Trisakti dan Kabinet Jokowi-JK
Oleh: Ahmad Syafii Maarif
KABARNYA sudah puluhan orang yang sudah melamar
agar dipertimbangkan menjadi anggota kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla. Semua
berjanji untuk membantu presiden terpilih. Tidak ada yang salah jika pelamarnya
berjibun, tetapi seleksinya harus ekstra ketat.
Kepada saya yang tidak punya kaitan apa-apa
dengan kekuasaan, beberapa orang juga telah mengantarkan biodata pribadinya
agar disampaikan ke alamat Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Jawaban saya
singkat: ”Saya bukan agen kabinet, tidak punya akses apa-apa untuk itu.”
Tetapi begitulah besarnya nafsu manusia
Indonesia untuk menjadi bagian dari kekuasaan, mungkin sebagian memang punya
kompetensi dan niat baik, sedangkan sebagian yang lain hanya ingin merasakan
betapa rasanya berkuasa itu.
Tulisan ini akan membicarakan sesuatu yang
lebih mendasar yang terabaikan selama ini.
Terhadap para pelamar yang sudah antre panjang
ini, Jokowi-JK tentu sudah punya kriteria ketat yang sangat obyektif dan rasional.
Sebab, kabinet ini diamanahkan untuk menjalankan gagasan besar Bung Karno
berupa Trisakti yang disampaikan tahun 1960-an, justru di saat kekuasaan Bung
Karno sedang dihadapkan kepada tantangan berat yang kemudian telah membawa
kejatuhannya.
Belum terealisasi
Jangankan melaksanakan Trisakti, nilai-nilai
luhur Pancasila pun sudah lama mengawang di langit tinggi. Trisakti dalam
format berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian
dalam sosial kebudayaan sebenarnya adalah cita-cita agung kemerdekaan Indonesia
yang sudah puluhan tahun mengendap di otak para pejuang kemerdekaan.
Para pejuang kemerdekaan itu sebagian telah
wafat sebelum proklamasi tahun 1945. Bung Karno memang adalah perumus yang
piawai tentang cita-cita kemerdekaan bangsa itu, dalam bentuk ungkapan singkat,
tajam, padu, dan padat.
Meskipun sudah berjalan sekian puluh tahun
sejak pencetusannya, gagasan Trisakti itu belum pernah menjadi realitas dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai pencetus gagasan, Bung Karno pun
belum berhasil meninggalkan warisan yang konkret tentang Trisakti ini.
Tetapi, sekali lagi, gagasan ini adalah sari
pati dari seluruh ruh cita-cita perjuangan nasional agar Indonesia merdeka
benar-benar berdaulat penuh dalam politik, mampu berdiri di atas kaki sendiri
dalam ekonomi, dan punya kepribadian yang kuat dalam kebudayaan.
Pertanyaannya: mampukah Jokowi-JK bergerak ke
arah dunia yang serba ideal ini, di saat bangsa dan negara nyaris kehilangan
segala-galanya: kedaulatan, prinsip berdikari, dan kepribadian yang kuat?
Bangsa ini sudah lama jadi ”mainan” kekuatan-kekuatan raksasa global karena
situasi domestik kita masih rapuh. Jokowi-JK pasti sangat sadar tentang betapa
lengahnya kita sebagai bangsa merdeka selama ini dalam mewujudkan gagasan
Trisakti itu dalam format yang konkret. Gempuran neoliberalisme telah
mengacaukan fundamental ekonomi kita dan merusak kepribadian Indonesia.
Semuanya itu dilakukan atas nama pembangunan bangsa yang tidak mengacu kepada
konstitusi secara benar dan lurus.
Kriteria menteri
Agar tidak berlarut-larut berenang dalam
kubangan neoliberalisme ini, para menteri yang akan diundang masuk kabinet
haruslah yang mau mengerti secara benar tentang tujuan kemerdekaan Indonesia,
di samping memiliki integritas moral, kepemimpinan, kompetensi, dan
profesionalitas.
Karya-karya Soekarno-Hatta dan para pejuang
yang lain perlu dibaca ulang oleh para calon menteri ini agar ruh keindonesiaan
mereka tetap terjaga kuat, tidak oleng oleh tarikan timur dan barat,
sebagaimana yang telah kita alami berkali-kali dalam perjalanan sejarah bangsa
ini. Maka, para calon menteri itu haruslah patriot dan nasionalis sejati sesuai
dengan cita-cita Trisakti.
Bagi calon menteri yang belum pernah membaca
Indonesia Menggugat-nya Bung Karno (1930) dan Indonesia Merdeka-nya Bung Hatta
(1928), mohon dicari karya itu sebelum bertemu dengan Jokowi-JK. Dua karya yang
hampir berusia satu abad ini masih amat patut ditelaah ulang karena benang
merah tujuan kemerdekaan bangsa terurai dengan semangat tinggi di dalamnya.
Kelemahan sebagian besar elite kita selama ini adalah karena mereka tercabut
dari akar tunggang sejarah bangsa. Akibatnya, mereka tidak punya rujukan
historis yang kuat di saat diberi posisi kenegaraan.
Saya ingin melihat bahwa para menteri dalam
kabinet Jokowi-JK adalah para petarung yang tangguh untuk segera merealisasikan
gagasan Trisakti, dibawa turun ke bumi Nusantara, sekalipun saya tahu tidak
mudah, karena mental sebagian kita sudah telanjur tidak sehat. Tetapi itulah
jalan satu-satunya agar bangsa ini tidak selalu saja terombang-ambing oleh
kekuatan-kekuatan asing dan sahabat-sahabat domestiknya sebagai penikmat
kemerdekaan.
Dengan semangat Trisakti, pemerintah yang akan
dibentuk segera akan mendapat kepercayaan luas dari rakyat, karena nasib mereka
yang telantar sekian lama akan diperhatikan secara sungguh-sungguh. []
KOMPAS, 27 Agustus 2014
Ahmad
Syafii Maarif ; Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar