Senin, 27 Januari 2020

(Hikmah of the Day) Cara Kiai Umar Menjaga Hati Orang Lain agar Tak Terluka (2)


Cara Kiai Umar Menjaga Hati Orang Lain agar Tak Terluka (2)

Sebagai makhluk sosial, setiap manusia ditakdirkan Allah subhanahu wa ta’ala tidak bisa hidup sendirian. Mereka saling membutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup baik. Semuanya memerlukan interaksi sosial yang baik antara satu sama lain. Dengan demikian, ada dua hubungan yang perlu diperhatikan yaitu hubungan vertikal (hablun minallah) dan horizontal (hablun minannas).

Kiai Umar bin Abdul Mannan, pengasuh Pesantren Al-Muayyad, Mangkuyudan, Surakarta, Jawa Tengah merupakan tokoh agama yang cukup terkenal. Hubungannya dengan Allah sudah jelas. Menurut Kiai Mubasyir Mundzir asal Kediri, Kiai Umar termasuk wali autad. Kiai Umar rajin berjamaah, hafal Al-Qur’an melalui sanad Kiai Munawir, Krapyak, Yogyakarta; dan ia juga menjadi pengajar Al-Qur’an.

Kiai Umar memang dikenal banyak orang. Namun, beliau mempunyai keterbatasan dalam menghafalkan semua orang yang pernah berkenalan dengannya. Hal ini tentu manusiawi dan sangat wajar. Nyaris mustahil seseorang menghafal nama satu per satu orang yang bertatap muka dengannya, apalagi dalam jumlah yang banyak.

Suatu ketika ada orang yang wajahnya sudah tidak asing lagi di mata Kiai Umar sowan kepada Kiai Umar. Kiai Umar hafal betul wajah orang itu. Sayangnya, ia tidak kunjung menemukan rekaman memori tentang siapa nama dan di mana alamat rumahnya. Yang menarik, Kiai Umar tidak lantas menemui kemudian menanyakan ulang siapa namanya dengan dibumbui kalimat “mohon maaf, saya lupa.” Walaupun sebagian tamu akan memaklumi kelupaan Kiai karena saking banyaknya tamu yang ia hadapi dan selalu bergilir silih berganti. Tapi, siapa yang bisa memastikan setiap orang memaklumi kondisi tersebut?

Mengatasi tamunya supaya tidak tersinggung, sesaat sebelum menemui tamunya, Kiai Umar memanggil khadimnya (santri yang bertugas melayani kiai). “Kang, itu ada tamu, tampaknya aku kenal betul dengan wajahnya, namun aku kok lupa siapa namanya dan di mana rumahnya. Coba kamu temui dia. Ajaklah ngobrol. Tanyakan nama dan alamatnya. Nanti saya akan mendengarkan percakapan dari balik pintu.” Demikian perintah Kiai Umar kepada santri ndalem yang biasa melayaninya.

Setelah sedikit berbincang, Kiai Umar seolah tiba-tiba keluar dari dalam rumah sembari menyapa nama dan alamatnya sekaligus dengan wajah ramah, senyuman tersungging lebar, misalnya “Asslamualaikum…. Wah, Pak Zaid. Dari Pekalongan jam berapa tadi?”

Dengan basa-basi yang seolah remeh-temeh dan tidak penting ini, tamunya menjadi bangga. Mereka pasti akan merasa dekat dan dihafal nama alamatnya oleh tokoh besar yang terkenal. Walhasil, dengan trik ini, para tamu tidak ada yang merasa tersinggung ihwal mempertanyakan nama dan alamat yang berulang. Wallahu a’lam. []

Kisah di atas diceritakan KH. Muhammad Shofi Al-Mubarok Baedlowie. Pengasuh Pesantren Sirojuth Tholibin, Brabo, Grobogan kepada NU Online.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar