Apakah Gosok Gigi Perlu
Niat Khusus?
Gosok gigi atau bersiwak hukumnya sunnah
muakkadah, sebuah kesunnahan yang sangat dianjurkan. Selain mempunyai manfaat
menghilangkan bau mulut, bersiwak juga mempunyai hikmah mempermudah keluarnya
ruh saat sakaratul maut kelak dan mampu mendatangkan ridla dari Allah subhanahu
wa ta’ala.
Apakah bersiwak atau menggosok gigi
membutuhkan niat khusus?
Menurut Imam al-Ramli, orang yang bersiwak
(menggosok gigi) akan mendapatkan nilai pahala apabila dibarengi dengan niat
bersiwak, atau melakukan kesunnahan atau mengikuti perilaku Nabi Muhammad ﷺ. Tanpa niat,
gosok gigi tidak dianggap menjalankan sunnah Rasul yang bernilai pahala kecuali
apabila saat ia bersiwak bertepatan di tengah-tengah menjalankan prosesi
ibadah—jika demikian, tidak lagi memerlukan niat.
Misalnya, ada orang yang sudah berniat wudhu,
sedangkan bersiwak termasuk kesunahan dalam permulaan wudhu, kemudian ia
bersiwak tanpa niat, hal ini telah mendapatkan nilai sunnah. Contoh yang lain
adalah orang yang bersiwak setelah ia membaca takbiratul ihram shalat, walaupun
tanpa niat, bersiwak di tengah-tengah prosesi ibadah yang seperti
demikian tetap dinilai menjalankan sunnah dan mendapatkan pahala.
ـ
(قوله ويسن أن ينوي بالسواك السنة) بأن يقول: نويت الاستياك،
فلو استاك اتفاقا من غير نية لم تحصل السنة فلا ثواب له. ومحل ذلك ما لم يكن فى
ضمن عبادة، كأن وقع بعد نية الوضوء او بعد الاحرام بالصلاة على ما قاله العلامة
الرملي. والا فلا يحتاج لنية لأن النية ما وقع فيه شملته
Artinya: “Dan disunnahkan berniat dalam
bersiwak dalam rangka untuk melaksanakan kesunnahan. Misalnya dalam hati
membaca ‘saya niat bersiwak’. Apabila kebetulan ada orang yang bersiwak tanpa
niat, maka tidak mendapatkan nilai sunnah yang berakibat tidak mendapatkan
pahala. Kriteria seperti ini berlaku apabila seseorang tersebut tidak dalam
prosesi ibadah berlangsung. Misalnya, ada orang yang bersiwak setelah ia
berniat wudhu atau orang sudah takbiratul ihram shalat kemudian ia baru
bersiwak, maka pada saat seperti ini tidak lagi membutuhkan niat. Keterangan
demikian berdasar atas pernyataan Al-Allamah al-Ramli. Sebab, menurut Imam
Ramli, jika bersiwak di tengah-tengah ibadah, niatnya sudah
tercakup dengan niat ibadah di atasnya. (Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Al-Baijuri,
[Darul Kutub Al-Ilmiyah, Beirut, 1999], juz 1, halaman 84)
Imam Birmawi berbeda pandangan dengan Imam
Al-Ramli. Menurutnya, niat dalam siwak hanya sebagai penyempurna saja. Apabila
gosok gigi dilakukan tanpa niat, akan tetap mendapatkan kesunahan
bersiwak.
وَتَحْصُلُ
السُّنَّةُ الْكَامِلَةُ بِالنِّيَّةِ وَيَحْصُلُ أَصْلُهَا بِلَا نِيَّةٍ مَا
لَمْ يَكُنْ فِي ضِمْنِ عِبَادَةٍ اهـ بِرْمَاوِيٌّ
Artinya: “Kesunahan itu bisa didapatkan
secara sempurna apabila dilakukan dengan niat. Namun esensi kesunahan itu
sendiri tetap berhasil diperoleh walaupun dilakukan tanpa niat selama tidak di
dalam prosesi ibadah. Demikian pernyataan Syekh Birmawi.” (Syekh Sulaiman
Al-Jamal, Hasyiyah Al-Jamal, [Darul Fikr], juz 1, halaman 117).
Jadi dapat diambil kesimpulan, menurut Imam
Al-Ramli, orang bersiwak akan mendapatkan nilai sunnah jika dibarengi niat,
sedangkan Imam Birmawi menyatakan bahwa niat hanya sebagai penyempurna saja.
Yang sama, antara pandangan kedua ulama tersebut, menyatakan apabila bersiwak
dilaksanakan di dalam prosesi ibadah, masing-masing sepakat tidak membutuhkan
niat. Ini memang berlaku bagi semua ibadah sunnah.
Contohnya, jika di dalam shalat, disunnahkan
membaca surat, tasbih, mengangkat tangan dan lain sebagainya, karena kegiatan
tersebut masuk dalam prosesi shalat, maka tidak membutuhkan niat satu persatu.
Jadi, kesunnahan yang sudah menjadi bagian dari suatu ibadah, tidak membutuhkan
niat satu per satu. Misalnya akan mendahulukan membasuh tangan kanan dalam
wudhu niat lagi, nanti mengusap kedua telinga, niat sendiri, berkesinambungan
niat sendiri, tidak demikian. Cukup dengan niat wudhu, atau shalat, maka
kesunnahan yang ada di dalamnya tidak membutuhkan shalat.
Berbeda apabila perilaku sunnah yang
dilaksanakan di luar kegiatan ibadah. Contohnya adalah orang i'tikaf di dalam
masjid. Karena pelaksanaan niatnya tidak di dalam prosesi ibadah tertentu, maka
orang yang ingin mendapatkan pahala sunnah beri’tikaf, ia perlu niat terlebih
dahulu. Begitu pula orang yang bersiwak, jika dilaksanakan di luar prosesi
ibadah, apabila mengikuti Imam al-Ramli memerlukan niat khusus. Wallahu
a’alam. []
Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di Pesantren
Raudhatul Quran an-Nasimiyyah, Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar