Ketika Kiai Diprotes
karena Beli Mobil Mewah Ratusan Juta
Alkisah seorang ulama
kharismatik di daerahnya—sebut saja Kiai Iman—membeli sebuah mobil mewah
seharga hampir 500 juta rupiah. Padahal, di rumahnya sudah ada mobil yang juga
cukup mahal, kira-kira 200-an juta rupiah. Dipakailah mobil mewat itu untuk
mudik Lebaran sebagaimana lazimnya para perantau.
Suatu ketika seorang
tamu datang ke kediaman Kiai Iman untuk bersilaturahim dan halal bihahal
dengannya. Melihat dua mobil mewah terparkir di depan rumah, si tamu pun tak
betah menahan tanya.
"Mohon maaf,
Kiai, itu mobil mewah punya Kiai?
"Ya, itu mobil
saya. Kenapa? Tanya balik Kiai Iman.
"Enggak apa-apa,
Kiai. Ngomong-ngomong harganya berapa, kok keren banget?” Si tamu makin kepo.
Kiai pun menjawab,
"Ah itu mobil murah, cuma 475 juta.”
Mendengar jawaban
sang kiai tamu pun tercengang. Mungkin benaknya memberontak, tak percaya dengan
apa yang dilihatnya: mana mungkin seorang kiai yang kesibukanya mengajar di
pesantren mampu membeli mobil dengan harga fantastis?
Entah apa yang
dipikirkan, si tamu tiba-tiba memberanikan diri untuk menegur sang kiai.
"Mohon maaf, Kiai, Anda ini seorang kiai kenapa Anda mengajarkan kepada
santri untuk cinta dengan duniawi?”
"Kok bisa?”
Sahut Kiai Iman.
"Ya jelas,
karena Kiai membeli mobil mewah, padahal sudah punya mobil mahal.”
"Kalau orang
melihat saya beli mobil, lalu mereka ingin seperti saya, kenapa kalau saya
shalat malam orang tidak ingin seperti saya. Kalau saya zikir malam kenapa
mereka tak ingin seperti saya. Kalau saya berbuat baik kenapa orang tak ingin
berbuat baik seperti saya.”
Mendengar jawaban
sang kiai, si tamu pun terdiam. Tampak merenung dengan apa yang disampaikan
oleh Kiai Iman. Ia pun seperti sadar bahwa dirinya terkena wabah iri terhadap
hal-hal duniawi bukan iri terhadap hal-hal ukhrawi.
Cinta dunia
sesungguhnya tak diukur dari seberapa besar harta yang dimiliki. Zuhud
seseorang bergantung pada sikap batinnya. Seseorang yang memiliki kecenderungan
hati pada kesenangan duniawi, meski tampak tak punya harta sama sekali, itu
sudah masuk cinta dunia (hubbud dunya). []
Ditulis dari kisah
nyata dalam momen sowan Lebaran 1437 H
(Ahmad Asmu'i)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar