Delapan Wasiat Rasulullah SAW
ان
الحمد لله الذى أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله. أرسله بشيرا
ونذيرا وداعيا الى الله باذنه وسراجا منيرا. أشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك
له. شهادة اعدها للقائه ذخرأ. واشهد ان محمدا عبده و رسوله. ارفع البرية قدرا.
اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه وسلم تسليما كثيرا. أما بعد.
فياأيها الناس اتقوالله حق تقاته ولاتموتن الا وأنتم مسلمون.
Ma’asyiral Musilimin Rahimakumullah
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah Yang Maha Indah yang ke-indahannya tak pernah menyusut walau dibagi kepada seluruh warga jagad raya. Keindahan inilah yang membuat manusia betah berada di dunia dan enggan meninggalkannya. Semoga kita semua senantiasa diberi kesadaran bahwa keindahan di dunia ini hanyalah sementara. Dan tidak menjadikanya sebagai orientasi dan tujuan dalam hidup ini اللهم لا تجعل الدنيا أكبر همي ولا مبلغ علمي
Hadirin Jamaa’ah Jum’ah yang dirahmati Allah
Potongan do’a di atas nampaknya sangat relevan dalam kehidupan kita sekarang ini. Do’a pengharapan kepada-Nya agar senantiasa memberikan petunjuk kepada kita, supaya tidak menjadikan dunia se-isinya sebagai cita-cita dalam kehidupan dan orientasi dalam ilmu pengetahuan. Karena cita-cita dan ilmu pengetahuan hendaknya digunakan untuk meniti jalan menuju kepada-Nya, bukan mengabdi kepada dunia.
Namun, realita sungguh berbeda. Kehidupan di
sekitar kita akhir-akhir ini menunjukkan arah yang berlawanan. Lihatlah telah
muncul istilah Orang Kaya Baru di sekitar kita. Manusia-manusia luar biasa yang
dengan bersusah payah dan penuh perjuangan, sampai pada taraf hidup yang
menakjubkan. Mereka telah meninggalkan garis kemiskinan untuk beranjak pada
tingkat kehidupan dengan penuh kemewahan.
Tidak, khutbah ini tidak untuk membincang
mereka atau menyirami penyakit hasud dalam hati, sehingga menjadi lebih subur.
Namun, hendak mengingatkan bagaimanakah sebaiknya kita menyikapi perubahan itu.
Karena dunia dan seisinya adalah cobaan bagi manusia.
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Di suatu waktu Rasulullah saw. berbincang dengan hangat bersama Abu Dzar al-Ghifari. Hingga pada suatu saat, al-Ghifari berkata kepada Nabi S.a.w, "Ya Rasulullah, berwasiatlah kepadaku." Beliau bersabda, "Aku wasiatkan kepadamu untuk bertaqwa kepada Allah, karena ia adalah pokok segala urusan."
Memang benar taqwa adalah pangkal segalanya. Seperti firman-Nya:
إن أكرمكم عند
الله اتقاكم
Namun taqwa itu bagaikan konsep teoritis yang
harus diterjemahkan biar mudah untuk diraih. Bagi kaum awam, taqwa itu cukup
sulit untuk diaplikasikan dalam kehidupan. Bagaimanakah caranya mengikat hati
dalam ketaqwaan kepada Allah swt? Sedangkan hati kita sering tersangkut dalam
kepentingan-kepentingan duniawi? Bagaimanakah caranya? Rasulullah tidak
menerangkan tentang hal ini, dan Abu Dzarpun tidak menanyakannya. Mungkin bagi
dia taqwa adalah perkara yang jelas. Namun marilah kita ikuti percakapan beliau
selanjutnya.
Lalu Abu Dzar pun kembali bertanya kepada Rasulullah "Ya Rasulallah, tambahkanlah wasiat apalagi yang penting setelah taqwa.".
Rasulullah saw menjawab "Hendaklah
engkau senantiasa membaca Al Qur`an dan berdzikir kepada Allah azza wa jalla,
karena hal itu merupakan cahaya bagimu dibumi dan simpananmu dilangit."
Ingatlah kita pada do’a khatmil Qur’an yang sangat masyhur
Ingatlah kita pada do’a khatmil Qur’an yang sangat masyhur
اللَّهُمَّ
ارْحَمْنَا بِالْقُرْآنِ, وَاجْعَلْهُ لَنَا إِمَامًا وَنُوْرًا وَهُدًى
وَرَحْمَةً, اللَّهُمَّ ذَكِّرْنَا مِنْهُ مَا نَسِيْنَا, وَعَلِّمْنَا مِنْهُ مَا
جَهِلْنَا, وَارْزُقْنَا تِلاَوَتَهُ آنَآءَ اللَّيْلِ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ,
وَاجْعَلْهُ لَنَا حُجَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Keduanya bagaikan deposito bagi diri kita,
bunganya dapat dipergunakan untuk menerangi perjalanan kita di dunia, sedangkan
tabungannya adalah kekayaan yang dapat mengamankan kehidupan di akhirat nanti.
Abu Dzar merasa masih ada hal lain yang hendak disampaikan Nabi Muhammad saw. iapun berkata meminta "Ya Rasulullah, tambahkanlah.".
Abu Dzar merasa masih ada hal lain yang hendak disampaikan Nabi Muhammad saw. iapun berkata meminta "Ya Rasulullah, tambahkanlah.".
Rasulullah menjawab "Janganlah engkau banyak tertawa, karena banyak tawa itu akan mematikan hati dan menghilangkan cahaya wajah."
Tertawa adalah hal yang kelihatan sangat sepele, tetapi Rasulullah saw melihat itu sebagai sesuatu yang memiliki dampak psikologis dalam jiwa manusia. Karena kebanyakan manusia ketika tertawa akan melupakan segala kewajiban sebagai seorang hamba. Hal ini berbeda dengan model tertawa Rasulullah saw seperti yang diterangkan dalam sebuah hadits Abdullah bin al Harits yang mengatakan, ”Tertawanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hanya sekedar senyum." (HR. Tirmidzi) Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Senyummu kepada saudaramu merupakan sedekah.” (HR. Tirmidzi)
Kalau demikian, apa maksud stasiun televise berbondong-bondong menghadirkan acara humor, lawak ataupun dagelan? Bukankah itu sama artinya sebuah usaha pembodohan? Ataukah hanya sekedar relaksasi dari kejenuhan hidup ini? Entahlah, yang Jelas Rasulullah telah berwasiat demikian. Saya rasa kepercayaan kita kepada Nabi Muhammad saw, jauh mengatasi dari pada berbagai produser acara di televise.
Sebagai muslim yang penuh kehati-hatian dan ingin tahu Abu Dzar pun melanjutkan pertanyaanya kembali "lalu apa lagi ya Rasulullah.?"
Rasulullah saw pun menjawab "Hendaklah engkau pergi berjihad karena jihad adalah kependetaan ummatku."
Bagaimanakah maksud jihad sebagai kependetaan? Bukankah jihad itu kepahlawanan? Inilah yang perlu pemahaman mendalam. Kalimat ini sangat padu dengan apa yang pernah disabdakan oleh Rasulullah saw bahwa jihad terbesar adalah melawan hawa nafsu "Kita baru saja kembali dari jihad kecil menuju jihad yang besar. Para sahabat bertanya, "Apa jihad besar itu?, Nabi SAW menjawab, "Jihaad al-qalbi (jihad hati).' Di dalam riwayat lain disebutkan jihaad al-nafs". (lihat Kanz al-'Ummaal, juz 4/616; Hasyiyyah al-Baajuriy, juz 2/265).
Masih ada lagi selain itu, karena Abu Dzar
kembali meminta "Lagi ya Rasulullah?". Rasulpun menjawab
"Cintailah orang-orang miskin dan bergaullah dengan mereka."
jikalau keempat hal yang telah lalu seolah sangat bersifat pribadi, maka kali ini mencintai dan menggauli orang miskin membuktikan adanya unsure sosialis yang tinggi dalam ajaran Rasulullah saw. mencintai dan bergaul dengan orang miskin merupakan manifestasi dari kemanusiaan seorang manusia. Dari berbagai ayat dalam al-Qur’an, kesemuanya menunjukkan bahwa hubungan itu selalu dihiasi dengan pemberian dan pembagian. Sebagaimana dalam surat An-Nisa’ 36.
Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh {294}, dan teman sejawat, ibnu sabil {295} dan hamba sahayamu.
Lalu Abu Dzar meminta lagi kepada Rasulullah saw dengan berkata "Tambahilah lagi." Rasulullah saw menjawab "Katakanlah yang benar walaupun pahit akibatnya."
Qulil haqqa walau kana murran, قل الحق ولو كان مرا karena memang kebenaran bagi sebagian keadaan adalah kepahitan itu sendiri. Inilah yang sedang terjadi di sekitar kita kali ini. Ketika kebohongan sudah mengurat-nadi, seolah kebenaran enggan menunjukkan diri. Bukan karena malu atau terdesak dengan kebohogan, namun karena keduanya tak mungkin ada berdampingan dengan bersamaan.
Abu Dzar masih saja bertanya dan meminta, “tambahlah lagi untukku!."
Rasulullah pun menjawab "Hendaklah engkau sampaikan kepada manusia apa yang telah engkau ketahui dan mereka belum mendapatkan apa yang engkau sampaikan. Cukup sebagai kekurangan bagimu jika engkau tidak mengetahui apa yang telah diketahui manusia dan engkau membawa sesuatu yang telah mereka dapati (ketahui)."
Kemudian beliau memukulkan tangannya kedadaku seraya bersabda,"Wahai Abu Dzar, Tidaklah ada orang yang berakal sebagaimana orang yang mau bertadabbur (berfikir), tidak ada wara` sebagaimana orang yang menahan diri (dari meminta), tidaklah disebut menghitung diri sebagaimana orang yang baik akhlaqnya."
Itulah beberapa wasiat emas yang disampaikan Rasulullah S.a.w kepada salah seorang sahabat terdekatnya. Semoga kita dapat meresapi dan mengamalkan wasiat beliau.
بَارَكَ اللهُ
لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ
مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ
هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا
النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا
اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ
ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ
عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ
وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ
اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى
بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ
وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ
عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar