Rasulullah,
Seorang Badui, dan Sebuah ‘Pertanyaan Lucu’ tentang Dajjal
Alkisah, suatu ketika ada seorang Badui yang mendatangi Rasulullah. Ia hendak bertanya tentang suatu hal kepada Rasulullah. Namun ketika sampai di depan rumah Rasulullah, seorang Badui tersebut dicegat oleh para sahabat. Mereka mencegah Badui tersebut masuk karena Rasulullah tengah memikirkan sesuatu.
Seorang Badui
tersebut tidak patah arang. Ia meyakinkan para sahabat bahwa kedatangannya itu
bukan malah menambah beban Rasulullah. Bahkan, ia berjanji akan membuat
Rasulullah melupakan sejenak apa yang sedang dipikirkannya dan membuatnya
tertawa. Setalah proses negosiasi panjang, akhirnya seorang Badui itu diizinkan
untuk masuk dan menemui Rasulullah.
Tanpa basa-basi,
seorang Badui itu langsung melontarkan pertanyaannya kepada Rasulullah perihal
al-Maish Dajjal. Mula-mula ia mengutarakan informasi yang didapatkannya tentang
Dajjal. Katanya, nanti Dajjal akan datang kepada manusia dengan membawa bubur
(tsarid). Namun semua manusia binasa Karena kelaparan.
“Menurutmu apakah aku
harus menolak tsaridnya (buburnya Dajjal) demi memelihara yang tidak halal
hingga aku mati kurus?” Tanya seorang Badui itu dikutip dari buku Ringkasan
Ihya’ Ulumuddin (Imam Ghazali, 2013). Rasulullah mendengarkan Badui itu dengan
seksama.
“Ataukah aku makan
tsaridnya hingga kenyang, namun tetap beriman kepada Allah dan mengingkari
Dajjal?” lanjut Badui tersebut. Mendengar pertanyaan semacam itu, Rasulullah
tidak kuasa menahan tawa. Dikisahkan bahwa Rasulullah tertawa hingga gigi
gerahamnya kelihatan usai mendengar pertanyaan dari Badui itu.
Sesaat kemudian,
Rasulullah baru menjawab ‘pertanyaan lucu’ Badui itu. Kata Rasulullah, umat
Islam dilarang untuk memakan makanan dari Dajjal itu. Menurut Rasulullah, Allah
akan mencukupi semua kebutuhan umatnya sehingga mereka tidak perlu ‘kepincut’ dengan
iming-iming Dajjal itu.
Begitulah Rasulullah.
Beliau adalah orang yang banyak tersenyum dan paling gembira hatinya. Asalkan
momennya tidak berbarengan dengan turunya wahyu, saat memberi nasihat, atau
membahas tentang hari akhir, beliau akan ikut tersenyum manakala ada suatu hal
yang menurutnya lucu, seperti kasus di atas misalnya. Dan seorang Badui itu
juga sukses membuat Rasulullah tertawa, dengan ‘pertanyaan polosnya’.
Satu hal lagi,
Rasulullah menjawab pertanyaan Badui itu tidak 'seenak dirinya'. Mengapa?
Karena jika Rasulullah menghadapi suatu urusan, maka beliau akan menyerahkan
urusan itu kepada Allah. Setelah ada petunjuk dari Allah, maka beliau akan
menyampaikannya kepada umatnya. []
(A Muchlishon
Rochmat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar