Dari Mitsui Menjadi Milik Anak
Negeri
Senin, 12 Mei 2014
Satu lagi perusahaan BUMN yang
membeli perusahaan asing. Mulai 1 April lalu PT Kaltim Pasifik Alkalinitas,
perusahaan amoniak terbesar di Indonesia yang selama ini dimiliki Mitsui dan
Tomen Jepang, sudah 100 persen menjadi milik Indonesia!
Perusahaan
tersebut berlokasi di Bontang, Kalimantan Timur. Berada satu kompleks dengan PT
Pupuk Kaltim, anak perusahaan PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC).
Amoniak ini sangat penting untuk memperkuat pabrik pupuk kita. Selama ini kita
membeli amoniak dari pabriknya Mitsui itu.
Pupuk
Kaltim sendiri kini membangun pabrik baru di Bontang. Itulah pabrik ke-5 dengan
kapasitas 1,2 juta ton per tahun. Akhir tahun ini pabrik baru tersebut sudah
berproduksi.
Bersamaan
dengan itu pabrik pertama yang dibangun pada 1974 dimatikan. Pabrik ini sudah
sangat tua. Kapasitasnya juga hanya 660.000 ton. Dan, lagi sangat boros. Untuk
memproduksi 1 ton urea diperlukan gas 35 mmbtu. Padahal, di pabrik baru nanti,
1 ton pupuk cukup menggunakan gas 23 mmbtu.
Saat ini
di PT Pupuk Sriwijaya Palembang juga dibangun pabrik baru. PT Pupuk Kujang juga
siap-siap berekspansi. Demikian juga PT Petrokimia Gresik. Dengan ekspansi
anak-anak perusahaan itu, tiga tahun lagi PIHC sudah menjadi pabrik pupuk
terbesar ke-5 di dunia.
Ini
sekaligus menjadi bukti bahwa dengan disatukan dalam satu holding sebuah BUMN
mengalami perkembangan yang pesat. Anak-anak perusahaan PT PIHC yang dulu BUMN
bisa bersaksi bahwa mereka terus mengalami kemajuan. Aset mereka saat disatukan
dulu sebesar Rp 34 triliun. Kini, hanya dua tahun kemudian, sudah menjadi Rp 62
triliun!
Saat ini
tinggal satu pabrik pupuk yang masih sulit berkembang: PT Pupuk Iskandar Muda
di Aceh. Padahal, itulah satu-satunya industri besar yang ada di Aceh. Karena
itu, saya menugasi PIHC untuk mencari jalan keluar agar pabrik pupuk Iskandar
Muda jangan sampai tutup. Jangan sampai menyusul tetangganya di situ: PT ASEAN
Aceh Fertilizer yang tutup lebih dari 10 tahun yang lalu.
Persoalannya
memang berat: tidak ada lagi kecukupan gas di sana. Sudah habis. Sudah 30 tahun
lebih gas dikirim ke Jepang dalam bentuk LNG. Bagaimana caranya agar Iskandar
Muda tetap bertahan? Bahkan dikembangkan?
Saya
minta Arifin Tasrif, Dirut PIHC, melakukan studi pembangunan pipa gas dari Riau
ke Medan. Mengapa? Saat ini Pertagas (anak perusahaan Pertamina) membangun pipa
gas dari Medan ke Lhokseumawe. Sejauh 330 km. Hampir selesai.
Di pihak
lain saat ini sudah ada pipa gas dari Riau ke Sumsel dan Jawa. Tinggal
Riau-Medan yang belum nyambung. Jaraknya sejauh kira-kira 500 km.
Kalau
pipa gas Riau-Medan bisa dibangun, infrastruktur gas kita sangat kuat. Iskandar
Muda juga bisa mendapat gas murah dari selatan. Perbedaan harga gas di Sumsel
dan Aceh sudah mencukupi untuk membangun pipa gas tersebut.
Pipa
tersebut juga akan terus nyambung ke Jawa Timur. Sekarang ini juga ada
kesepakatan baru bahwa pemasangan pipa Cirebon-Semarang segera dimulai. PT
Rekayasa Industri, anak perusahaan PIHC yang lain, sudah setuju bekerja sama
dengan PGN untuk segera memulai pembangunannya. Akhir bulan ini.
Kalau ini
berhasil, infrastruktur gas kita sudah sangat kuat. Apalagi, sebentar lagi LNG
Arun sudah berhasil diubah menjadi receiving LNG terminal. Stasiun penerima LNG
terapung di utara Jakarta juga sudah beberapa bulan beroperasi. Stasiun yang sama
di Lampung, yang dibangun PGN, juga hampir jadi.
Memang,
besarnya kapasitas pabrik pupuk kita belum otomatis menyelesaikan masalah di
lapangan. Seperti sekarang ini: beberapa daerah melapor kekurangan pupuk. Bisa
dipastikan yang kurang itu adalah pupuk bersubsidi.
Rupanya
ada masalah saat menentukan besarnya pupuk bersubsidi. Waktu itu pemerintah dan
DPR menyepakati jumlah pupuk bersubsidi 7,8 juta ton. Ternyata ini tidak cukup.
Kebutuhan pupuk bersubsidi mencapai 9,2 juta ton.
Jadi,
pupuknya sendiri ada. Tersedia. Banyak. Barang itu juga sudah siap di
gudang-gudang di setiap daerah. Masalahnya pupuk itu tidak boleh disalurkan.
Sebelum angka tersebut diperbarui. Kementerian Pertanian harus bertemu DPR
dulu. Begitu keputusan itu dibuat, pupuk bisa langsung disalurkan.
Bagi
PIHC, membeli pabrik milik Jepang barulah langkah awal. Masih begitu banyak
rencana nyata ke depan. (***)
Dahlan
Iskan, Menteri BUMN
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar