Kamis, 08 September 2016

Buya Syafii: Noam Chomsky, Donald Trump, dan Badut



Noam Chomsky, Donald Trump, dan Badut
Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Sengaja judulnya diperhalus, sebabnya aslinya terbaca, “Noam Chomsky slams Trump: 'He's a clown-literally, he could be in the circus'” (Noam Chomsky kecam Trump: 'Dia seorang badut-secara harfiah, dia semestinya dalam sirkus'). Di mata Chomsky, semakin Trump mengeluarkan pernyataan kasar dan menjijikkan, semakin tinggi popularitasnya. Yang jadi kambing hitam kemudian adalah orang Meksiko dan orang Muslim. Mengapa? Simak Chomsky di bawah ini.

Nama lengkapnya Avram Noam Chomsky, kelahiran Philadelphia, 7 Desember 1928. Ayahnya seorang sarjana bahasa Yahudi terkenal, William Chomsky, kelahiran Ukraina pada 1896, minggat ke Amerika pada 1913 untuk menghindari wajib militer.

Dalam usia lanjutnya, Noam Chomsky, tanpa lelah, terus saja berteriak untuk sebuah dunia yang lebih adil dan demokratis, sesuatu yang belum juga terwujud, termasuk di Amerika Serikat, negeri kelahirannya. Energi intelektualnya seolah tidak pernah mengendur, di tengah dunia kemanusiaan global yang membisu, tidak hirau dengan penderitaan manusia miskin yang jumlahnya miliaran itu.

Seorang pengagumnya, penulis Arthur Naiman, pada tahun 2011 menurunkan ungkapan ini tentang Chomsky: “Saya berharap dia akan hidup sampai 100 tahun. Anda juga demikian. Dunia akan menjadi tempat yang lebih kosong, lebih sunyi, dan kurang adil tanpa dia.” (Lih. Arthur Naiman (ed.), Noam Chomsky: How the World Works. London: the Penguin Group, 2011, hlm 5). Saya hanya mengamini ungkapan pujian ini. Chomsky, seorang Yahudi, sangat bersikap kritis terhadap Israel, sebagaimana banyak intelektual Yahudi lainnya mengambil sikap serupa.

Hubungan komunitas liberal Amerika dengan Israel pasca-Perang 1967 digambarkan Chomsky pada 1992 sebagai berikut: “Komunitas liberal Amerika sejak 1967 telah dimobilisasi hampir sampai tingkat fanatik dalam mendukung sebuah Israel yang ekspansionis, mereka secara konsisten menentang penyelesaian politik apa pun. Mereka senang sekali atas perluasan kekuasaan Israel.” Dengan kata lain, kemenangan Israel dalam perang melawan Arab pada 1967 telah membius komunitas Amerika untuk selalu pro-Israel tanpa pertimbangan rasional.

Trump bagi Chomsky. Kegusaran Chomsky jika Trump terpilih jadi presiden Amerika telah disampaikan dalam berbagai kesempatan. Tuan dan puan dapat dengan gampang menelusurinya via Google. Sekalipun berpenampilan sebagai badut, mengapa Trump juga punya pendukung yang lumayan?

Menurut Chomsky, karena rezim-rezim Amerika selama ini lebih mementingkan politik kekuasaan pribadi dan partai, sedangkan kesejahteraan rakyat tidak mendapat perhatian serius, maka perasaan marah dan cemas adalah risikonya. Perasaan ini terutama berjangkit di kalangan lelaki kulit putih, kelompok minoritas, kaum buruh, dan lain-lain.

Situasi ini dimanfaatkan Trump untuk agitasi politiknya. Kita kutip Chomsky: “The American politics is merely a struggle for ideological conformity and party unity, not a struggle for the general welfare of the nation.” (Politik Amerika hanyalah perjuangan untuk keserasian ideologis dan persatuan partai, bukan perjuangan untuk kesejahteraan umum bagi bangsa).

Di mata Chomsky, baik Partai Republik maupun Partai Demokrat tidak ada bedanya dalam membentuk politik Amerika. Kedua partai sama-sama mendapat dukungan dari pemilik uang besar, demi menang dalam pemilihan. Dengan demikian, pengaruh uang demikian dahsyat dalam perpolitikan Amerika. Trump adalah salah seorang miliarder Amerika, sekalipun tingkah politiknya sangat irasional.

Tetapi, untuk jadi presiden Amerika, menurut Chomsky, Trump sangat tidak layak. Menurut Alexandra Rosenmann dari Alternet, setidaknya ada lima alasan utama di mata Chomsky, yang disampaikan pada 7 Maret 2016, mengapa Trump harus dikalahkan dalam pilpres Amerika.

Pertama, pemanasan global akan berlanjut menimpa daerah-daerah yang rentan karena Trump tidak peduli dengan bahaya itu. Kedua, penyiksaan akan bertambah karena Trump mengatakan: “Fine, let's torture people,”(Baik, mari kita siksa manusia). Ketiga, pengungsi tidak perlu diperhatikan karena hal itu adalah masalah eksternal.

Trump punya reaksi radikal atas serangan di Paris tahun yang lalu: “Usir Muslim dari negeri itu.” Dan “Mari kita bangun sebuah dinding, atau bahkan biarlah Meksiko membangun sebuah dinding, demi menghalangi orang lari ke Amerika Serikat.” Chomsky mengingatkan: “Sekarang, dari mana mereka lari? Sebagian besar lari dari Amerika Tengah akibat kebijakan kita [Amerika Serikat].”

Keempat, hubungan ras akan jungkir balik. Chomsky mencatat: “Orang-orang yang mengitari bendera Trump adalah mereka yang tingkat kematiannya benar-benar parah.” Kelompok ini sudah putus asa menghadapi masa depannya yang tanpa martabat.

Kelima, perang dunia semakin membayang. “Sebuah polling Amerika menunjukkan bahwa Amerika Serikat adalah ancaman terbesar bagi perdamaian dunia. Sekarang dengan munculnya Trump sebagai calon presiden Partai Republik, maka kekhawatiran dunia bisa dibenarkan.

Chomsky mengatakan: “... untuk punya seseorang sejenis manusia liar ini dengan jarinya menekan tombol dapat menghancurkan dunia atau membuat keputusan dengan pengaruh yang luas adalah sebuah prospek yang benar-benar menakutkan.”

Itulah si badut yang pencalonannya justru didukung oleh Rusia, Korea Utara, Cina, dan bahkan ISIS. Bagi ISIS, tujuannya jelas, agar Amerika rusak dari dalam melalui kekuasaan Trump. []

REPUBLIKA, 06 September 2016
Ahmad Syafii Maarif | Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar