Terorisme AS di Timur-Tengah
Oleh: Zuhairi Misrawi
Dalam sebuah wawancara dengan Euronews, Noam Chomsky secara
telanjang mengkritisi tanah kelahirannya, Amerika Serikat sebagai negara
teroris terbesar di dunia, US is world's biggest terrorist. AS dengan leluasa
mengembangkan senjata nuklir, sementara ia menekan negara lain agar
menghentikan pengembangan nuklir. AS dan Israel terus memperkuat nuklirnya, di
samping kebijakan-kebijakan yang tidak adil dan tidak manusiawi di
Timur-Tengah.
Secara khusus, Chomsky, menggarisbawahi sikap AS yang membela mati-matian Israel, sehingga menyebabkan Timur-Tengah limbung. AS dan Israel dengan leluasa mengembangkan nuklir, sementara Iran ditekan habis-habisan untuk menghentikan pengembangan nuklirnya.
Apa yang disampaikan Chomsky selalu relevan dalam konteks Timur-Tengah saat ini dan masa-masa yang akan datang, selama AS masih mempertahankan tabiat buruknya. Sanksi ekonomi terbaru yang dikeluarkan AS terhadap Iran merupakan bentuk terorisme ekonomi yang nyata. Kali ini, sanksi AS menyasar bank sentral Iran, perusahaan logam, dan pertambangan minyak.
Buntut dari serangan balasan Iran terhadap pangkalan militer AS di
Irak, Trump memilih untuk menambah sanksi ekonomi daripada melakukan serangan
balasan. Padahal kerusakan pangkalan militer AS di Irak sangat serius. Trump
berhitung serius jika perang dilakukan, maka ia bisa terancam kalah dalam
Pemilu Presiden akhir tahun ini.
Tidak mudah melakukan perang terbuka dengan Iran yang saat ini mempunyai kekuatan militer relatif kuat. Maka dari itu, untuk menunjukkan pembalasan yang setimpal terhadap serangan rudal Iran, ia memilih memberikan sanksi ekonomi yang lebih berat terhadap Iran.
Trump berpandangan, bahwa sanksi ekonomi terhadap Iran lebih efektif untuk menimbulkan konflik di dalam internal Iran. Trump ingin membangun opini ketidakpercayaan warga Iran terhadap kepemimpinan Ayatullah Ali Khamenei. Demonstrasi yang lumayan meluas di Iran akibat kenaikan bahan bakar minyak telah menjadi pertimbangan utama Trump di balik kebijakan sanksi ekonomi teranyar terhadap Iran.
Bank Dunia dan IMF memperkirakan ekonomi Iran akan terkontraksi di kisaran 8,7 persen hingga 9,5 persen disebabkan menurunnya ekspor minyak dan gas pada 2019. Sedangkan Pusat Statistik Iran menyatakan inflasi ekonomi mencapai 47,2 persen. Inflasi bahan makanan dan bahan bakar mencapai 63,5 persen.
Langkah Trump tersebut secara kasat-mata berhasil memiskinkan Iran dan menjadikan ekonomi Iran anjlok hingga ke titik terendah. Tetapi dalam konteks stabilitas politik di Timur-Tengah justru mempunyai kelemahan yang sangat sangat besar. Trump menjadikan Timur-Tengah semakin tidak menentu di tengah instabilitas yang tidak karuan di beberapa kawasan, seperti Irak, Suriah, Libya, Yaman, dan Sudan.
Iran sendiri akan semakin solid pasca kemartiran Qassem Soleimani. Sanksi ekonomi pasti akan menimbulkan dampak ketidakpuasan, tetapi mayoritas warga Iran akan mendukung langkah Ayatullah Ali Khamenei untuk melakukan perlawanan terhadap AS dan sekutunya. Sejak 1979, AS telah memberlakukan sanksi ekonomi terhadap Iran, tetapi faktanya Iran masih bertahan, bahkan mampu melakukan pembangunan, mengembangkan militer, dan memperkuat sains dan teknologi.
Iran sadar betul, masih ada negara-negara lain yang mendukungnya, khususnya China dan Rusia. Dalam konteks regional, masih ada Irak, Libanon, Turki, Qatar, dan Yaman. Yang terpenting, Iran masih mempunyai kekuatan revolusioner di bawah kepemimpinan Ayatullah Ali Khamenei.
Konon, dalam situasi sulit seperti ini, Ayatullah Ali Khamenei menolak untuk makin daging sebagai rasa empati terhadap warganya yang melarat akibat sanksi ekonomi AS. Ia sebagai pemimpin tertinggi Iran terus menjadi teladan dalam kesederhanaan dan ketulusan. Itulah sumber kekuatan Iran yang tidak dikalkulasi oleh Trump. Api revolusi 1979 masih terus membara, dan tidak pernah padam.
Memang dalam beberapa hari ini ada aksi demonstrasi sebagai protes atas jatuhnya pesawat komersial Ukraina. Pemerintah Iran sudah menyatakan penyesalan, meminta maaf, dan bertanggung jawab. Beberapa orang yang dinyatakan bersalah sudah ditangkap dan segera diadili. Iran dan Kanada menegaskan bahwa tragedi jatuhnya pesawat Ukraina tersebut tidak akan pernah terjadi jika AS tidak melakukan pembunuhan terhadap Qassem Soleimani. Sumber segala petaka adalah kebijakan Trump yang memancing instabilitas politik di Timur-Tengah.
Apalagi sikap Trump yang memberikan dukungan terhadap demonstrasi di Iran semakin meyakinkan warga Iran bahwa AS benar-benar teroris yang mengancam keberlangsungan hidup warga Iran, warga Timur-Tengah, dan dunia Islam pada umumnya. Sikap Trump itu sangat tidak masuk akal karena di satu sisi ia memberikan dukungan terhadap warga Iran, tetapi di sisi lain justru menambah sanksi ekonomi yang jelas-jelas semakin menyengsarakan warga Iran.
Fareed Zakaria di CNN menegaskan, hal tersebut membuktikan Trump tidak mempunyai kebijakan luar negeri yang terukur dan jelas. Trump menjadikan wajah AS di Timur-Tengah semakin buruk. Dan dampaknya masa depan Timur-Tengah semakin tidak menentu. Musuh-musuh AS di Timur-Tengah semakin bertambah. Irak yang selama ini menjadi mitra AS akan semakin memusuhi AS pasca terbunuhnya Abu Mahdi. Beberapa kelompok di Irak sudah menyerukan perlawanan terhadap AS.
Beberapa negara lain, seperti Suriah, Yaman, Palestina, dan Libanon semakin sadar betapa kebijakan AS di Timur-Tengah merupakan sumber petaka. AS di bawah kepemimpinan Trump telah menjadikan Timur-Tengah dalam ketidakpastian, bahkan limbung tanpa masa depan yang jelas. Sikap Trump yang selalu mengedepankan kepentingan Israel telah mengancam kedamaian. Belum lagi, kelompok-kelompok teroris, seperti ISIS dan Al-Qaeda akan mengambil keuntungan dari kebijakan Trump yang amburadul dan ugal-ugalan itu.
Sebenarnya Uni Eropa dapat menjadi mediator untuk mendinginkan suasana politik di Timur-Tengah. Namun sayang sekali Uni Eropa memilih untuk berada dalam satu barisan dengan AS. Sebab itu, Iran sudah memberikan peringatan kepada negara-negara Eropa untuk berada di jalan perdamaian. Apa yang dilakukan AS sudah melukai Iran dan proksinya di Timur-Tengah. Keterlibatan negara-negara Eropa akan memperburuk situasi, bukan justru mendinginkan suasana.
Dalam konteks ini, terorisme ala AS di Timur-Tengah merupakan benalu yang sangat serius. AS akan dicatat sejarah telah melanggengkan penjajahan dan ketidakadilan, bahkan akan menjadikan dunia dalam gonjang-ganjing. Terorisme akan tumbuh bersamaan dengan suburnya terorisme AS di Timur-Tengah. []
DETIK, 16 Januari 2020
Zuhairi Misrawi | Cendekiawan Nahdlatul Ulama, analis pemikiran
dan politik Timur-Tengah di The Middle East Institute, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar