Melawan Sihir dengan
Muawwidzatain
Imam As-Suyuthi dalam kitabnya Lubabun Nuqul
fi Asbabin Nuzul menceitakan bahwa suatu ketika rasulullah saw pernah sakit
agak parah, maka datanglah dua malaikat kepadanya hendak mendiaknosa penyakit
apa gerangan yang menimpa Rasulullah saw ini. Satu malaikat duduk di dekat
kakinya dan yang satu duduk disebelah kepalanya.
Malaikat yang berada dekat di kaki Rasul berkata
kepada malaikat yang berada disebelah kepala Rasulullah “apa yang engkau
lihat?” temannya lalu menjawab “ia (Rasulullah) terkena gendam” lalu
bertanyalah ia “apa gendam itu?” “gendam itu sihir” jawabnya. Lantas “siapakah
yang membuat sihir kepadanya (rasulallah)?”. Malaikat yang berad di kaki itu
menjawab “Labid bin al-A’sham al-Yahudi, sihirnya berupa gulungan yang disimpan
di sumur keluarga fulan di bawah batu besar. Suruhlah seseorang datang kesana
untuk mengambil gulungan di bawah sumur itu lalu bakarlah!”
Pada pagi harinya Rasulullah saw mengutus
Ammar bin Yasir dan kawan-kawannya untuk pergi ke sumur itu. Sesampainya di
sana mereka kaget melihat air sumur yang berwarna merah seperti pacar. Setelah
berusaha keras mencari di dalam sumur, akhirnya ditemukanlah gulungan yang
dimaksud. Lalu dibakarlah gulungan itu sesuai petunjuk malaikat, maka
terihatlah sebuah tali dengan sebelas simpulnya yang tidak bisa dibuka dengan
tenaga. Maka Rasulullah saw menerima wahyu kedua surat Mu’awwidzatain yaitu qul
a’uzu birabbil falaq dan qul a’uzu birabbin nas. Anehnya setiap Rasulullah saw
membaca dua surat itu, maka terbukalah satu simpul tali itu dan demikian
seterusnya hingga sebelas kali. Kisah ini diriwayatkan juga oleh Imam
al-Baihaqi dalam kitab Dalailun Nubuwwah.
Demikianlah fadhilah dua surat terakhir dari
Al-Qur’an. Hal ini juga menunjukkan kemukjizatan al-qur’an yang apabila dibaca
dan diniati dengan benar akan melahirkan keistimewaannya. Bukankah alqur’an
adalah ‘al-muta’abbad bitilawatihi’ sesuatu yang bila dibaca merupakan ibadah.
Demikian pula yang dianjurkan oleh sebagian ulama untuk terus membaca qul a’uzu
birabbil falaq dan qul a’uzu birabbin nas dalam berbagai kesempatan terutama
dalam menghadapi waktu jolorante menghadapi malam yang gelap dan siang yang
terang. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar