Muhammadiyah
Sruweng: Kelompok Kecil Kaya Gagasan
Oleh: Ahmad Syafii Maarif
Di ruang
ini pada 16 September 2014, saya menulis Resonansi di bawah judul “RS PKU
Muhammadiyah Gombong yang Fenomenal.” Berikut ini adalah cerita sukses lain
dari Muhammadiyah cabang kecamatan Sruweng, tetangga kecamatan Gombong,
kabupaten Kebumen. Subuh pada 8 Desember 2019 saya dan Erik Tauvani Somae
(dosen Univ. Ahmad Dahlan) dijemput oleh Dr. Hasan Bayuni, Direktur Utama PKU
Sruweng untuk mengunjungi cabang Muhammadiyah setempat. Apa yang perlu
diceritakan tentang cabang Muhammadiyah ini?
Penduduk
kecamatan Sruweng berada pada angka sekitar 58.000 jiwa. Anggota dan simpatisan
Muhammadiyah tidak lebih dari 2%. Tetapi mereka punya kepercayaan diri yang
sangat tinggi berkat amal-usahanya untuk melayani masyarakat luas dalam bentuk:
rumah sakit, sekolah, toko swalayan, kuliner, masjid, dan usaha lainnya yang
terus berkembang. Bahkan menurut Hasan, PKU ini sedang mengirim sembilan dokter
untuk dididik sebagai spesialis, demi mengantisipasi masa depan yang lebih
unggul dan kompetitif. Amat jarang sebuah cabang Muhammadiyah punya rumah sakit
PKU, seperti yang dimiliki Gombong dan Sruweng ini. Jarak antara Sruweng dan
Gombong 14,5 km, keduanya terletak di sebelah barat Kebumen sebagai ibu kota
kabupaten.
Ketua
cabang Muhammadiyah Sruweng bernama Drs. Tenggar Wardana, juga alumnus
Mu’allimin dan sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, seorang pengusaha durian
yang telah diekspor ke pulau-pulau luar Jawa. Sedangkan ketua PDM (Pimpinan
Daerah Muhammadiyah) kabupaten Kebumen adalah Muhammad Abduh Hisyam, alumnus UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga pemilik usaha genteng Sokka. Faham
agamanya yang luas dan segar telah menjadikan Muhammadiyah kabupaten ini
semakin dikenal publik dalam radius yang luas. Sosok ini pada suatu saat
menurut penilaian saya tidak mustahil dapat menjadi ketua PWM (Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah) Jawa Tengah.
Sebelum
berkembang menjadi PKU, semula adalah sebuah klinik bersalin kecil, didirikan
pada tahun 1985 yang dikepalai oleh Dr. Suharto, seorang non-Muslim, dari
Puskesmas setempat. Di bawah komando Dr. Hasan, sejak beberapa tahun ini PKU
Sruweng ini termasuk rumah sakit rujukan yang diperhitungkan di wilayah Jawa
Tengah bagian selatan. Dengan 125 jumlah tempat tidur, rata-rata dihuni
sebanyak 100. Terletak di lokasi 1,8 ha, PKU ini punya prospek yang cerah
dengan syarat mampu mengantisipasi dampak kemajuan teknologi yang melaju sangat
cepat.
Dr. Hasan
menyadari tantangan yang tidak mudah ini. Katanya, di luar negeri, berkat
komputer, sudah berlaku pengobatan jarak jauh. Bahkan operasi pasien pun bisa
berlangsung dari jarak jauh itu. Akan sulitlah dibayangkan terobosan-terobosan
teknologi medis ini di masa depan. Laju perkembangan ini tidak mungkin
dibendung oleh siapa pun. Manusia harus pandai menyesuaikan diri, jika tidak
ingin tertinggal dalam persaingan rumah sakit yang semakin keras ini. Apa yang
disampaikan Dr. Hasan ini semestinya telah pula disadari oleh pimpinan PKU
lainnya yang jumlahnya ratusan itu.
Kembali
ke PKU Sruweng. Rombongan kami diajak menengok bangsal kelas tiga. Kami
terkagum karena kualitasnya bagus sekali. Kata Hasan, jika bangsal tipe C ini
penuh, maka pasiennya dapat ditempatkan dulu di kelas yang lebih atas tanpa
dipungut bayaran tambahan. Sebagai alumnus Madrasah Mu’allimin Yogyakarta,
dokter yang baru berisia 35 tahun ini menyadari benar prinsip keadilan dan
kemanusiaan yang mesti dipedomani dalam melayani masyarakat luas. Bukankah PKU
(semula ditulis PKOE adalah perpanjangan dari Penolong Kesengsaraan Oemoem)
tanpa memandang latar belakang agama, suku, dan kedudukan.
Bangsal
tipe C ini dilengkapi oleh alat pendingin (AC) dan kamar-kamar mandi
modern. Tentu, tidak semua orang desa pandai menggunakannya. Tetapi melalui
proses pendidikan dan arahan yang santun dan sabar dari pimpinan, para pasien
ini tentu mau belajar bagaimana cara menggunakan alat perlengkapan yang mungkin
belum tersedia di tempat tinggalnya.
Kemudian
ada penjelasan dari Hasan tentang BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)
Kesehatan yang bagi saya baru dan penting. Dalam WA-nya tertanggal 13 Desember
2019, Dr. Hasan mengatakan bahwa sebenarnya BPJS telah bekerja dengan sangat
baik. Tetapi karena ada permainan antara RS dan perusahaan Farmasi, maka
yang terjadi menurut Hasan adalah “ketidakmampuan RS dalam menjalankan kendali
mutu dan kendali biaya dengan baik…diakui atau tidak banyak RS yang terlalu
boros dalam anggaran… selama ini RS dengan seenaknya bisa merampok uang dari
kantong pasien dengan tarif yang bisa mereka atur sedemikian rupa,…”
Penjelasan
Hasan sangat perlu dicacat oleh semua RS dan perusahaan Farmasi agar tidak
terus melakukan permainan kumuh ini! Kasihan negara yang terus saja dibebani
oleh sengkarut masalah BPJS ini.
Akhirnya,
jika kita sedikit berteori, Muhammadiyah Sruweng ini sampai batas-batas
tertentu telah memenuhi kategori A.J. Toynbee, sejarawan Inggris, dalam bentuk
“kelompok kecil yang kreatif.” Bagi Toynbee, kelompok kecil kreatif inilah yang
mampu menghadapi segala tantangan. Lambat tetapi pasti, jika kiprah
Muhammadiyah Sruweng ini tetap melaju seperti sekarang ini, maka radius
pengaruhnya akan semakin melebar tanpa sekat-sekat pembatas karena masyarakat merasa
disantuni oleh kegiatan amal sosialnya yang non-diskriminatif itu. Tantangan
dijawab dengan kerja-kerja inovatif yang penuh optimisme dan visi yang jauh
melihat ke depan. Selamat Bung Dr. Hasan Bayuni dan para pendamping yang setia.
Selamat Muhammadiyah Sruweng yang tak kenal lelah dalam beramal! []
REPUBLIKA,
14 Januari 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar