Noam
Chomsky, Donald Trump, dan Badut
Oleh:
Ahmad Syafii Maarif
Sengaja
judulnya diperhalus, sebabnya aslinya terbaca, “Noam Chomsky slams Trump: 'He's
a clown-literally, he could be in the circus'” (Noam Chomsky kecam Trump: 'Dia
seorang badut-secara harfiah, dia semestinya dalam sirkus'). Di mata Chomsky,
semakin Trump mengeluarkan pernyataan kasar dan menjijikkan, semakin tinggi
popularitasnya. Yang jadi kambing hitam kemudian adalah orang Meksiko dan orang
Muslim. Mengapa? Simak Chomsky di bawah ini.
Nama
lengkapnya Avram Noam Chomsky, kelahiran Philadelphia, 7 Desember 1928. Ayahnya
seorang sarjana bahasa Yahudi terkenal, William Chomsky, kelahiran Ukraina pada
1896, minggat ke Amerika pada 1913 untuk menghindari wajib militer.
Dalam
usia lanjutnya, Noam Chomsky, tanpa lelah, terus saja berteriak untuk sebuah
dunia yang lebih adil dan demokratis, sesuatu yang belum juga terwujud,
termasuk di Amerika Serikat, negeri kelahirannya. Energi intelektualnya seolah
tidak pernah mengendur, di tengah dunia kemanusiaan global yang membisu, tidak
hirau dengan penderitaan manusia miskin yang jumlahnya miliaran itu.
Seorang
pengagumnya, penulis Arthur Naiman, pada tahun 2011 menurunkan ungkapan ini
tentang Chomsky: “Saya berharap dia akan hidup sampai 100 tahun. Anda juga
demikian. Dunia akan menjadi tempat yang lebih kosong, lebih sunyi, dan kurang
adil tanpa dia.” (Lih. Arthur Naiman (ed.), Noam
Chomsky: How the World Works. London: the Penguin Group, 2011, hlm
5). Saya hanya mengamini ungkapan pujian ini. Chomsky, seorang Yahudi, sangat
bersikap kritis terhadap Israel, sebagaimana banyak intelektual Yahudi lainnya
mengambil sikap serupa.
Hubungan
komunitas liberal Amerika dengan Israel pasca-Perang 1967 digambarkan Chomsky
pada 1992 sebagai berikut: “Komunitas liberal Amerika sejak 1967 telah
dimobilisasi hampir sampai tingkat fanatik dalam mendukung sebuah Israel yang
ekspansionis, mereka secara konsisten menentang penyelesaian politik apa pun.
Mereka senang sekali atas perluasan kekuasaan Israel.” Dengan kata lain,
kemenangan Israel dalam perang melawan Arab pada 1967 telah membius komunitas
Amerika untuk selalu pro-Israel tanpa pertimbangan rasional.
Trump
bagi Chomsky. Kegusaran Chomsky jika Trump terpilih jadi presiden Amerika telah
disampaikan dalam berbagai kesempatan. Tuan dan puan dapat dengan gampang
menelusurinya via Google.
Sekalipun berpenampilan sebagai badut, mengapa Trump juga punya pendukung yang
lumayan?
Menurut
Chomsky, karena rezim-rezim Amerika selama ini lebih mementingkan politik
kekuasaan pribadi dan partai, sedangkan kesejahteraan rakyat tidak mendapat
perhatian serius, maka perasaan marah dan cemas adalah risikonya. Perasaan ini
terutama berjangkit di kalangan lelaki kulit putih, kelompok minoritas, kaum
buruh, dan lain-lain.
Situasi
ini dimanfaatkan Trump untuk agitasi politiknya. Kita kutip Chomsky: “The American
politics is merely a struggle for ideological conformity and party unity, not a
struggle for the general welfare of the nation.” (Politik Amerika hanyalah
perjuangan untuk keserasian ideologis dan persatuan partai, bukan perjuangan
untuk kesejahteraan umum bagi bangsa).
Di mata
Chomsky, baik Partai Republik maupun Partai Demokrat tidak ada bedanya dalam
membentuk politik Amerika. Kedua partai sama-sama mendapat dukungan dari
pemilik uang besar, demi menang dalam pemilihan. Dengan demikian, pengaruh uang
demikian dahsyat dalam perpolitikan Amerika. Trump adalah salah seorang
miliarder Amerika, sekalipun tingkah politiknya sangat irasional.
Tetapi,
untuk jadi presiden Amerika, menurut Chomsky, Trump sangat tidak layak. Menurut
Alexandra Rosenmann dari Alternet, setidaknya ada lima alasan utama di mata
Chomsky, yang disampaikan pada 7 Maret 2016, mengapa Trump harus dikalahkan
dalam pilpres Amerika.
Pertama,
pemanasan global akan berlanjut menimpa daerah-daerah yang rentan karena Trump
tidak peduli dengan bahaya itu. Kedua, penyiksaan akan bertambah karena Trump
mengatakan: “Fine, let's torture people,”(Baik, mari kita siksa manusia).
Ketiga, pengungsi tidak perlu diperhatikan karena hal itu adalah masalah
eksternal.
Trump
punya reaksi radikal atas serangan di Paris tahun yang lalu: “Usir Muslim dari
negeri itu.” Dan “Mari kita bangun sebuah dinding, atau bahkan biarlah Meksiko
membangun sebuah dinding, demi menghalangi orang lari ke Amerika Serikat.”
Chomsky mengingatkan: “Sekarang, dari mana mereka lari? Sebagian besar lari
dari Amerika Tengah akibat kebijakan kita [Amerika Serikat].”
Keempat,
hubungan ras akan jungkir balik. Chomsky mencatat: “Orang-orang yang mengitari
bendera Trump adalah mereka yang tingkat kematiannya benar-benar parah.” Kelompok
ini sudah putus asa menghadapi masa depannya yang tanpa martabat.
Kelima,
perang dunia semakin membayang. “Sebuah polling Amerika
menunjukkan bahwa Amerika Serikat adalah ancaman terbesar bagi perdamaian
dunia. Sekarang dengan munculnya Trump sebagai calon presiden Partai Republik,
maka kekhawatiran dunia bisa dibenarkan.
Chomsky
mengatakan: “... untuk punya seseorang sejenis manusia liar ini dengan jarinya
menekan tombol dapat menghancurkan dunia atau membuat keputusan dengan pengaruh
yang luas adalah sebuah prospek yang benar-benar menakutkan.”
Itulah si
badut yang pencalonannya justru didukung oleh Rusia, Korea Utara, Cina, dan
bahkan ISIS. Bagi ISIS, tujuannya jelas, agar Amerika rusak dari dalam melalui
kekuasaan Trump. []
REPUBLIKA,
06 September 2016
Ahmad Syafii Maarif | Mantan Ketua
Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar