Jumat, 03 Maret 2023

(Ngaji of the Day) Tafsir Surat An-Nisa Ayat 1 (Bagian 1)

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا


Yā ayyuhan nāsut taqqū rabbakumulladzī khalaqakummin nafsin wāhidatin wa khalaqa minhā zaujahā wa batstsa minhumā rijālan katsīran wa nisā’a. Wattaqullāhal ladzī tasā’alūna bihī wal arhām.


Artinya, “Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu; yang telah menciptakan darinya istrinya; dan telah menyebarkan dari keduanya (keturunan) laki-laki dan perempuan yang banyak. Takutlah kalian kepada Allah Zat yang dengan-Nya kalian beradu sumpah dan takutlah kalian memutus silaturrahim. Sungguh Allah adalah Zat yang maha mengawasi kalian.”


Ragam Tafsir

 

Menurut Imam Abu Ja’far at-Thabari (224-310 H/839-923 M) maksud frasa: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ “Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu”, adalah takutlah kalian wahai manusia kepada Tuhan kalian.


Takut untuk menentangnya dalam perintah dan larangannya, sehingga menyebabkan siksa-Nya yang tiada kira menimpa kalian. Kemudian Allah menyifati zat-Nya bahwa hanya Dia yang menciptakan seluruh manusia dari satu jiwa dengan:


(1) memberitahukan kepada para hamba-Nya bahwa sebenarnya awal mula penciptaan dirinya hanya dari satu jiwa, serta mengingatkan kepada mereka bahwa


(a) seluruh manusia merupakan satu keturunan dari seorang ayah dan ibu, yaitu Nabi Adam ‘alaihis salam dan Hawa,


(b) mengingatkan bahwa hak sebagian mereka atas sebagian lainnya adalah wajib dijaga sebagaimana seorang saudara wajib menjaga hak saudara lainnya, sebab semua manusia terkumpul dalam nasab seayah dan seibu,


(c) mengingatkan bahwa kewajiban saling menjaga antara satu dengan lainnya meskipun pertemuan nasab kepada Nabi Adam ‘alaihis salam sangat jauh, namun hukumnya sebagaimana dengan kewajiban saling menjaga antara kerabat yang dekat nasabnya;


(2) dengan menghubungkan antara sebagian mereka dengan sebagian yang lain agar saling berbuat adil dan tidak saling berbuat zalim, serta agar orang yang kuat membantu orang yang lemah dengan cara-cara yang baik sesuai yang diwajibkan oleh Allah kepadanya. (Abu Ja’far at-Thabari Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, [Beirut, Muassasah ar-Risalah: 1420 H/2000 M], tahqiq: Ahmad Muhammad Syakir, juz V, halaman 512-514).


Menurut Imam Ahmad as-Shawi (1175-1241 H/1761-1852 M) frasa: يَا أَيُّهَا النَّاسُ “Wahai manusia”, merupakan khitab atau firman Tuhan bagi seluruh mukallaf, laki-laki maupun perempuan, manusia maupun jin—karena pahala yang diperuntukkan manusia juga dianugerahkan kepada jin dan siksa yang diterapkan kepada manusia juga diterapkan kepada mereka—. Ayat ini juga tidak turun khusus untuk orang yang hidup pada saat ayat turun, karena kaidah: al-‘Ibrah bi ‘umuumil lafzhi la bi khushushis sabab, “yang dipertimbangkan adalah keumuman cakupan teks, bukan khusus untuk penyebab turunnya ayat .”


Selain itu menurutnya, frasa الَّذِي خَلَقَكُمْ ... mengandung isyarat bahwa ketakwaan itu juga berkaitan dengan hak sebagian orang dengan sebagian lainnya, karena semua berasal dari satu jiwa yaitu Nabi Adam ‘alaihis salam. Karenanya, ketakwaan yang wajib kita jaga adalah: (1) ketakwaan terhadap Tuhan karena Dia yang telah menciptakan kita; dan (2) ketakwaan yang berkaitan dengan menjaga hak antara orang yang satu dengan lainnya, karena semuanya berasal dari asal yang satu yaitu Nabi Adam ‘alaihis salaam. (Ahmad bin Muhammad as-Shawi, Hasyiyyah as-Shawi ‘ ala Tafsir al-Jalalain, [Beirut: Dar al-Fikr, 1424 H/2004 M], editor: Shidqi Muhammad Jamil, juz I, halaman 266).


Sementara berkaitan dengan frasa: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ “Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu”, Imam Fakhruddin ar-Razi (544-606H/1150-1210 M) menyatakan, bahwa kondisi khusus di mana Allah subhaanahu wa ta’aala merupakan Zat yang menciptakan kita dari satu jiwa merupakan faktor yang karenanya kita wajib menaati segala perintah-Nya dan menjauhi dari bermaksiat kepadanya.


Banyak argumentasi yang dapat digunakan untuk menjelaskannya secara ideal. Di antaranya adalah, bahwa penciptaan seluruh manusia dengan beragam keunikannya masing-masing dari asal satu jiwa sangat jelas menunjukkan kesempurnaan kuasa-Nya. Yaitu dari sisi andaikan penciptaan manusia terjadi berdasarkan proses thabi’i (alami) dan berdasarkan kekhasannya, maka semua keturunan yang dilahirkannya semestinya juga akan sangat mirip sifatnya, bentuknya, dan tabiat tahu sifat alaminya.


Karenanya, ketika faktanya kita lihat masing-masing manusia ada yang berkulit putih, hitam, kemerah-merahan, dan kecoklat-coklatan; ada yang bagus dan ada yang buruk; ada yang tinggi da nada yang pendek; semua itu menunjukkan bahwa Zat yang mengatur pennciptaan dan yang menciptakannya adalah Zat yang maha berbuat dan berkedaulatan penuh atau sangat independen. Tidak ada tabiat alami yang mempengaruhi penciptaan makhluk, dan tidak ada ‘illat (sebab) yang mewajibkan atau mendesak penciptaannya. 


Ketika penjelasan mendalam seperti ini jelas-jelas menunjukkan bahwa Allah sebagai pengatur alam semesta merupakan Zat yang maha berbuat, yang maha berkedaulatan penuh, maha kuasa atas segala ciptaan-Nya, dan maha mengetahui segala detail pengetahuan yang ada, maka tidak diragukan lagi wajiblah kita untuk tunduk dan patuh terhadap berbagai tanggung jawab, perintah dan larangan-Nya.


Dari sini menjadi sangat terang benderang, bahwa perintah takwa dalam awal ayat: “Bertakwalah kepada Tuhan kalian” sangat support atau cocok dengan penciptaan manusia dari satu jiwa yang disinggung dalam frasa setelahnya: “Yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu.”


Pantas sekali manusia kita diperintahkan bertakwa kepada Tuhan Sang Maha Pencipta, karena terbukti secara nyata kekuasaan-Nya. Meski asalnya satu jiwa, keturunannya menjadi sangat beragam dan beraneka warna. Itu tidak akan terjadi kecuali atas penciptaan Allah subhaanahu wata’ala Yang Maha Berkuasa. Wallaahu a’lam. (Fakhruddin Muhammad ar-Razi, Tafsir al-Fakhr ar-Razi, [Beirut: Darul Fikr, tanpa tahun], juz IX, halaman 165).
[]

 

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar