Kamis, 16 Januari 2020

(Ngaji of the Day) Lima Alasan Seseorang Membuat Hoaks menurut Sayyid Alwi Al-Maliki


Lima Alasan Seseorang Membuat Hoaks menurut Sayyid Alwi Al-Maliki

Di zaman yang serba internet ini, semua kejadian bisa dengan mudah tersebar dengan tempo yang cukup singkat dan dibaca oleh semua orang di penjuru dunia. Bahkan berita yang seharusnya hanya boleh dikonsumsi oleh lingkup kecil bisa dikonsumsi oleh semua orang. Masalah pribadi bisa menjadi masalah bersama jika sudah ditayangkan di internet.

Kemudahan tersebut tidak diimbangi dengan kesadaran para penggunanya. Akibatnya, tidak semua kejadian yang tersebar sesuai dengan fakta, ada yang ditayangkan setengah-setengah, ada yang disalahgunakan dengan pemberitaan yang berbeda, ada juga yang sengaja dibuat-buat.

Hal-hal semacam ini sebenarnya sejak zaman dahulu telah difikirkan oleh para ulama. Penyebaran berita bohong atau hoaks secara prinsip tidak jauh berbeda dengan penyebaran hadits palsu dalam kajian ilmu hadits.

Bedanya–mungkin–hanya sedikit atau bahkan hampir tidak ada. Jika dulu yang dibuat-buat atau dipalsukan adalah hal-hal yang berkaitan dengan Rasul SAW, yang meliputi perkataan, perbuatan, sifat maupun ketetapan, saat ini lebih global dan semua hal berpotensi bisa dipalsukan atau dibuat-buat.

Jika hal-hal yang berkaitan dengan Rasul Saw saja bisa dipalsukan, lalu bagaimana jika hal yang sama sekali tidak berkaitan dengan Rasul? Tentu akan lebih sering, bukan? Bahkan lebih parahnya, saat ini ada yang sengaja menghubung-hubungkan kisah Rasul dengan kejadian yang menimpa para idolanya, walaupun terlalu dipaksakan.

Sebagaimana hadits palsu, penyebaran dan pembuatan berita bohong atau hoaks tentu memiliki latar belakang atau alasan tertentu. Para ulama hadits berhasil mengidentifikasi alasan-alasan tersebut dan merangkumnya menjadi beberapa hal. Tentu karena kajian penyebaran hadits palsu ini secara prinsip sesuai dengan prilaku pembuatan dan penyebaran berita bohong atau hoaks sekarang, maka hemat kami, tentu akan sesuai pula alasan-alasan penyebaran hadits palsu tersebut dengan konteks pembuatan dan penyebaran hoaks sekarang.

Salah satu ulama yang bisa dikatakan cukup berhasil dalam mengidentifikasi alasan dan latarbelakang pembuatan dan penyebaran hoaks tersebut adalah Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki dalam karyanya yang berjudul Al-Manhalul Lathif fi Ushulil Haditsis Syarif. Sayyid Alawi Al-Maliki menjelaskan lima alasan dibuat dan disebarkannya hadits-hadits palsu (Lihat Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki, Al-Manhalul Lathif fi Ushulil Haditsis Syarif, [Madinah, Maktabah Malik Fahd: 1421 H], halaman 148), atau dalam konteks sekarang bisa disebut hoaks:

Pertama, mempertahankan kepentingan pribadi atau golongan. Sayyid Muhammad bin Alawi menyebutnya dengan “al-Intishar lil Mazhab”. Zaman dahulu, kaum syiah yang Rafidhah sering membuat hadits palsu untuk mendukung gerakan-gerakan politik mereka. Dalam konteks sekarang, bisa jadi para simpatisan partai atau organisasi juga melakukan hal ini demi mengangkat elektabilitas partai atau hanya sekadar membela partai atau organisasinya dari serangan lawan.

Kedua, mendekatkan diri kepada pejabat tertentu (orang-orang yang berkepentingan), atau dalam bahasa Sayyid Muhammad disebut, “Thalabut Taqarrub ilal Muluk wal Umara’”. Dalam konteks hari ini, alasan kedua ini bisa saja terjadi pada simpatisan calon-calon presiden yang akan berkontestasi. Dengan adanya hoaks yang dibuat, harapannya sang pejabat semakin dekat dengan orang tersebut dan lebih peduli dengan orang tersebut. Tentu harapannya, agar orang tersebut dijadikan pejabat tertentu.

Ketiga, mencari rizki (Thalabul kasbi wal irtizāq bil wadh’ī). Dalam konteks sekarang, banyak juga institusi atau perorangan yang menyediakan jasa pembuatan hoaks dan penyebarannya, seperti Saracen dan MCA (Muslim Cyber Army).

Keempat, membela pendapat tertentu walaupun salah (al-Intiṣār ilāl futyā ʽIndal khaṭā’ fīhā). Hal ini tentu banyak kita temukan sekarang. Banyak orang berbondong-bondong membela orang salah, tapi yang digunakan untuk membela adalah hoaks.

Kelima, menarik simpati orang untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan baik (Ṭalabut targhībin nās fi afʽālil khair), termasuk mengajarkan anak-anak tentang agama tapi dengan kisah-kisah hoaks. Atau ajakan untuk membantu korban bencana alam, tapi foto-foto yang digunakan adalah foto-foto hoaks.

Diakui atau tidak, lima hal itu terjadi di masyarakat maya dan nyata kita. Tentu, dengan adanya indentifikasi dari Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki, memiliki harapan ganda, di satu sisi menjadikan orang yang berpotensi membuat dan menyebarkan hoaks bisa sadar sebelum melakukannya.

Di sisi lain, bagi para korban, agar bisa berhati-hati dengan berita-berita yang berkaitan dengan lima hal di atas. Alangkah baiknya jika seluruh berita yang diterima dicek terlebih dahulu kebenarannya. Wallahu a’lam. []

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar