Larangan Makan Terlalu
Kenyang dalam Islam
Bersikap berlebihan dalam makanan adalah
salah satu hal yang tidak dianjurkan oleh syara’, dalam hal ini Allah subhanahu
wata’ala berfirman:
وَكُلُوا
وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Makan dan minumlah, tetapi jangan
berlebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS.
Al-A’raf, Ayat: 31)
Rasulullah sendiri menganjurkan pada umatnya
agar tidak berlebihan dalam makan dan minum. Beliau menyarankan agar seseorang
makan dan minum dalam kadar yang sedikit, cukup makan beberapa suapan dengan
kadar yang dapat menegakkan punggungnya. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam
hadits:
ما
ملأ آدميٌّ وعاءً شرًّا من بطن، بحسب ابن آدم أكلات يُقمن صلبَه، فإن كان لا
محالة، فثُلثٌ لطعامه، وثلثٌ لشرابه، وثلثٌ لنفَسِه
“Tiada tempat yang manusia isi yang lebih
buruk ketimbang perut. Cukuplah bagi anak adam memakan beberapa suapan untuk
menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihinya) maka hendaknya
sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan
sepertiga lagi untuk bernapas.” (HR. Ahmad)
Dalam hadits di atas tersirat pemahaman bahwa
jika seseorang tidak merasa cukup dengan makanan yang hanya dapat menegakkan
punggungnya (makanan yang sedikit) maka hendaknya kadar makanan dan minuman
yang dikonsumsi tidak melebihi kadar dua pertiga perut, agar ia dapat
menyisakan sepertiga perutnya untuk bernapas dengan mudah.
Berdasarkan ketentuan di atas, para ulama
berpandangan bahwa makan terlalu kenyang (al-akl fauqa as-syiba’) sebagai
perbuatan yang tidak baik. Sebagian ulama, seperti Imam An-Nawawi dan Imam
Ar-Rafi’i menghukumi makan terlalu kenyang sebagai perbuatan makruh, sedangkan
ulama lain menghukumi sebagai perbuatan yang diharamkan. Hal ini secara tegas
dijelaskan dalam kitab Fath al-Mu’in:
وصرح
الشيخان بكراهة الأكل فوق الشبع وآخرون بحرمته
“As-Syaikhan (Imam An-Nawawi dan Ar-Rafi’i)
menegaskan kemakruhan makan terlalu kenyang. Sedangkan ulama lain berpandangan
tentang keharaman hal tersebut.” (Syekh Zainuddin al-Maliabari, Fath al-Mu’in,
juz 3, hal. 367)
Standar “terlalu kenyang” adalah konsumsi di
atas kadar kelaziman orang kenyang, yakni sekiranya ketika telah sampai pada
kadar tersebut, orang-orang secara umum akan berhenti makan. Melebihi kadar itu
berarti masuk kategori perilaku yang tidak baik. Hal ini seperti yang
dijelaskan dalam kitab Hasyiyah I’anah ath-Thalibin:
ـ (قوله
فوق الشبع) أي المتعارف لا المطلوب شرعا وهو أكل نحو ثلث البطن
“Terlalu kenyang. Maksud dari kenyang adalah
kenyang yang lumrah (dilakukan umumnya orang) bukan kenyang yang dianjurkan
syara’ yakni makan sekitar sepertiga isi perut.” (Syekh Abu Bakar Muhammad
Syatha, Hasyiyah I’anah ath-Thalibin, juz 3, hal. 367)
Sedangkan menurut pendapat yang masyhur dalam
mazhab Hanafi, makan terlalu kenyang adalah perbuatan yang diharamkan kecuali
pada dua keadaan, yakni (1) ketika makan terlalu kenyang bertujuan agar dapat
kuat berpuasa di hari esok dan (2) ketika seseorang menemani makan tamunya yang
tak kunjung kenyang, padahal ia sudah merasa kenyang. Hal ini seperti yang
disebutkan dalam referensi berikut:
قَالَ
فِي الْآدَابِ : قَالَ الْحَنَفِيَّةُ الْأَكْلُ فَوْقَ الشِّبَعِ حَرَامٌ . قَالَ الْمَشَايِخُ مِنْهُمْ : إلَّا فِي مَوْضِعَيْنِ :
أَنْ يَأْكُلَ فَوْقَ الشِّبَعِ لِيَتَقَوَّى لِصَوْمِ الْغَدِ . (الثَّانِي) :
إذَا نَزَلَ بِهِ ضَيْفٌ ، وَقَدْ تَنَاهَى أَكْلُهُ وَلَمْ يَشْبَعْ ضَيْفُهُ
وَيَعْلَمُ أَنَّهُ مَتَى أَمْسَكَ أَمْسَكَ الضَّيْفُ فَلَا بَأْسَ أَنْ يَأْكُلَ
فَوْقَ الشِّبَعِ لِئَلَّا يَصِيرَ دَاخِلًا فِي جُمْلَةِ مَنْ أَسَاءَ الْقِرَى
“Berkata dalam kitab al-Adab: ‘Ulama
Hanafiyah berpandangan bahwa makan terlalu kenyang adalah haram’. Para
masyayikh dari mazhab Hanafiyah melanjutkan: ‘Kecuali pada dua tempat yakni
ketika makan terlalu kenyang dengan tujuan agar kuat berpuasa di hari esok, dan
ketika kedatangan tamu, saat perutnya sudah kenyang, tamunya masih belum
kenyang, dan dia mengerti bahwa ketika dia selesai makan, maka tamunya pun ikut
selesai, maka dalam hal ini makan terlalu kenyang bukanlah hal yang
dipermasalahkan supaya ia tidak tergolong orang yang buruk dalam memberi
suguhan.” (Syekh Muhammad bin Ahmad bin Salim As-Safarini, Ghida’ al-Albab
Syarh Mandzumat al-Adab, Juz 2, Hal. 89)
Hikmah larangan makan terlalu kenyang
sebenarnya sangatlah banyak, di antaranya karena makan terlalu kenyang akan
merusak terhadap watak seseorang (mu’dzin lil mizaj), menghilangkan kecerdasan,
menjadikan hati semakin keras, menumpulkan empati kepada orang yang hidup lebih
susah, dan membuat malas dalam menjalankan ibadah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam
menyikapi hukum makan terlalu kenyang para ulama terjadi perbedaan pendapat,
sebagian ulama menghukumi makruh, sebagian yang lain menghukumi haram, dan ada
pula yang menghukumi haram dengan pengecualian keadaan-keadaan tertentu. Namun
demikian, secara implisit mereka sepakat bahwa secara umum makan terlalu
kenyang adalah perbuatan yang sama sekali tidak dianjurkan. Wallahu a’lam. []
Ustadz Ali Zainal Abidin, pengajar di Pondok
Pesantren Kaliwining Jember Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar