Saat Ibnu Hajar al-Asqalani Digugat karena
Kekayaannya
Ibnu Hajar al-Asqalani adalah ulama kenamaan pada masanya. Ibnu hajar al-Asqalani termasuk salah satu ulama yang mendapat sebutan “al-Hafidh”, sebuah gelar yang diberikan kepada ulama ahli hadits, dengan syarat mampu menghafal 100 ribu hadits lebih, lengkap dengan rawi, matan, asbabul wurud, serta rijalul haditsnya.
Tidak hanya itu, Ibnu Hajar al-Asqalani yang
ahli hadits ini juga kaya raya. Pada masa itu, ketika akan berkunjung ke suatu
daerah, ia menunggang kuda yang paling gagah. Di punggung kudanya terdapat kain
lembut menyelimutinya. Sungguh, kuda itu layaknya mobil super mewah di masa
kini.
Hingga suatu ketika di tengah jalan. Ada
seorang non-Muslim nan fakir miskin memandang sinis al-Asqalani yang sedang
lewat dengan kuda gagahnya. Tiba-tiba ia berujar dengan suara meninggi,
Wahai kisanak, sesungguhnya siapakah yang
bergelar pembohong, engkau atau Nabimu?"
Tiba-tiba saja orang itu melontarkan
pertanyaan nyinyir nan menyakitkan hati. Padahal, Ibnu Hajar merasa pernah
melukai si non-Muslim. Lantas, gerangan apakah yang membuatnya seperti banteng
yang lepas dari kendali, menyeruduk penuh emosi?
"Apa maksudmu?" al-Asqalani
menimpali keheranan.
"Ya, bukankah nabimu pernah bilang bahwa
dunia itu adalah penjara bagi orang yang mengimaninya dan menjadi surga bagi orang
yang ingkar terhadapnya." Non-Muslim pun memngutarakan argumentasinya. Oh
ternyata, ia menggugat salah satu hadits Nabi yang berbunyi:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ. رواه مسلم.
Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu ia
berkata, Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Dunia adalah penjara
orang yang beriman, dan surganya orang kafir” (HR Muslim).
Seketika, Ibnu Hajar al-Asqalani terkekeh
sambil menjawab,
"Kau memandang kehidupanku begitu
indahnya. Memilki harta melimpah nan kaya raya, tungganganku kuda tergagah
seantero kota, tak hanya itu, aku pun Muslim pula. Sungguh kenikmatan yang
tiada bandingannya."
"Sedang engkau, kau tak beriman pada
nabiku. Hidupmu pun serba kurang tak menentu. Sungguh, mungkin bagimu, hal itu
sudah cukup pilu."
"Latas, adakah yang keliru dengan sabda
nabiku?"
"Ketahuilah, kehidupanku yang engkau
lihat senyaman ini, sungguh jika dibanding dengan nikmat surga nanti, adalah
layaknya penjara dunia yang disabdakan nabi. Sedang hidupmu yang sudah kau rasa
pilu di dunia ini sudah merupakan gambaran surgamu di akhirat nanti. Tidak
merasakan panasnya api neraka di dunia ini, sudah merupakan bentuk nikmat surga
dunia bagi engkau dikemudian hari nanti," terang al-Asqalani sambil
berlalu, meninggalkan non-Muslim yang masih saja menggerutu.
Pernyataan Ibnu Hajar al-Asqalani tersebut
seolah hendak menjelaskan bahwa tak ada larangan menjadi kaya dalam Islam.
Hadits “dunia itu penjara orang mukmin” hanyalah gambaran minimal tentang
kenikmatan yang bakal diterima kelak. Status mukmin dan kaya adalah dua hal
yang berbeda meskipun keduanya bisa saling mempengaruhi. Bagi orang alim yang zuhud
seperti Ibnu Hajar al-Asqalani, kekayaan harta tak lebih dari sekadar alat:
tempatnya hanya di genggaman tangan, tak sampai menghujam ke dalam hati. []
Dikisahkan oleh KH. Arifin Fanani, Pengasuh
Ponpes. Ma'had Ulumis Syari'ah Yambu'ul Quran (MUS-YQ) Kudus dalam tausiahnya
pada momen Reuni Alumni Angkatan Tahun 2007 di Brabo, Tanggungharjo, Grobogan,
Jawa Tengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar