Cara
Rasulullah Menghadapi Pengemis
Suatu ketika ada seorang laki-laki dari kaum Anshor yang mendatangi Rasulullah untuk meminta-minta. Rasulullah tidak membentak dan menyuruhnya pergi. Pun tidak langsung memberinya uang. Rasulullah malah bertanya kepadanya tentang apa yang dimilikinya. Laki-laki dari kaum Anshar tersebut menjawab bahwa di rumahnya hanya ada sehelai kain kasar untuk selimut dan sebuah gelas untuk minum.
Rasulullah menyuruh
laki-laki dari Anshar itu untuk mengambil dua benda yang dimilikinya itu.
Rasulullah lantas melelang dua benda itu. Salah seorang sahabat bersedia
membayar satu dirham. Tidak puas dengan itu, Rasulullah menawarkan kembali kain
dan gelas tersebut. Lalu ‘harta’ laki-laki Anshar itu laku dua dirham.
“Belikan lah yang
satu dirham makanan, lalu berikan kepada keluargamu. Lalu belikan lah satu
dirham yang lain sebuah kapak, lalu bawakan kepadaku,” perintah Rasulullah
sambil menyerahkan dua dirham kepada laki-laki peminta dari Anshar itu, seperti
dikutip dari buku Rasulullah Teladan untuk Semesta Alam (Raghib As-Sirjani,
2011).
Beberapa hari
kemudian, laki-laki Anshar itu datang kepada Rasulullah dengan membawa kapak.
Rasulullah lalu mengikatkan sebatang kayu pada kapak tersebut. Maka jadilah ia
kapan utuh. Laki-laki Anshar itu diperintah Rasulullah untuk mencari kayu bakar
dengan kapak itu, lalu menjualnya.
“Pergilah, carilah
kayu bakar dan jual lah. Dan aku tidak ingin melihatmu selama 15 hari,” titah
Rasulullah.
Laki-laki dari Anshar
itu menuruti semua perintah Rasulullah. Ia pergi, mencari kayu bakar, dan
menjualnya kepada masyarakat yang membutuhkan. Setelah 15 hari berlalu, ia baru
menemui Rasulullah dengan membawa uang 10 dirham dari hasil penjualan kayu
bakar. Uang tersebut digunakan untuk membeli pakaian, makanan, dan kebutuhan
lainnya.
“Ini lebih baik
untukmu dari pada engkau datang meminta-minta,” kata Rasulullah.
Demikian lah cara
Rasulullah menghadapi pengemis. Beliau tidak mengusirnya secara langsung. Juga
tidak langsung memberinya. Tetapi Rasulullah mendorong dan memotivasi agar
pengemis itu menggunakan kemampuan dan keterampilannya untuk bekerja secara
halal sehingga ia tidak meminta-minta lagi.
Rasulullah tidak
ingin melihat umatnya menjadi seorang peminta-minta. Bagi Rasulullah, bekerja
–apapun itu pekerjaannya asal halal- itu lebih baik dari pada meminta-minta.
Bahkan Rasulullah menegaskan jika meminta-minta itu tidak diperbolehkan dalam
Islam, kecuali untuk tiga orang saja. Pertama, orang yang memikul beban berat
di luar batas kemampuannya (sangat miskin). Rasulullah menyebutkan bahwa
kelompok pertama ini diperbolehkan meminta-minta sampai tercukupi sekadar
kebutuhannya. Ketika sudah tercukupi kebuuhan sekedarnya, ia harus berhenti
mengemis.
Kedua, orang yang
terkena musibah dan hartanya hilang semua. Kelompok kedua ini juga
diperbolehkan meminta-minta, namun apabila sekadar kebutuhannya sudah tercukupi
maka ia harus berhenti. Ketiga, orang-orang yang sangat miskin. Bagaimana cara
mengukur miskin yang seperti ini? Rasulullah memberikan standar bahwa apabila
tiga orang tetangganya menilai orang tersebut miskin, maka orang orang tersebut
benar-benar miskin. Orang seperti ini diperkenankan untuk meminta-minta sampai
kebutuhan sekadarnya tercukupi.
“Di luar kelompok
tersebut, meminta-minta tidak diperkenankan. Dan jika ada orang di luar
kelompok itu meminta-minta, harta haram telah dimakan,” kata Rasulullah. []
(A Muchlishon
Rochmat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar