Jumat, 28 April 2017

(Khotbah of the Day) Khutbah Jumat Menyambut Hari Buruh 1 Mei



KHOTBAH JUM'AT
Khutbah Jumat Menyambut Hari Buruh 1 Mei

Khutbah I

الحمد لله  الحمد لله الذي هدانا سبل السلام، وأفهمنا بشريعة النبي الكريم، أشهد أن لا اله إلا الله وحده لا شريك له، ذو الجلال والإكرام، وأشهد أن سيدنا ونبينا محمدا عبده و رسوله، اللهم صل و سلم وبارك على سيدنا محمد وعلى اله وأصحابه والتابعين بإحسان إلى يوم الدين، أما بعد: فيايها الإخوان، أوصيكم و نفسي بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون، قال الله تعالى في القران الكريم: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن الرحيم: يايها الذين امنوا اتقوا الله وقولوا قولا سديدا، يصلح لكم  أعمالكم ويغفرلكم ذنوبكم، ومن يطع الله ورسوله فقد فاز فوزا عظيما. وقال تعالى: يايها الذين امنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون، صدق الله العظيم

Sidang Jum’ah rahimakumullah

Setiap tanggal 1 Mei, dunia memperingati Hari Buruh. Kita biasa mengenalnya dengan sebutan “May Day”. Buruh adalah elemen masyarakat yang memiliki peran sama pentingnya dengan majikan itu sendiri. Tidak ada majikan jika tidak ada buruh; demikian pula sebaliknya, tidak ada buruh jika tidak ada majikan. Islam memiliki perhatian yang cukup besar terhadap masalah perburuhan. Beberapa ayat di dalam Al-Qur’an berbicara tentang orang-orang lemah (mustadl’afin), yang bisa kita identifikasi salah satunya adalah para buruh. Demikian juga beberapa hadits Nabi juga membahas tentang hak-hak mereka.

Sidang Jum’ah rahimakumullah,

Istilah mustadh’afiin adalah istilah yang terdapat dalam Al-Qur’an untuk menggambarkan sekelompok masyarakat yang lemah, dalam arti tidak memiliki kedaulatan penuh atas dirinya sendiri. Ketergantungan hidupnya pada orang lain cukup kuat. Ketergantungan itu bisa secara ekonomi, sosial dan politik. Menurut Fiqih, orang yang digolongkan sebagai kaum lemah antara lain adalah fakir miskin yang banyak dari mereka bekerja sebagai buruh. Mereka berhak untuk mendapatkan pembagian zakat sebagaimana termaktub dalam surah At-Taubah ayat 60 sebagai berikut:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Artinya:“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Ayat tersebut menegaskan bahwa buruh sebagai kelompok fakir miskin berhak atas hak-hak sosial guna mencukupi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Apalagi kalau dilihat dari urutan redaksi dari ayat diatas dimana fakir miskin berada di urutan pertama, maka secara jelas dapat diketahui bahwa mereka adalah kelompok yang harus diprioritaskan dalam daftar penerima hak-hak sosial berupa zakat.  

Sidang Jum’ah rahimakumullah,

Jika Islam memberikan perhatian yang cukup besar terhadap hak-hak buruh, itu  bisa dimengerti karena sejarah Nabi Muhammad SAW tidak bisa dilepaskan dari perburuhan. Nabi Muhammad SAW lahir dalam suasana sosial politik yang dzalim. Keadaan keluarga juga sulit  karena ayah beliau meninggal ketika  beliau masih dalam kandungan. Kemudian ibunya meninggal tatkala usia beliau baru 6 tahun. Keadaan ini memaksa beliau terlibat dalam kehidupan sosial ekonomi yang keras karena harus bekerja sebagai buruh gembala kambing dalam usianya yang masih anak-anak.  

Dari pengalaman seperti itulah, maka bisa dimengerti mengapa Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada para majikan untuk segera memberikan kepada para buruh hak-hak mereka ketika kewajiban telah mereka laksanakan sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Majah dari Ibnu Umar RA:

أعطُوا الأجِير أجْرَه قبل أن يَجفَّ عِرْقُه

Artinya:“Berikanlah upah kepada buruh sebelum keringatnya kering”

Hadits tersebut secara jelas melarang para majikan, termasuk disini adalah para majikan pekerjaan rumah tangga (PRT/ART), menunda-nunda dalam memberikan upah atau gaji yang telah disepakati. Penundaan dalam memberikan gaji bisa menyulitkan para buruh dan keluarganya dalam memenuhi kebutuhan mereka. Tentu saja yang dimaksud dengan buruh dalam konteks ini  sangat luas dan mencakup semua orang yang bekerja sebagai karyawan, baik itu di rumah-rumah pribadi, perusahaan-perusahaan, maupun di lembaga-lembaga atau kantor-kantor lain seperti lembaga pendidikan, tempat-tempat ibadah, dan sebagainya.

Sidang Jum’ah rahimakumullah,

Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda bahwa Allah berfrman:

ثلاثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ".

Artinya: “Ada tiga golongan orang yang kelak pada hari kiamat akan menjadi musuh-Ku. Barangsiapa menjadi musuhKu maka Aku memusuhinya. Pertama, seorang yang berjanji dengan menyebut nama-Ku, lalu dia ingkar (berkhianat). Kedua, seorang yang menjual orang merdeka (bukan budak) lalu memakan uang hasil penjualannya. Ketiga, seorang yang mempekerjakan seorang buruh tapi setelah menyelesaikan pekerjaannya orang tersebut tidak memberinya upah.” (HR. Ibnu Majah)

Hadits diatas secara jelas mengecam keras praktik-praktik perbudakan atau semacamnya di mana seseorang dipekerjakan tanpa mendapat bayaran. Dengan kata lain, pembayaran atau upah yang terlalu rendah memiliki kedekatan dengan perbudakan tersebut. Padahal dalam Islam sangat ditekankan hubungan kerja sama atau kemitraan dan tolong menolong sehingga seorang buruh tidak sebaiknya dilihat sebagai lawan dari majikan, atau sebaliknya majikan dilihat sebagai lawan dari buruh sebagaimana dalam teori perjuangan kelas yang  digagas sosiolog ateis bernama Karl Marx.  Teori ini tidak sejalan dengan sistem sosial dan ekonomi Islam.

Sidang Jum’ah rahimakumullah,

Ketika Nabi Muhammad SAW telah memasuki masa remaja dan kemudian menjadi pemuda dewasa, beliau tetap bekerja sebagai buruh atau karyawan. Tetapi kali ini, beliau tidak lagi bekerja di bidang pertanian atau sebagai penggembala hewan ternak. Kali ini beliau bekerja di bidang bisnis pada seorang majikan bernama Khadijah. Hubungan buruh dan majikan antara Muhammad dengan Khadijah RA luar biasa. Beliau sebagai karyawan selalu bekerja keras dan penuh kejujuran dan ketulusan untuk memajukan usaha majikannya. Dalam waktu yang relatif singkat, usaha Khadijah RA mengalami kemajuan pesat setelah dikelola Nabi Muhammmad SAW.

Melihat prestasi kerja Nabi Muhammad yang sedemikian baik,  maka Khadijah RA tidak segan-segan memberikan gaji yang layak kepada beliau. Mereka saling menguntungkan karena menjalankan prinsip kerja sama atau kemitraan dan tolong menolong. Puncak dari hubungan ini adalah terjadinya hubungan pribadi, yakni perkawinan antara beliau dengan Khadijah RA karena saling percaya dan saling menghormati antara satu dengan yang lain. Ini terjadi ketika beliau telah mencapai usia 25 tahun, sedangkan Khadijah berusia 40 tahun. Dengan perkawinan ini,  maka leburlah hubungan buruh dan majikan karena telah menjadi hubungan suami dan istri dimana masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban.

Sidang Jum’ah rahimakumullah,

Perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW dan Khadijah RAsangat penting dalam Islam sehingga Al Qur’an merekam hubungan itu. Dalam Surah Ad-Dhuha, ayat 8, Allah berfirman:

 وَوَجَدَكَ عَآئِلًا فَأَغْنَىٰ

Artinya:“ Dan Dia (Allah) mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.”

Ayat ini menceritakan bahwa keadaan ekonomi Nabi Muhammad mengalami perubahan berarti dari kekurangan menjadi kecukupan. Beberapa ahli tafsir menjelaskan bahwa perubahan itu terjadi setelah Rasulullah SAW bekerja di perusahaan Khadijah RAdan kemudian Khadijah RA meminta beliau menjadi suaminya. Status Nabi Muhammad pun juga mengalami perubahan  dari buruh atau karyawan menjadi majikan. Mereka secara bersama memimpin perusahaan itu dengan memabawahi para buruh atau karyawan. Di sinilah Nabi Muhammad SAW memberikan keteladanannya bagaimana menjadi majikan yang baik sebagaimana dahulu beliau juga memberikan keteladanannya bagaimana menjadi buruh atau karyawan yang baik. Nabi Muhammad memang oleh Allah SWT telah dijadikan suri tauladan bagi  kita semua dalam banyak hal sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Ahzab, ayat 21:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri teladan yang baik...”

Sidang Jum’ah rahimakumullah,

Hubungan baik antara Nabi Muhammad SAW dan Khadijah RAdalam konteks hubungan kerja telah menjadi simbol hubungan baik dan saling menguntungkan antara buruh atau karyawan dengan majikan. Barangsiapa ingin menjadi majikan yang baik, hendaklah meniru Khadijah RA. Barangsiapa ingin menjadi buruh atau karyawan yang baik, hendaklah meniru Nabi Muhammad SAW. Barang siapa ingin menjadi karyawan sekaligus majikan yang baik, hendaklah meniru Nabi Muhammad SAW.

جَعَلَنا اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ : أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن الرحيم: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ.  إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ


Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
.

Muhammad Ishom, dosen  Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar