Batasan Bolehnya
Menggaruk-garuk saat Shalat
Salah satu hal yang membatalkan shalat adalah
bergeraknya bagian tubuh seseorang (di luar gerakan shalat) dalam jumlah yang
banyak. Para ulama mazhab Syafi’i menjelaskan, gerakan dianggap banyak ketika
berlangsung tiga kali secara beriringan serta tanpa jeda yang cukup lama.
Berbeda halnya ketika tiga gerakan tersebut
dilaksanakan secara terpisah atau dengan jeda cukup lama—sekiranya gerakan
pertama dianggap sudah terputus dari gerakan kedua, maka gerakan yang pertama
sudah tidak dihitung lagi. Terputusnya suatu gerakan dalam shalat, menurut Imam
Al-Baghawi adalah ketika terdapat jeda sekitar satu rakaat shalat. Ketentuan
ini seperti halnya yang dikutip oleh Imam an-Nawawi dalam kitabnya, Raudhah
at-Thalibin wa ‘Umdah al-Muftin:
وحد
التفريق أن يعد الثاني منقطعا عن الأول وقال في التهذيب عندي أن يكون بينهما قدر
ركعة
“Batasan suatu gerakan dianggap terpisah
adalah saat gerakan kedua dianggap terputus dari gerakan pertama. Imam
al-Baghawi berkata dalam kitab at-Tahdzib, ‘Menurutku (dua gerakan dianggap
terputus itu) sekiranya di antara kedua gerakan berjarak sekitar satu rakaat.”
(Syekh Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Raudhah at-Thalibien wa ‘Umdah
al-Muftin, juz 1, hal. 108)
Perincian tentang penghitungan jumlah gerakan
dalam shalat, misalnya seperti yang dijelaskan dalam kitab Fath al-Mu’in:
وإمرار
اليد وردها على التوالي بالحك مرة واحدة، وكذا رفعها عن صدره ووضعها على موضع الحك
مرة واحدة
أي
إن اتصل أحدهما بالآخر، وإلا فكل مرة، على ما استظهره شيخنا. 251
“Menggerakkan tangan dan mengembalikannya
secara beriringan dihitung satu hitungan, begitu juga mengangkat tangan dari
dada dan meletakkan tangan di tempat menggaruk dihitung satu hitungan jika
dilaksanakan secara langsung (ittishal), jika tidak langsung maka setiap jeda
dihitung satu kali hitungan. Ketentuan ini berdasarkan penjelasan yang
dijelaskan oleh guruku (Imam Ibnu Hajar).” (Syekh Zainuddin al-Maliabari, Fath
al-Mu’in, juz 1, hal. 251)
Namun demikian, ketentuan di atas tidak
berlaku bagi gerakan-gerakan kecil, seperti gerakan jari-jari, bibir dan lidah.
Sehingga, menggaruk dengan jari-jari pada bagian tubuh yang gatal walaupun
dilakukan berulang-ulang dan lebih dari hitungan tiga kali tetap dianggap
sebagai hal yang diperbolehkan dan tidak membatalkan shalat, selama telapak
tangan tidak ikut bergerak. Hanya saja menggerakkan jari-jari dengan jumlah
yang banyak ini dihukumi makruh. Seperti yang dijelaskan dalam kitab Fath
al-Mu’in:
ـ
)لا( تبطل )بحركات
خفيفة( وإن كثرت وتوالت، بل تكره، )كتحريك( أصبع أو )أصابع( في حك أو سبحة مع قرار كفه، )أو جفن( أو شفة أو ذكر
أو لسان، لانها تابعة لمحالها المستقرة كالاصابع
“(Shalat) tidak batal dengan gerakan yang
ringan, meskipun dalam jumlah yang banyak dan dilakukan beriringan, hanya saja
dihukumi makruh. Seperti menggerakkan satu jari atau beberapa jari untuk
menggaruk (kulit) atau bertasbih besertaan tetapnya (tidak bergeraknya) telapak
tangan. Atau bergeraknya pelupuk mata, bibir, zakar, dan lisan, karena bagian
tubuh tersebut mengikuti terhadap tempat menetapnya, seperti jari-jari
(mengikuti tangan).” (Syekh Zainuddin al-Maliabari, Fath al-Mu’in, juz 1, hal.
250)
Bagaimana jika rasa gatal sulit untuk ditahan
dan membutuhkan garukan lewat gerakan telapak tangan lebih dari tiga
kali? Ukuran "sulit ditahan" di sini menurut adat alias umumnya
masyarakat. Dalam keadaan demikian gerakan telapak tangan dalam jumlah yang
banyak dianggap sebagai hal yang dimaafkan (ma’fû) dan tidak membatalkan
shalat. Kondisi tersebut masuk masuk kategori darurat. Berbeda halnya ketika
rasa gatal masih bisa ditahan, maka dalam keadaan tersebut cukup dengan gerakan
jari-jari saja, tanpa perlu menggerakkan telapak tangan dalam jumlah yang
banyak.
Hal yang sama juga berlaku ketika gerakan
muncul secara refleks, tanpa disengaja, seperti gerakan-gerakan yang terjadi
ketika sedang kedinginan atau ketika kaget. Gerakan-gerakan ini pun dimaafkan
dan tidak membatalkan shalat. Tentang hal ini Syekh Zainuddin al-Maliabari
menjelaskan:
وخرج
بالأصابع الكف، فتحريكها ثلاثا ولاء مبطل، إلا أن يكون به جرب لا يصبر معه عادة
على عدم الحك فلا تبطل للضرورة.
قال
شيخنا: ويؤخذ منه أن من ابتلي بحركة اضطرارية ينشأ عنها عمل كثير سومح فيه.
“Dikecualikan dengan perkataan ‘jari-jari’
yakni telapak tangan, maka menggerakkan telapak tangan tiga kali secara
beriringan dapat membatalkan shalat, kecuali ketika seseorang merasa
gatal-gatal yang tidak sabar secara adat untuk tidak menggaruknya, maka dalam
keadaan demikian (menggerak-gerakkan telapak tangan) tidak membatalkan shalat
karena dianggap darurat. Guruku (Ibnu Hajar al-Haitami) berkata: ‘Berdasarkan
hal tersebut maka orang yang diberi cobaan berupa gerakan refleks (idtirari)
yang memunculkan perbuatan yang banyak maka dianggap sebagai hal yang
dimaafkan.” (Syekh Zainuddin al-Maliabari, Fath al-Mu’in, juz 1, hal. 251)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
menggerakkan jari-jari untuk menggaruk bagian tubuh yang gatal dapat dilakukan
dalam jumlah gerakan yang banyak selama telapak tangan seseorang tidak ikut
bergerak, hanya saja hal tersebut dihukumi makruh. Sedangkan menggerakkan
telapak tangan lebih dari tiga dianggap sebagai hal yang dimaafkan dalam
shalat, ketika dilaksanakan untuk menggaruk bagian tubuh yang sudah tidak bisa
ditahan lagi secara adat. Wallahu a’lam. []
Ustadz M. Ali Zainal Abidin, pengajar di
Pondok Pesantren Annuriyah Kaliwining Rambipuji Jember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar