikmat ini. Karena puasa adalah ketaatan dan kewajiban yang agung.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Dikarenakan seorang muslim tidak boleh melakukan sesuatu sehingga ia mengetahui
apa yang Allah halalkan dan haramkan darinya, maka dalam kesempatan khutbah
yang singkat ini, Khatib akan menyampaikan beberapa hal penting seputar
hukum-hukum puasa. Hal itu agar setiap dari kita mengetahui apa yang dibutuhkan
terkait ilmu tentang ibadah yang mulia ini.
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah
Puasa Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim yang mukallaf (baligh dan
berakal). Tidak sah dilakukan oleh perempuan yang haid dan nifas, dan
diwajibkan bagi keduanya mengqadha’. Boleh bagi musafir untuk tidak berpuasa
Ramadhan dengan syarat-syarat tertentu meskipun tidak terasa berat baginya
berpuasa. Dibolehkan juga untuk tidak berpuasa bagi orang sakit yang ada
harapan sembuh, tapi ia merasa berat berpuasa dengan rasa berat yang tidak
tertahankan, dan wajib baginya mengqadha’.
Perempuan hamil dan menyusui yang tidak berpuasa karena mengkhawatirkan
janinnya; mengkhawatirkan gugurnya janin atau khawatir jika puasa maka air
susunya berkurang sehingga membahayakan bayi, maka keduanya diwajibkan
mengqadha’ dan membayar fidyah dalam mazhab Syafi’i. Sedangkan dalam mazhab
Hanafi, keduanya tidak diwajibkan fidyah. Adapun jika keduanya mengkhawatirkan
kondisi dirinya, bukan kondisi janin atau bayinya, maka hanya diwajibkan
qadha’. Orang yang tidak kuat puasa disebabkan usianya yang telah renta atau
sakit menahun yang tidak ada harapan sembuh, maka wajib baginya fidyah.
Fidyah adalah ukuran satu mud (kurang lebih 7 ons beras), yakni satu
cakupan dua telapak tangan ukuran sedang dari makanan pokok daerah setempat.
Dalam mazhab Hanafi, orang yang tua renta yang tidak mampu berpuasa dibolehkan
dikeluarkan fidyahnya berupa nominal uang senilai makanan siang dan makanan
malam yang mengenyangkan untuk setiap hari yang ditinggalkan puasanya. Dalam
mazhab Hanafi pula, sah jika fidyah itu dibayarkan di awal bulan untuk satu
bulan ke depan, atau diakhirkan pembayarannya di akhir bulan untuk satu bulan
yang telah lewat.
Hadirin, hal seperti itu yang dilakukan oleh banyak kalangan pada masa
sekarang adalah sesuai dengan pendapat ini. Perbedaan pendapat di kalangan
ulama adalah keluasan dan kelonggaran bagi umat Islam.
Hadirin rahimakumullah
Puasa memiliki dua rukun. Pertama, niat. Tempatnya adalah hati. Karenanya
tidak disyaratkan untuk diucapkan dengan lisan. Niat diwajibkan pada setiap
hari bulan Ramadhan karena setiap hari adalah ibadah tersendiri seperti halnya
dua shalat yang dipisah dan disela dengan salam. Dalam puasa wajib, disyaratkan
tabyit dan ta’yin dalam niat.
Tabyit adalah menjatuhkan niat di malam hari, yaitu waktu antara maghrib
dan dan terbitnya fajar. Sedangkan ta’yin adalah menentukan apakah puasa yang
dilakukan adalah puasa Ramadhan, nazar atau kafarah misalkan. Barangsiapa yang
tidak berniat puasa Ramadhan di malam hari sampai masuk waktu shalat shubuh,
maka ia tidak boleh makan, minum dan melakukan seluruh hal yang
membatalkan puasa sampai tiba waktu maghrib, dan wajib baginya mengqadha’nya.
Hal ini dalam mazhab Syafi’i.
Sedangkan dalam mazhab Hanafi, bagi orang yang belum niat puasa Ramadhan di
malam hari, sah baginya berniat setelah terbitnya fajar dan sebelum pertengahan
hari selama ia belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, seperti makan
dan minum. Sementara dalam mazhab Maliki, niat puasa Ramadhan cukup
dilakukan di malam pertama Ramadhan untuk satu bulan seluruhnya.
Kedua, menahan diri dari seluruh perkara yang membatalkan puasa dari
terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Di antara hal yang membatalkan
puasa adalah setiap benda yang masuk ke rongga badan melalui lubang yang
terbuka. Lubang-lubang di badan yang dikategorikan terbuka adalah hidung,
mulut, qubul, dubur dan telinga. Mata tidak termasuk. Karenanya, tidak batal
puasa seseorang yang meneteskan cairan di matanya.
Begitu juga tidak batal seseorang yang tidur sepanjang hari. Tidak batal
puasa seseorang yang makan atau minum dalam keadaan lupa dan seseorang yang
memasukkan obat ke tubuhnya melalui lubang yang tidak terbuka, seperti suntik
di otot atau urat kulit. Sedangkan memasukkan obat melalui lubang kelamin atau
lubang dubur, maka hal itu membatalkan puasa.
Batal puasa seseorang yang muntah dengan sengaja, yaitu seseorang yang
ingin memuntahkan apa yang ada di perutnya dengan memasukkan jarinya atau bulu
ayam ke dekat tenggorokan. Adapun seseorang yang muntah dengan tidak disengaja,
maka puasanya tidak batal dengan syarat ia tidak menelan kembali air ludahnya
yang bercampur dengan muntahan.
Tidak batal puasa seseorang yang menelan ludahnya yang murni (tidak
bercampur dengan apapun) selama air ludah masih berada di dalam mulut.
Sedangkan apabila ludah bercampur dengan darah atau bercampur dengan sesuatu
yang dimasukkan ke dalam mulut, lalu ditelan, maka hal itu membatalkan puasa.
Batal puasa juga seseorang yang dengan sengaja menelan kembali dahak yang
telah melewati makhraj huruf ح , artinya telah sampai ke dalam mulut. Adapun jika belum
melewati makhraj ح lalu ditelan kembali, maka tidak membatalkan puasa.
Di antara perkara yang membatalkan puasa adalah riddah. Riddah adalah
memutus iman dengan ucapan, perbuatan atau keyakinan. Maka barangsiapa yang
melakukan salah satu jenis riddah: ucapan, perbuatan atau keyakinan, maka ia
telah keluar dari Islam, menjadi sirna seluruh amal kebaikannya dan batal puasanya.
Riddah adalah seperti mencaci Allah, mencaci agama Islam, mencaci salah
satu malaikat atau nabi. Begitu juga melecehkan syiar-syiar Allah, seperti
shalat, puasa, zakat dan haji. Begitu pula mendustakan sesuatu yang telah tetap
dalam syariat. Barangsiapa yang melakukan riddah, maka ia telah keluar dari
agama, batal puasanya, wajib baginya kembali ke dalam Islam dengan dua kalimat
syahadat, menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sampai maghrib jika
ia berada di siang hari Ramadhan, dan wajib baginya mengqadha’ puasanya
langsung pada hari kedua bulan Syawal.
Terakhir, Khatib menasihatkan kepada kita semua untuk menuntaskan belajar
ilmu agama yang fardhu ain seputar puasa kepada guru yang terpercaya dan
bersanad sehingga puasa kita betul-betul berlandaskan ilmu dan sesuai dengan
tuntunan syariat. Jangan sampai salah seorang di antara kita termasuk mereka
yang disebutkan oleh baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits
berikut:
رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوْعُ وَرُبَّ
قَاِئمٍ ليَسْ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا الَّسهَرُ (رواه النسائي وغيره)
Artinya: “Betapa banyak orang yang berpuasa, ia tidak mendapatkan apa-apa
dari puasanya kecuali rasa lapar, dan betapa banyak orang yang melakukan
qiyamul lail, ia tidak memperoleh apa-apa kecuali bergadang.” (HR
An-Nasa’i dan lainnya).
Hadirin yang dirahmati Allah.
Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga
bermanfaat dan membawa berkah bagi kita semua. Amin.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ،
فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ
أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ
سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَمَّا
بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ
الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ
بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ
وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ
حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم
ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ
وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ
وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً
وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ
وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ،
يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ
يَذْكُرْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
Ustadz Nur Rohmad, Anggota Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Aswaja NU
Center PCNU Kab. Mojokerto dan Dosen STAI Al-Azhar, Gresik