Pernikahan dalam Perspektif Madzhab Syafi'i
Judul : Fikih Munakahat Kajian Fiqih Pernikahan dalam Perspektif Madzhab Syafi'i
Penulis
: Prof. Dr. Muhammad Zuhaily
Penerjemah
: Mohammad Kholison, M.Pd.I
Penerbit
: CV. Imtiyaz
Cetakan
: I, 2013
Tebal
: xxviii + 301 hlm; 14,5 x 21 cm
ISBN
: 978-602-7661-07-3
Peresensi
: Junaidi Khab, wakil direktur Gerakan UIN Sunan Ampel Menulis, UIN Sunan Ampel
Surabaya
Pernikahan merupakan sebuah bentuk budaya
ikatan antara laki-laki dan perempuan untuk membina rumah tangga dan
menghalalkan apa-apa saja yang diharamkan oleh syariat Islam. Melalui
pernikahan, rumah tangga terbangun dengan legal dan aman. Itulah mungkin
segelintir tujuan manusia di muka bumi ini menikah dengan ikatan yang sah,
resmi, legal, dan tak bertentangan dengan budaya, adat, dan tradisi masyarakat
setempat.
Buku terjemahan ini merupakan salah satu menu yang disajikan untuk mengulas hal-ihwal seputar pernikahan menurut hukum Islam. Secara etimologi, nikah berarti berkumpul atau menyatu. Menurut terminologi syara’, nikah adalah sebuah akad yang mengandung kebolehan saling mengambil kenikmatan biologis antar suami dan istri sesuai dengan prosedur yang diajarkan oleh syara’.
Pernikahan harus dijalani secara berkesinambungan. Karena esensi dan substansi pernikahan adalah menyatukan dua insan yang berbeda; baik secara fisik maupun psikis antara laki-laki dan perempuan. Artinya, laki-laki memperistri perempuan dan perempuan menjadikan laki-laki sebagai suami. Sebab pernikahan itu bertujuan menyatukan dua insan hingga satu sama lain saling berkumpul dan menyatu (Hal. 15).
Akad (ijab dan qabul) dalam bahasa kita sehari-hari merupakan bentuk transaksi yang dilakukan oleh calon suami dengan wali perempuan yang dilamar. Seorang laki-laki yang akan menjadi suami harus benar-benar siap dengan apa yang menjadi komitmennya, yaitu menjadi suami. Sedangkan bagi perempuan yang dilamar juga harus siap untuk menjadi istri atau pendamping laki-laki yang melamarnya. Dengan demikian pernikahan akan berlangsung khidmat.
Ada beberapa hal yang perlu menjadi patokan bagi mereka yang ingin mencari calon istri yang ideal. Karena tentu saja hasrat untuk hidup tampak sempurna dalam mencari pendamping hidup juga perlu memperhatikan beberapa hal yang patut untuk dikenali. Karena jika kita salah dalam memperistri seorang gadis, maka masa depan kita yang akan menjadi ancamannya. Ciri-ciri ideal untuk mencari jodoh bagi seorang laki-laki yaitu; beragama dan berakhlak mulia, nasab (keturunan yang baik), bukan kerabat dekat, perawan, subur, sepadan (Hal. 38-44).
Dalam hal sepadan ini masih terjadi pro dan kontra di antara ulama’ fiqih. Namun secara tegas disebutkan dalam buku ini bahwa sepadan ini merupakan hak veto seorang perempuan dan wali yang akan menerima lamaran dari laki-laki peminang. Dengan tujuan seorang gadis bisa memilah dan memilih calon pasangannya agar tidak menyesal di kemudian hari. Sepadan ini bukan termasuk dalam syarat sah nikah. Akan tetapi hal tersebut merupakan anjuran agar istri dan keluarganya terbebas dari cela dan aib pada kehidupan yang akan dijalani.
Akad nikah tidak dianggap sah sebelum rukun dan kesempurnaan syarat-syaratnya terpenuhi. Secara umum rukun nikah ada empat. Jika diperinci lebih lanjut menjadi enam, yaitu; ijab-qabul antara dua orang yang berakad (pengantin laki-laki dan wali), pengantin wanita dan dua orang saksi. Pada tiap-tiap syarat tersebut juga mencakup rukunnya (Hal. 111).
Ini menjadi hal mutlak yang harus dipenuhi dan dilakukan oleh calon suami yang ingin melamar seorang perempuan. Tanpa rukun yang benar yang telah ditetapkan oleh syariat Islam, maka hukum nikahnya tidak sah. Maka dari itu, memahami dan belajar tentang perihal pernikahan sangat penting. Karena tidak semua orang akan paham mengenai tatacara pernikahan yang benar dan bisa mengantarkan pada keberkahan serta keharmonisan hidup.
Maka dari itulah, sebuah rukun yang sudah ditetapkan oleh syari’at harus benar-benar dihadirkan ketika akan melakukan akad nikah. Itu tak lain bertujuan demi kenyamanan dan kelancaran serta kelegalan pernikahan yang akan dilaksanakan. Pernikahan bisa batal jika salah satu rukunnya tidak dipenuhi. Misalkan pernikahan tanpa wali, pernikahan tanpa saksi, atau pernikahan yang salah satu syaratnya tidak dipenuhi. Begitu pula sebaliknya, pernikahan akan sah jika rukun dan syarat-syaratnya disempurnakan (Hal. 181-182).
Buku terjemahan ini merupakan alternatif untuk memahami perihal pernikahan bagi mereka yang tidak bisa membaca aksara Arab. Bagian-bagian di dalamnya dengan bahasa yang renyah dan mudah dipahami menyajikan berbagai ulasan yang berkaitan dengan akad nikah. Misalkan pengertian nikah dan hukum-hukumnya, rukun, syarat, dan sunnahnya, serta beberapa hal yang perlu dipahami terkait dengan perihal akad nikah. Tujuannya tak lain ingin memberikan pandangan yang luas mengenai nikah dan persoalan yang ada kaitan dengannya. Karena sejatinya sebagian orang memandang nikah sangat sulit, padahal sangat mudah jika memahami secara benar hukum-hukumnya. Selamat membaca dan mengamalkannya! []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar