Senin, 01 April 2013

BamSoet: Menangkal Penggelapan Aset Century

Menangkal Penggelapan Aset Century

 

Bambang Soesatyo

Anggota Tim Pengawas

Penyelesaian Kasus Bank Century DPR RI

 

MENCEGAH penggelapan aset eks Bank Century, Tim Pengawas DPR untuk Proses Hukum kasus Bank Century terpaksa ikut memburu aset-aset bank itu di dalam negeri. Inisiatif ini diambil Timwas dengan tujuan meningkatkan kinerja perburuan aset yang berceceran di sejumlah tempat.

 

Faktor lain yang ikut mendorong inisiatif itu adalah minimnya kepedulian pemerintah. Sejauh ini, pemerintah hanya fokus memburu aset d luar negeri, khususnya di Hongkong dan Swiss. Sebaliknya, pemerintah belum berbuat maksimal untuk merampas aset eks Bank Century di dalam negeri.

 

Presiden menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No.9/2012, yang menugaskan Menkumham, Mensesneg, Menkeu dan Jaksa Agung untuk menangani pengembalian aset hasil tindak pidana PT Bank Century Tbk. Sebagaimana terlihat belakangan ini, Tim yang dibentuk dari Perpres ini lebih fokus pada aset yang dibekukan perbankan Swiss dan Hongkong.

 

Perburuan di Swiss bahkan sempat berantakan karena akses Duta Besar dan staf Kedubes RI di Swiss diputus oleh tim pemburu aset yang dikomandoi oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana. Selain itu, pekerjaan tim menjadi makin tidak jelas karena pemerintah juga menggunakan jasa ICAR (International Centre for Asset Recovery).

 

Karena status aset-aset itu dibekukan, otomatis tidak bisa dialihkan dengan cara apapun. Karena itu diupayakan Mutual Legal Assistance (MLA). Mekanisme MLA memungkinkan pihak berwenang Indonesia dengan Hongkong serta Swiss saling membantu.

 

Nilai aset eks Bank Century di Swiss mencapai 156 juta dolar AS, ekivalen Rp 1,5 triliun,  tercatat sebagai milik mantan Komisaris Utama Bank Century Hesham Al Waraq dan Rafat Ali Rizvi di Bank Dresdner, kini LGT Bank. Karena  menghadapi gugatan perdata, dana itu masuk dalam pengawasan Pengadilan Zurich. Berkat kerja sama tim yang dipimpin Wakil Jaksa Agung Darmono dan Kedubes RI di Swiss, proses pengembalian aset ini sudah mencapai tahap MLA. Namun, pihak berwenang Swiss mementahkan MLA ini karena Kedubes RI tidak lagi aktif melakukan pendekatan dan koordinasi.

 

Sementara nilai aset Bank Century di Hongkong mencapai Rp 86 miliar dalam bentuk uang tunai dan surat-surat berharga senilai Rp 3,5 triliun. Aset itu tersimpan di sejumlah bank dalam beberapa rekening. Antara lain di Standard Chartered Bank dan Ing Bank Arlington Assets Investment.

 

Oleh karena keterbatasan akses, Timwas DPR untuk kasus ini hanya bisa memonitor progres pekerjaan tim pemburu aset. Untuk alasan itulah Timwas DPR belum lama ini memanggil Duta Besar RI untuk Swiss, Djoko Susilo.  Penjelasan Dubes Djoko  memberi tambahan informasi yang strategis. Seperti penggantian ketua Tim dari Darmono ke Denny, serta pemutusan akses Dubes dan para staf Kedubes RI Swiss atas penangan masalah ini.

 

Hingga kini, belum jelas benar apa motif Denny memutus akses Kedubes RI di Swiss. Dia sempat mengatakan bahwa MLA dengan pihak berwenang Swiss menjadi urusan kementerian hukum kedua negara. Kalau pun benar, tidak berarti peran strategis Kedubes RI di Swiss boleh dihilangkan begitu saja. Swiss hanya tahu Kedubes RI di negeri itu sebagai wakil Pemerintah RI, bukan sosok Denny atau tim pemburu aset yang dikomandaninya.

 

Perlakuan Denny terhadap Kedubes RI di Swiss itu tidak hanya janggal, tetapi juga melahirkan curiga. Karena melibatkan dana triliunan rupiah. Apa yang ingin ditutup-tutupi sehigga wakil resmi pemerintah RI pun tidak boleh tahu tahap dan proses perburuan aset di Swiss? Kesimpulan sementara dari rapat dengar pendapat umum (RDPU) Timwas dengan pendiri Ancora Group Gita Wirjawan dan PT GNU serta pihak terkait lainnya, terindikasi adanya upaya penggelapan aset eks Bank Century dengan berbagai modus, utamanya pengalihan hak atau pemilikan.

 

Polri Produktif

  

Itulah alasan utama Timwas DPR memberi tambahan tugas kepada Tim Kecil untuk ikut  memburu aset-aset di dalam negeri. Apalagi, fakta juga menunjukan bahwa perburuan aset oleh tim pemerintah belum menghasilkan apa pun kendati sudah menghabiskan anggaran belasan miliar rupiah.

 

Khusus untuk aset di dalam negeri, pihak berwenang semestinya sudah memiliki cukup alasan untuk menyita lahan seluas 22 hektar milik Yayasan Fatmawati di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, yang nilainya kini mencapai plus minus Rp 2 triliun rupiah. Lahan ini semula dibeli oleh PT Graha Nusa Utama (GNU) dengan harga hanya Rp 65 miliar dari Yayasan Fatmawati. PT GNU kemudian menjual mayoritas saham dan asetnya ke Ancora Land. Lahan itu otomatis dikuasai Ancora. Namun, persoalannya menjadi lain karena PT GNU sudah disangka terlibat dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dana PT Antaboga Delta Secuiritas di Bank Century.

 

Dibanding tim pemburu aset di luar negeri, langkah Polri jauh lebih produktif. Sekadar menyegarkan ingatan, pada Februari 2010, Mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji mengatakan kepada Komisi XI DPR, Ro­bert Tantular berusaha menguasai tanah di daerah Fatmawati. Tanah itu memang bukan atas nama Robert, tetapi penyelidikan polisi membuktikan adanya aliran dana dari Robert untuk pembelian tanah itu. Saat itu, tanah tersebut belum disita polisi.

 

GNU dipimpin Totok Kuncoro, terpidana kasus perbankan dan pencucian uang. Dia, ternyata, juga pemegang saham PT Antaboga Delta Securitas (ADS) dan PT Tirtamas Nusa Surya (TNS), yang berafiliasi dengan Bank Century. Hasil penyelidikan polisi menyebutkan bahwa Totok menggelapkan dana nasabah ADS yang sebelumnya ditempatkan di Bank Century.  Melalui PT TNS, Totok disangka menjual atau menggelapkan aset yang diagunkan.

 

Seperti itulah modus penggelapan aset-aset yang masih terkait dengan eks Bank Century. Masih ada sejumlah aset lain yang telah disita polisi. Misalnya, kasus uang tunai Rp.20 miliar yang telah dijadikan barang bukti keterlibatan RM Johanes Sarwono, Septanus Faruk dan Umar Muchsin dalam kasus pencucian uang bank Century. 

 

Polisi juga telah menyita Mall Serpong Plaza, karena para pemiliknya, yakni Robert Tantular, Hartawan Alwy dan Anton Tantular terlibat tindak pidana pencucian uang. Penyitaan mal itu dilakukan berdasarkan  penetapan Pengadilan Negeri Tangerang Maret 2009 dan putusan Mahkamah Agung April 2012. Robert dkk dituduh mangambil dana dari ADS lebih dari Rp 300 miliar yang  kemudian ditempatkan pada PT Sinar Central Rejeki untuk membangun Mall serpong dan membeli sejumlah aset lainnya. Selain menyita mal di Serpong, polisi juga telah menyita  areal tanah di Cita­yam, Bogor, seluas 100 hektar.

 

Bukan hanya mal Serpong, Robert pun diketahui memiliki saham 75 persen pada sebuah pusat belanja di Pamulang. Dia juga memiliki perusahaan farmasi dan sebuah rumah sakit di Surabaya.

 

Polisi juga telah menyita sebuah apartemen dan sebuah perusahaan sekuritas milik Robert. Perusahaan sekuritas itu menerima modal dari Bank Century sebesar Rp 100 miliar. 

 

Jika semua aset itu, baik yang di dalam negeri maupun di Hongkong dan Swiss bisa dikembalikan kepada negara, bisa dimanfaatkan untuk menutup kerugian para nasabah Bank Century dan tentu saja memperkecil kerugian negara dari bailout bank ini. []

 

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar