Sakit Otak Permanen
Oleh: Adhie M.
Massardi
Minggu, 26 Februari
2012 , 07:15:00 WIB
PEKAN-pekan
belakangan ini kita diberondong berbagai berita yang bisa bikin perut mual dan
airmata bercucuran. Yang bikin mual berita tentang para pembesar negara yang
korup dan bergaya hidup mewah, tapi kalau di pengadilan berlagak bego. Sedangkan
rakyat hidup melarat, dan setiap saat terancam maut.
Hampir setiap hari
kita disuguhi berita kecelakaan lalulintas yang menimpa angkutan umum akibat
kendaraan rakyat itu banyak yang tidak laik jalan. Peristiwa paling mengejutkan
menimpa bus Karunia Bhakti di kawasan Taman Safari, Cisarua, Puncak, Bogor,
yang jaraknya hanya beberapa puluh km dari rumah Presiden Yudhoyono di Cikeas.
Pada Jumat (10/2)
petang yang menggiriskan itu, Lukman Iskandar (43) tak kuasa mengendalikan bus
yang remnya blong, padahal jalan yang dilalui sedang menurun. Akibatnya,
setelah menabrak mobil, motor, pedagang kaki lima dan pejalan kaki, bus Karunia
Bhakti Z 7519 DA itu pun nyungsep. Belasan orang tewas, puluhan luka berat dan
ringan.
Seperti biasa, tak
ada pembesar negara menaruh empati pada rakyat melarat yang tewas mengenaskan
itu. Mereka yang bertanggungjawab atas peristiwa (semacam) itu, baru sibuk beberapa
hari kemudian. Itu pun, seperti biasa, menyalahkan pemilik bus dan sopir yang
tidak pandai merawat kendaraannya. Padahal pembesar di Kementerian Perhubungan
dibayar untuk mengawasi dan memeriksa laik tidaknya angkutan untuk rakyat itu.
Pemerintah tampaknya
memang lebih bersemangat mengadakan pesawat super mewah untuk Bapak Presiden,
yang harganya lebih dari Rp 90 milyar. Mahal karena di dalamnya selain ada
tempat tidur luks, juga tersedia ruang bersantai yang permai. Tentu saja bisa
buat nyanyi-nyanyi.
Presiden dari negara
sebesar Indonesia sungguh sangat pantas punya pesawat mewah. Begitu alasan
mereka. Tapi mereka tidak malu rakyatnya mengais rejeki tak seberapa di negeri
tetangga yang dulu lebih miskin!
Hari-hari belakangan
ini kita juga secara rutin disuguhi berita dari pengadilan tindak pidana
korupsi (Tipikor) yang melibatkan anak buah Presiden Yudhoyono, baik di Partai
Demokrat maupun di kabinet, ada yang jadi saksi, ada juga sebagai terdakwa.
Beberapa stasiun TV dan radio menyelenggarakan siaran langsungnya.
Pekan lalu, di tengah
kegalauan masyarakat menyaksikan betapa uang rakyat milyaran rupiah begitu
enteng seliweran di antara para pembesar negara, terselip tragedi jembatan
Cihideung, di desa Cibanteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Jembatan gantung
darurat terbuat dari bambu dan kayu usang itu putus saat dilalui belasan warga
yang baru menghadiri acara Maulid Nabi Muhammad saw. Dari belasan orang yang
terjatuh ke sungai, tujuh di antaranya tewas terseret arus Cisadane. Warga desa
Cibanteng yang tak begitu jauh dari rumah Presiden Yudhoyono itu pun diliputi
duka cita yang dalam.
Sementara dari
pengadilan Tipikor, tersiar berita fee 8 persen (dari proyek seharga Rp 180 M)
bagi anak buah Presiden Yudhoyono di kabinet. Padahal kalau satu persen saja
dari jumlah fee yang diterima anak buah Presiden itu disumbangkan kepada warga
Cibanteng, bisa dipakai untuk membangun jembatan permanen yang kokoh.
Tapi di banyak desa
di negeri ini, memang banyak jembatan maut yang setiap saat mengancam nyawa
anak-anak rakyat. Padahal kita tahu, APBN terus membengkak. Kini lebih dari Rp
1.300 triliun. Tapi infrastruktur (jalan dan jembatan) di negeri ini nyaris tak
ada yang mulus.
Banyak yang dikorup.
Dan koruptornya kalau di pengadilan mengingatkan kita pada Pak Harto yang
dinyatakan tim dokter sakit otak permanen. Serba lupa dan serba tidak tahu.
Apakah mereka yang masih cukup muda itu juga sakit otak permanen? Wallahu'alam
bissawab. [***]
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar