Meluruskan
Makna Jihad (14)
Sasaran
Jihad Muhammad: Membentuk "Ummah"
Oleh:
Nasaruddin Umar
Jihad
Nabi Muhammad selalu mempunyai arah, tujuan, target, dan strategi. Salah satu
tujuan dan target jihad Nabi SAW ialah mentransformasikan masyarakat yang
berkehidupan sederhana, berperadaban rendah, berbudaya standar, dan
berkepercayaan musyrik (qabiliyyah) ke masyarakat modern, berperadaban tinggi
dan berbudaya luhur, dan berkepercayaan tauhid (ummah).
Masyarakat qabilah ialah suatu komunitas yang dipersatukan oleh ikatan-ikatan primordial seperti ikatan kesukuan, ikatan persamaan latar belakang sejarah, etnik, dan bahasa. Qabilah biasa diartikan dengan clan dalam bahasa Inggris yang berarti suku bangsa tertentu yang menghimpun sejumlah suku-suku lokal yang kecil-kecil, namun belum bisa disebut umat karena tidak memiliki unsur-unsur tertentu. Ditambah lagi kepercayaan qabilah, terutama pada zaman Nabi, umumnya berkepercayaan musyrik dan animisme.
Sedangkan masyarakat ummah adalah sebuah masyarakat yang maju dan berperadaban tinggi dan bertauhid. Kata ummah berasal dari bahasa Hebrew/Ibrani, alef-mmm yang arti dasarnya cinta kasih. Kemudian menyeberang menjadi bahasa Arab umm yang arti dasarnya ibu. Umm diartikan ibu karena ibu memiliki cinta kasih yang paling dalam. Dari akar kata alif-mim membentuk kata amam (keterdepanan, keunggulan), imam (imam salat, pemimpin), ma'mum (pengikut imam, rakyat), amamah (konsep yang mengatur antara imam dan makmum serta pemimpin dan rakyat). Keseluruhan makna dasar ini menghimpun suatu komunitas khusus yang bernama ummah.
Dalam
mewujudkan masyarakat ummah tentu tidak ringan. Ada pola pikir dan perilaku
yang harus diubah. Menurut Max Weber, seorang ahli sosiologi agama, tidak
mungkin bisa mengubah sebuah pola pikir dan perilaku tanpa mengubah sistem
etika , dan tidak mungkin mengubah sistem etika tanpa mengubah sistem teologi
di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat qabilah yang dihadapi Nabi di sana ada
kebiasaan, karakter, budaya, etos, dan teologi yang harus diubah. Melalui
strategi jihad yang diterapkan Nabi, maka perubahan sosial bisa dilakukan di
dalam masyarakat.
Substansi dan unsur penting yang harus ada di dalam komunitas ummah ialah adanya kasih sayang yang mengikat dalam suatu komunitas, adanya pemimpin yang disegani dan berwibawah, adanya makmun atau rakyat yang kritis tetapi santun, adanya sistem yang mengatur antara yang memimpin dan dipimpin, dan adanya ideologi kebersamaan yang bersifat kosmopolitan. Jika ada unsur yang kurang dari lima unsur ini, maka tidak bisa disebut umat. Mungkin hanya bisa disebut golongan (khizb), suku (sya'bun), kolaborasi beberapa suku (qabilah), atau komunitas tanpa idealisme dan ideologi yang jelas (qaum).
Di dalam Al-Quran ada sejumlah komunitas muslim sebagaimana diisyaratkan dalam Q.S. al-Hujurat/49:13: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.
Apakah komunitas Islam Indonesia bisa disebut umat atau belum, kita lihat unsur-unsur yang mempersatukannya. Dalam lintasan sejarah bangsa Indonesia, secara politis komunitas Islam belum pernah tampil sebagai pemenang di dalam pemilihan umum. Kaum nasionalis selalu lebih dominan, meskipun mereka pada umumnya juga diisi oleh komunitas Islam. Sebagian pakar mengklaim bahwa komunitas muslim Indonesia sudah dapat disebut ummah mengingat unsur pokok yang harus dipenuhi sudah lengkap. Namun sebagian lainnya belum bisa menyebutnya sebagai suatu umat karena ikatan-ikatan keumatan masih terkalahkan oleh ikatan-ikatan lainnya. []
DETIK, 21
Januari 2020
Prof. Dr.
Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar