TRADISI MONDOSIYO
Berebut Ayam Nazar, Syukur kepada Ilahi
Selasa sore yang cerah di Dusun Pancot, Desa
Kalisoro, Kecamatan Tawangmangu, suasana terlihat ramai. Ratusan warga keluar
rumah, untuk kemudian berbondong-bondong menuju sebuah rumah joglo yang berada
di tengah dusun.
Rupanya mereka tengah bersiap untuk ikut meramaikan tradisi bersih dusun yang digelar setiap Selasa Kliwon wuku Mondosiyo. Oleh karena itu, tradisi ini disebut Mondosiyo.
Di sekeliling rumah joglo itu, atraksi reog mengiringi rangkaian upacara adat yang sudah dilakukan sejak zaman nenek moyang dusun setempat.
Selepas doa dibacakan, seketika ratusan pemuda yang sudah sedari siang berkumpul pun mulai bersiap. Rupanya, tetua dusun sudah menyiapkan belasan ayam. Itu lah yang ternyata menjadi sasaran tembak ratusan pasang mata pemuda itu.
“Kyaaak… Kyaaak… Kyaaak,” jeritan ayam-ayam itu mulai menyeruak usai mereka dilepaskan oleh tetua dusun.
Para pemuda desa itu langsung berhamburan mengejar ayam-ayam. Dengan berbagai cara, mereka berusaha menangkap ayam untuk bisa dibawa pulang. Satu per satu ayam pun mulai berhasil ditangkap meski para pemuda harus rela memanjat tiang bahkan atap demi ayam nazar yang sudah didoakan itu.
Dalam Tradisi Mondosiyo, tiap warga yang sudah bernazar bakal menyerahkan dua ekor ayam untuk dibiarkan 'dimangsa' para pemuda. Salah satu warga, Riyani yang ikut bernazar, mengaku dua ekor ayam yang diserahkannya ini dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur karena putrinya telah diberi kesembuhan oleh Allah dari penyakit tifus yang cukup lama dideritanya.
“Anak saya sudah didiagnosa dokter terkena tifus. Saya tidak punya uang untuk merawatnya di rumah sakit. Alhamdulillah sekarang sudah sembuh dan ini nazar saya,” ujarnya sembari tersenyum haru.
Tradisi Mondosiyo yang rutin digelar setiap tujuh bulan, diawali dengan cebukan atau mengumpulkan aneka ubo rampe. Kemudian prosesi dilanjutkan dengan nutuk bende keliling desa. Sementara para tetua desa menyembelih kurban kambing dan ayam yang nantinya akan dimakan bersama warga.
“Tradisi ini sudah turun-temurun sejak ratusan tahun silam,” kata Kepala Lingkungan Dusun Pancot, Sulardiyanto.
Selain melestarikan tradisi leluhur, acara adat ini juga mampu mendongkrak ekonomi warga. Sebab, dengan acara ini warga bisa menjual aneka produk kerajinan kepada wisatawan yang datang dari berbagai daerah. []
(Rodif/Ajie/Mahbib)
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar