Hukum Mengonsumsi Daging
Kelinci
Mengonsumsi daging kelinci merupakan
pemandangan yang tak sulit dijumpai di masyarakat. Banyak dari mereka yang
menyukai ciri khas dari daging ini. Bahkan, ada sebagian rumah makan yang
khusus menyediakan masakan dari daging ini. Di antara beberapa masakan daging
kelinci yang kita temui misalnya seperti sate kelinci, kelinci gulai, tongseng
kelinci, rica-rica kelinci dan beberapa masakan-masakan lain yang berasal dari
daging kelinci.
Hal yang patut dipertanyakan, apakah daging
kelinci termasuk hewan yang halal dimakan?
Menurut mayoritas ulama yang meliputi
Madzahib al-Arba’ah, mengonsumsi daging kelinci adalah hal yang diperbolehkan,
sebab kelinci merupakan bagian dari hewan yang halal untuk dikonsumsi. Hanya
saja menurut Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash dan Ibnu Abi Laila, mengonsumsi
kelinci adalah hal yang tidak disenangi (karahah). Ketentuan tersebut sesuai
dengan hal yang dijelaskan dalam kitab Hayat al-Hayawan al-Kubra:
يحل
أكل الأرنب عند العلماء كافة ، إلا ما حكي عن عبد الله بن عمروبن العاص ، وابن أبي
ليلى رضي الله عنهم ، أنهما كرها أكلها
“Halal mengonsumsi kelinci menurut seluruh
ulama kecuali pendapat yang diceritakan dari Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash dan
Ibnu Abi Laila, bahwa beliau berdua tidak senang mengonsumsi kelinci.” (Syekh
Kamaluddin ad-Damiri, Hayat al-Hayawan al-Kubra, juz 1, hal. 37)
Mengutip pandangan ulama dengan bahasa
hikayah (cerita pengalaman) mengindikasikan bahwa pendapat tersebut lemah.
Sehingga dapat dipahami bahwa pandangan dari Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash dan
Ibnu Abi Layla di atas tentang daging kelinci adalah pendapat yang lemah.
Sedangkan dalil yang dijadikan pijakan oleh
mayoritas ulama atas kehalalan daging kelinci adalah berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik berikut:
عَنْ
أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَنْفَجْنَا أَرْنَبًا بِمَرِّ الظَّهْرَانِ
فَسَعَى الْقَوْمُ فَلَغَبُوا فَأَدْرَكْتُهَا فَأَخَذْتُهَا فَأَتَيْتُ بِهَا
أَبَا طَلْحَةَ فَذَبَحَهَا وَبَعَثَ بِهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَرِكِهَا أَوْ فَخِذَيْهَا - فَقَبِلَهُ قُلْتُ وَأَكَلَ مِنْهُ
“Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik
bahwa beliau berkata: ‘Kami pernah disibukkan menangkap kelinci di lembah Marru
adz-Dzahran. Banyak orang berusaha menangkapnya hingga mereka keletihan.
Kemudian aku berhasil menangkapnya lalu aku bawa pada Abu Thalhah dan ia
menyembelihnya lalu dikirim daging paha depan atau dua paha belakang pada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau lalu menerimanya’. Aku (Anas)
berkata: ‘Dan Rasulullah mengonsumsi dari daging tersebut’.” (HR Bukhari)
Kehalalan daging kelinci ini juga disampaikan
oleh Imam An-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ dengan berlandaskan ketentuan bahwa
kelinci termasuk sebagai hewan yang baik (untuk dikonsumsi) menurut pandangan
orang arab, berikut referensi tersebut:
ويحل
أكل الارنب لقوله تعالى (ويحل لهم الطيبات) والارنب من الطيبات
“Halal mengonsumsi kelinci, berdasarkan
Firman Allah “Dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka” (QS.
Al-A’raf: 157). Kelinci merupakan sebagian dari hal yang baik (thayyibat)”
(Syekh Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab, Juz 9, Hal.
10)
Walhasil, mengonsumsi kelinci bukanlah hal
yang perlu dipersoalkan sebab kelinci termasuk sebagian hewan yang halal untuk
dikonsumsi, tinggal bagaimana daging kelinci disembelih secara syar’i agar
hewan tersebut bukan malah menjadi bangkai yang haram untuk dikonsumsi. Wallahu
a’lam. []
Ustadz Ali Zainal Abidin, pengajar di Pondok
Pesantren Kaliwining Jember Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar